Ahmad Abdul Haq


New Moon, Old Tale

Back | Up | Next

 

Sumber: Kick Andy.com

 

 
Selasa, 15 Desember 2009 21:44 WIBNew Moon, Old Tale

New Moon, Old Tale Memburu tiket film New Moon sungguh membuat saya penasaran. Sebenarnya sebagus apa sih film ini? Promosi global yang terjadi serentak dan strategis dalam beberapa minggu terakhir ini membuat gaung New Moon luar biasa kuatnya. Belum lagi sentimen penggemar novelnya yang sibuk memprediksi dan membayangkan bagaimana film akan menututurkan kisah lanjutan Twilight ini. Semua sibuk membahas bagaimana sutradara membungkus kejutan baru dalam plot cerita.

Setelah tiga hari bolak balik mencoba mengantri dan gagal, di kali ke empat, tiketpun akhirnya berhasil didapat. Saya ingat betapa senangnya kita beramai-ramai pergi nonton hari itu. Saking senangnya sampai-sampai saya berpikir peristiwa itu cukup aneh. Aneh karena acara nonton bareng seperti ini kan sering dilakukan namun kali ini terasa begitu istimewa. Intinya kami sangat senang dan exciting. Kami memasuki bioskop dengan sebongkah popcorn dan berbagai harapan di benak masing-masing.

Menit demi menit berlalu. Jam pertama pun bergulir masuk ke jam kedua. Masih saja saya menantikan sesuatu. Sayangnya “sesuatu” yang ditunggu tidak kunjung terjadi. Menit demi menit berlalu. Jam pertama pun bergulir masuk ke jam kedua. Masih saja saya menantikan sesuatu. Sampai film selesai, harapan saya tidak tidak kunjung tiba. Cerita selanjutnya sudah bisa Anda tebak. Urusan cinta segitiga dan cerita heroik ala Hollywood memang tidak lari jauh. Dengan cerita seperti ini sangat mengherankan buat saya mengapa film ini begitu digandrungi remaja kita? Fenomena apakah ini?

Lebih dari sekedar ide penulis untuk memanusiakan vampire atau mengajak penonton bersimpati pada sekawanan warewolves atau tokoh-tokoh gaib lainnya, remaja kita dibawa masuk ke dalam alam antah berantah dimana everything is possible. Sisi baiknya, mereka terpapar pada ide kreatifitas tanpa batas. Namun saya kuatir, remaja kitapun jadi rentan ketika jatuh gandrung terhadap sesuatu yang tidak riil. Apalagi hal-hal gaib seperti ini.

Di belahan ruang dan waktu yang lain, juga terpapar kisah lain. Ceritanya mirip tentang kegandrungan remaja terhadap hal-hal yang “tidak riil” yang berefek “gaib”. Kisah seperti ini adalah kisah tentang anak manusia yang bereksperimen dengan narkoba. Narkoba membawa efek “high” tertentu sebagai akibat stimulasi kimia di otak. Yang pasti, efek tersebut tidak riil dan berdomain di dunia maya.

Tidak peduli berapa versi cerita yang telah ditayangkan, tetap selalu saja ada yang mencoba membuat kisah baru, namun ini ceritanya tetap lawas. Di sini pun remaja di seperti di ajak ke dunia tanpa batas, dengan iming-iming tidak ada resikonya. Akhir kisah seperti ini juga klasik. Seperti New Moon, selalu saja ada yang patah hati seperti Bella dan Edward. Ada yang terluka, seperti Jacob dan sekawanan warewolves yang bertarung dengan vampire. Dalam hal narkoba, penyesalan biasanya datang terlambat.

Hasil penelitian YCAB memperlihatkan bahwa salah satu alasan utama mencoba narkoba adalah untuk memenuhi rasa ingin tahu. Mungkin hampir sama seperti rasa ingin tahu yang muncul saat ingin menonton film New Moon tersebut. Seperti apa sih…bagus nggak ya….apa yang baru di situ ya…dst. Pada waktu mau nonton film pun biasanya ada rekomendasi dari orang dekat yang mendorong kita untuk menyaksikan film tersebut. Ada pula penasaran ingin nonton karena ingin membandingkan apa filmnya sedahsyat novel serial Twilight Saga itu.

Mencoba narkoba juga demikian. Dimulai dengan mendengar reputasi kenikmatan narkoba, rasa ingin tahu muncul. Ketika rasa ini matang, muncullah niat.

Sayangnya, dalam berbagai pengalaman yang dibagi oleh mantan pecandu, niat mereka tidak didukung oleh informasi akurat. Yang terjadi, info yang terdistrosilah yang mereka terima. Ditambah dengan bias tertentu, yang sudah berniat coba akan lebih memilih bergaul dengan grup pengguna. Lebih jauh, dari sini promosi efek enaknya jauh melampaui kenyataan risiko yang menyertainya. Dan pecandu mengakui, ketika rasa penasaran menyerang, segala pengetahuan dan peringatan tentang “bahaya narkoba” mendadak jadi tidak relevan. Mengejar rasa penasaran dan merespons ajakan teman menjadi hal perlu dipuaskan segera.

Beberapa pihak menyakini bahwa rasa ingin tahu pada remaja adalah sebuah hal yang normal. Bahkan ada yang percaya jika semakin dilarang, remaja akan semakin penasaran. Pertanyaannya adalah bagaimana menyikapi rasa penasaran remaja secara konstruktif. Intinya, kita perlu menyakinkan mereka bahwa rasa penasaran tidak selalu harus berakhir pada fase pemaparan diri pada narkoba. Karena mirip dengan nonton film New Moon, bereksperimen dengan narkoba membawa dampak hitam putih. Either you like it, or you hate it; suka atau benci, hidup atau mati. Tidak ada jalan tengah.

Herannya, sama seperti saya yang tidak kunjung mendapatkan “sesuatu” dari film New Moon, mantan pecandu mengaku tidak pernah mendapatkan “sesuatu” lebih dari narkoba. Dalam mengejar efek enaknya, paket sengsara selalu menyertainya. Dalam mencari kemerdekaan diri, narkoba ternyata memenjarakan mereka.

Selain adiksi, memang tidak banyak yang ditawarkan narkoba. Narkoba itu hanyalah bungkus baru dari penyakit kronis manusia. Penyakit egosentris yang mengutamakan kesenangan pribadi di atas segalanya. Bahkan di atas segala konsekuensi yang timbul. Hampir seperti New Mon, selain cinta trans-spesis, tidak ada hal baru yang ditawarkan film ini. New Moon is just an old tale of love. Addiction is an old tale of uncontrolled human craving.

Rasanya kita perlu mengambil peran menjadi sutradara kehidupan. Kehidupan yang penuh makna, menawarkan kemerdekaan sejati dan berbuahkan harapan bagi sesama. (VC/1209)


Kick Andy: Home • The Show • Special • Andy's Corner • Foundation • Recommended Book • Andy's Friend • Andy's Team • About

Tag: Kliping Media, Kick Andy