Wahai BRR, Tertiblah Menggunakan Dana

Pindahan dari Multiply

URL: http://danarrapbn.multiply.com/journal/item/117/Wahai-BRR-Tertiblah-Menggunakan-Dana

Opini Ahmady

Sumber: medanbisnisonline.com, 08-09-2007

Kebijakan BRR mengucurkan dana sebesar Rp 2,898 miliar untuk membayar 23 tenaga Tim Asistensi di Pemerintah Daerah terus memicu polemik. BRR dituding begitu mudah mengucurkan uang untuk kegiatan yang tidak jelas kegunaannya, padahal di satu sisi, mereka mengaku kekurangan anggaran untuk program dua tahun ke depan.

Menjelang akhir tahun 2007, BRR telah mengajukan tambahan dana sebesar Rp 6 triliun. Kalau saja disetujui, dengan demikian sampai tahun 2009, BRR menghabiskan dana Rp 13 triliun.

Tak mengherankan jika lembaga ini tidak pernah lepas dari kecaman. Mereka dicerca karena kinerja yang buruk, orang-orang yang tidak profesional dan juga karena banyak kebijakan yang tidak popular. BRR begitu getol mengucurkan uang untuk kegiatan yang tidak jelas manfaatnya.

Sebenarnya ada lembaga Dewan Pengawasa yang memantau aliran dana BRR tersebut. Namun sangat disayangnya, dewan ini hanya bekerja ketika muncul polemik di tengah-tengah masyarakat. Misalnya dalam kasus pembiayaan untuk tenaga asistensi di Pemerintahan daerah, Dewan pengawas cepat bertindak.

Setelah melihat bahwa protes masyarakat cukup beralasan, akhirnya dewan pengawas menyurati Badan Pelaksana BRR – khususnya Deputi Kelembangaan dan Sumber Daya Manusia – meminta agar program tim asistensi bagi bupati/walikota distop dan diganti dengan format baru yang sesuai aturan.

Keputusan dewan pengawas ini muncul setelah mereka mendengar penjelasan dari berbagai sumber. Selain itu, program tenaga asistensi sendiri sebenarnya tidak dikenal dalam PP Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, UUPA Nomor 11 Tahun 2006 dan UU Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah.

Dengan berbagai alasan inilah akhirnya Dewan Pengawas BRR setuju dengan protes rakyat, bahwa kucuran dana sebesar Rp 21 juta per orang/bulan untuk 23 tim asistensi di Pemerintah daerah, harus dibatalkan. Program ini sebaiknya diganti dengan format lain yang tidak bertentangan dengan aturan penguatan pemerintahan yang berlaku.

Banyak pihak yang mendukung keputusan ini. Kalangan tokoh masyarakat Aceh menghimbau agar BRR sebaiknya efisien menggunakan uang. Jangan begitu gampang mengeluarkan dana, tapi kemudian mengaku kekurangan dana untuk membangun rumah korban tsunami. Sisa dana BRR yang ada perlu lebih selektif penggunaannya. Ya, kalaupun kinerja BRR buruk, tapi mereka jangan terus menerus menguras uang negara.

Sebagai lembaga yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden, BRR memang tidak harus bertanggungjawab kepada DPR Aceh ataupun rakyat. Pejabat BRR hanya bertanggungjawab kepada presiden. Namun bukan berarti mereka bisa melakukan sesuka hati di Aceh tanpa ada pengawasan rakyat.

Di sinilah perlunya kejelian Dewan pengawas memantau kepekaan rakyat. Selama ini Dewan pengawas BRR belum memperlihatkan kinerja maksimum untuk memantau dana yang dikucurkan BRR. Padahal sebenarnya banyak dana dalam jumlah besar lainnya yang dikeluarkan BRR, tapi tidak jelas menfaatnya.

Badan Pengawas Keuangan (BPK) sebenarnya telah membuka banyak borok BRR di Aceh. Mulai dari protes tender yang tidak jelas hingga kualitas kerja dan kontruksi yang tidak memadai. Ada pula banyak ditemukan kesalahan administrasi terkait dengan kontrak kerja dengan kontraktor.

Tidak mau kalah, Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh juga membeberkan banyak manipulasi yang terjadi, terutama terkait soal rumah korban konflik yang telah selesai dibangun. Data yang dibeberkan BRR kurang dipercayai kebenarannya. Fakta yang ditemukan GeRAK dilapangan, masih banyak rumah korban konflik – yang dilaporkan telah selesai dibangun – nyatanya belum sama sekali.

Dalam hal pemakaian uang untuk kegiatan non konstuksi, BRR begitu cepat merespon. Lembaga ini mengucurkan dana lebih dari Rp 1 miliar untuk kegiatan seni. Malah ada dana puluhan miliuar lainnya untuk kampanye hutan. Semua dana-dana itu tanpa jelas pengawasannya. Mengucur saja bagaikan air, tanpa diketahui kemana ujungnya.

Aliran dana BRR memang bagaikan misteri. Banyak dana habis, tapi hasil tidak seberapa. Makanya, seharusnya kita semua jeli membaca keinginan BRR meminta tambahan dana baru.

Kalau saja dana ini dikabulkan, para staf BRR tentu bergembira ria, sebab sesungguhnya anggaran BRR selama ini lebih banyak untuk kegiatan operasional staf ketimbang yang diberikan untuk para korban tsunami.

Untuk itu, Dewan Pengawas BRR harusnya bertindak pro aktif. Mereka jangan hanya merespon penyaluran dana yang memunculkan polemik, tapi juga memantau pemakaian dana yang tidak terpantau rakyat. Sesungguh dana yang keluar tanpa sepengetahuan publik, jauh lebih besar.

Dewan Pengawas harusnya tidak hanya melihat kebijakan yang kontroversi saja, tapi juga mampu membuka borok tokoh dibalik kontroversi itu. Dewan Pengawas memiliki Tim Anti Korupsi. Sayangnya, tim ini seakan tertidur pulas. BRR dibentuk untuk membantu rakyat. Mereka dibayar mahal untuk kerja sosial ini, oleh sebab itu jangan kita membiarkan BRR terus menari-nari di atas penderiataan rakyat!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *