Zakat/Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib
Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.[1]
Untuk orang yang tidak memeluk agama Islam, diistilahkan sebagai sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib.
Zakat/sumbangan keagamaan merupakan salah satu penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan.[2]
Daftar Isi
Ketentuan Umum
Zakat/sumbangan keagamaan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagai dasar pengenaan PPh Pasal 21. Zakat/sumbangan keagamaan yang dapat dijadikan pengurang pajak adalah yang meliputi[3]:
- zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak (WP) orang pribadi pemeluk agama Islam atau oleh WP badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah; atau
- sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi WP orang pribadi pemeluk agama selain agama Islam atau oleh WP badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama selain agama Islam, yang diakui di Indonesia yang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
Zakat/sumbangan keagamaan yang tidak dibayarkan kepada badan/lembaga keagamaan sebagaimana dimaksud di atas, maka pengeluaran tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.[3]
Zakat/sumbangan keagamaan dapat berupa uang maupun yang disetarakan dengan uang. Yang dimaksud dengan “disetarakan dengan uang” adalah zakat/sumbangan keagamaan yang diberikan dalam bentuk selain uang yang dinilai dengan harga pasar pada saat dibayarkan.[4]
Zakat/Sumbangan Keagaamaan yang Dibayarkan oleh Wanita dan Anak-anak
Zakat/sumbangan keagamaan yang dibayarkan oleh WP orang pribadi atau oleh WP badan dalam negeri dapat dikurangkan dari penghasilan bruto yang bersangkutan. Di luar ketentuan itu, berlaku hal-hal sebagai berikut:[4]
- Zakat/sumbangan keagamaan yang dibayarkan oleh wanita yang telah kawin yang dasar pengenaan pajaknya adalah penggabungan penghasilan neto suami-isteri, dikurangkan dari penghasilan bruto suaminya;
- Zakat/sumbangan keagamaan yang dibayarkan oleh wanita yang telah kawin dapat dikurangkan dari penghasilan bruto wanita yang bersangkutan, apabila wanita tersebut:
- telah hidup berpisah dengan suaminya berdasarkan putusan hakim;
- secara tertulis melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau
- memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri;
- Zakat/sumbangan keagamaan yang dibayarkan oleh anak yang belum dewasa dapat dikurangkan dari penghasilan bruto orang tuanya.
Pelaporan
Pengurangan zakat/sumbangan keagamaan dilaporkan pada tahun penghasilan diterima atau diperoleh, dalam:[4]
- Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) Pajak Penghasilan (PPh) WP orang pribadi atau oleh WP badan dalam negeri yang bersangkutan, untuk pembayaran zakat/sumbangan yang dibayarkan oleh WP orang pribadi atau badan dalam negeri;
- SPT Tahunan PPh suami yang bersangkutan, apabila zakat/sumbangan keagamaannya dikurangkan dari penghasilan bruto suaminya, yaitu untuk pembayaran zakat/sumbangan yang dibayarkan oleh wanita yang telah kawin yang pengenaan pajaknya berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami-isteri, dikurangkan dari penghasilan bruto suaminya;
- SPT Tahunan PPh wanita yang bersangkutan, apabila zakat/sumbangan keagamaannya dikurangkan dari penghasilan bruto wanita yang bersangkutan;
- SPT Tahunan PPh orang tua dari anak yang bersangkutan, untuk pembayaran zakat/sumbangan yang dibayarkan oleh anak yang belum dewasa.
Apabila dalam tahun pajak dilaporkannya penghasilan dalam SPT Tahunan, zakat/sumbangan keagamaan tersebut belum dibayar, berlaku ketentuan sebagai berikut:[4]
- pengurangan zakat/sumbangan keagamaan dapat dilakukan dalam tahun pajak dilakukannya pembayaran; dan
- WP dapat menunjukkan bahwa penghasilan bruto telah dilaporkan dalam SPT Tahunan tahun pajak sebelumnya.
Bukti Pembayaran
Zakat/sumbangan keagamaan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto oleh pemberi zakat/sumbangan keagamaan harus didukung oleh bukti-bukti yang sah,[4] yaitu fotokopi bukti pembayaran yang dilampirkan pada SPT Tahunan PPh Tahun Pajak dilakukannya pengurangan zakat/sumbangan keagamaan tersebut.[5]
Bukti pembayaran dapat berupa bukti pembayaran secara langsung atau melalui transfer rekening bank, atau pembayaran melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM).[5]
Bukti pembayaran paling sedikit memuat:
- Nama lengkap WP dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembayar;
- Jumlah pembayaran;
- Tanggal pembayaran;
- Nama badan amil zakat, lembaga amil zakat, atau lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan Pemerintah; dan
- Tanda tangan petugas badan/lembaga amil zakat/lembaga keagamaan di bukti pembayaran, apabila pembayaran secara langsung; atau
- Validasi petugas bank pada bukti pembayaran apabila pembayaran melalui transfer rekening bank.
Referensi
- [1]Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat↩
- [2]Undang-undang Pajak Penghasilan pasal 4 ayat (3) huruf a↩
- [3]Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto↩
- [4]Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembebanan Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto↩
- [5]Peraturan Dirjen Pajak Nomor 6/PJ/2011 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto↩
Leave a Reply