Di Ambang Perang Teluk? - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Kolom
10/02/2003

Di Ambang Perang Teluk?

Oleh Denny JA, PhD

PEMERINTAH Amerika Serikat (AS) sudah meminta warganya untuk sesegera mungkin meninggalkan Irak. Di masa lalu, warga asing dapat saja disandera oleh Irak dan dijadikan tameng manusia untuk melindungi aneka tempat strategis. Jika serangan militer atas Irak terjadi, tentu pemerintah AS tak ingin bom jatuh di Irak dan membunuh warganya sendiri.

Artikel ini pernah dimuat di Media Indonesia, 10 Februari 2003

PEMERINTAH Amerika Serikat (AS) sudah meminta warganya untuk sesegera mungkin meninggalkan Irak. Di masa lalu, warga asing dapat saja disandera oleh Irak dan dijadikan tameng manusia untuk melindungi aneka tempat strategis. Jika serangan militer atas Irak terjadi, tentu pemerintah AS tak ingin bom jatuh di Irak dan membunuh warganya sendiri.

Indonesia berada dalam posisi yang sulit. Di satu sisi, terjadi tidaknya perang itu berada di luar kontrol pemerintah Indonesia. Dalam skenario politik global, suka atau tidak, Indonesia belum menjadi pemain yang didengar. Namun, jika perang itu benar-benar pecah, efeknya akan mengubah landscape politik domestik di Indonesia. Efek politik itu yang sudah harus diantisipasi.

Jika Perang Teluk itu terjadi, seketika isu politik lain di Indonesia akan redup. Ibarat tangga lagu populer, ‘Album’ Perang Teluk menjadi pendatang baru yang langsung menjadi hits. Lagu-lagu dalam album itu langsung merebut peringkat teratas dari urutan pertama sampai ke lima. Sedangkan isu politik dan ekonomi lainnya, yang selama ini populer, langsung merosot peringkatnya hanya ke urutan keenam, ketujuh, dan seterusnya.

Presiden Megawati, PDIP, dan pendukungnya boleh sedikit menarik napas. Aneka gerakan mahasiswa dan elite politik yang ingin menjatuhkan Megawati di tengah jalan akan menghilang. Gerakan ini mungkin tetap menjaga stamina dan intensitas aksi protesnya. Namun, perhatian nasional akan beralih pada isu Perang Teluk.

Aneka pihak yang punya skenario revolusioner menggulingkan Megawati sebelum Mei 2003 akan gigit jari. Padahal, mobilisasi oposisi atas Megawati memang cukup rapi. Konsolidasi gerakan mahasiswa juga semakin meluas, tak hanya melibatkan wilayah Jabotabek. Di daerah, gerakan mahasiswa juga sudah terjaring. Sementara oposisi tokoh berpengaruh dari kalangan Islam, nasionalis, buruh juga semakin terjalin.

Gerakan ini menyadari bahwa partai besar di parlemen belum mendukung pencopotan Megawati di tengah jalan. Namun, jika tekanan ekstraparlementer meluas, mereka meyakini skenario Mei 1998 akan terulang. Jangankan parlemen sekarang yang tidak dikendalikan Megawati, parlemen di tahun 1998 yang sepenuhnya dikendalikan Soeharto, toh pada akhirnya dapat juga menggulingkan Soeharto.

Ironisnya, gerakan ini akan diinterupsi bukan oleh counter movement para pendukung Megawati, tapi oleh meletusnya Perang Teluk. Padahal Perang Teluk akan memakan waktu lama. Mulai perang sampai pergantian rezim di Irak, jika memang itu targetnya, diperkirakan memakan waktu lebih dari dua bulan. Selama itu pula, Perang Teluk yang akan menjadi perhatian nasional. Intensitas gerakan oposisi terhadap Megawati akibatnya akan memudar sebelum mencapai klimaks.

Tak hanya isu pencopotan Megawati yang tersingkir dari pentas politik nasional. Kasus Indosat, RUU Pemilu, Release and Discharge atas konglomerat hitam, rencana pembentukan Komisi Konstitusi, akan pula tersingkir, setidaknya untuk sementara. Perang Teluk menjadi magnet baru yang kekuatannya luar biasa untuk menelan isu politik domestik lainnya.

Namun, polisi tetap akan sibuk. Korps polisi tetap menghadapi aksi protes yang sama, bahkan mungkin jauh lebih besar, tapi dengan isu yang sudah berbeda. Isu Perang Teluk mungkin akan lebih emosional. Unjuk rasa sangat mungkin pula jauh lebih militan. Jatuhnya Perang Teluk justru membuat polisi semakin babak belur, dan semakin sibuk mengamankan situasi.

Sensasional

Banyak hal yang membuat Perang Teluk segera menjadi hits baru dan menyedot perhatian pers. Perang itu sendiri pada dirinya sudah menjadi berita sensasional. Berbagai pemimpin yang terlibat akan meramaikan opini dunia. Dalam perang tingkat tinggi, pihak yang berkonflik beserta sekutunya akan terus membuat manuver untuk memperoleh dukungan yang semakin luas. Perang opini itu sendiri sudah menjadi isu yang seksi bagi pers.

Apalagi perang sangat mungkin menjadi ladang pembunuhan massal. Tangis, derita, darah adalah puncak emosi yang terus dieksploitasi oleh pihak yang berkonflik untuk memukul lawan politik. Ibu kehilangan suami. Ayah kehilangan anak. Kakak-adik kehilangan orang yang dicintai. Kisah pengalaman sekelompok orang yang kehilangan keluarga dekat segera dikemas sedemikian rupa. Kisah ini menjadi pertarungan politik yang lebih halus merebut emosi publik.

Di tambah pula, Perang Teluk sangat mungkin memobilisasi sentimen agama. Disengaja ataupun tidak, aneka pihak akan menggunakan sentimen Islam untuk membangun solidaritas anti-AS. Yel-yel kemarahan, bahkan tangisan kolektif banyak pula yang diwarnai dan bersumber dari keyakinan agama. Suasana akan semakin dramatis, heroik, dan impulsif. Perlawanan atas AS diembuskan sebagai perjuangan agama dan jihad.

Sulit bersikap

Jika Perang Teluk terjadi, diperkirakan AS akan mengalahkan Irak dalam hitungan mingguan. Saddam Hussein akan digulingkan dan diganti oleh pimpinan lain yang diterima AS. Skenario perubahan rezim di Afghanistan kembali terulang di Irak. Sangat jelas, secara militer AS terlalu superior untuk Irak.

Namun, AS tak mudah memenangkan the minds and the hearts dari publik luas. Mayoritas penduduk dunia, apalagi di negara muslim, tak akan berterima kasih kepada AS karena sudah membersihkan Irak dari seorang diktator. Mereka juga tak akan berterima kasih karena senjata pemusnah massal Irak, jika memang ada, dihancurkan.

Sebaliknya, kebencian kepada AS semakin meningkat. Serangan AS, apalagi jika itu dilakukan secara unilateral, tanpa persetujuan PBB, akan terlihat sebagai arogansi negara superpower. Bahkan mereka yang selama ini moderat dan netral atas AS dapat berubah menjadi marah. Gerakan anti-AS di seluruh dunia, terutama negara muslim, akan meluas.

Sekali lagi, Indonesia akan disulitkan oleh perkembangan situasi. Pemerintah Indonesia akan terjepit di tengah. Di satu sisi, pemerintah Indonesia sangat membutuhkan dukungan AS. Di sisi lain, gerakan anti-AS di Indonesia juga semakin meluas.

Inilah bola panas Perang Teluk bagi Megawati. Di satu sisi, perang ini dapat menyelamatkan Megawati karena beralihnya isu. Di sisi lain, jika salah direspons, Perang Teluk justru menambah amunisi oposisi untuk mendongkel Megawati lebih lanjut.[]

10/02/2003 | Kolom | #

Komentar

Komentar Masuk (0)

(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq