Dialog - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Editorial
22/09/2005

Dialog

Oleh M. Guntur Romli

Salah satu identitas orang beriman disebutkan oleh Alquran adalah orang yang suka berdialog dan bermusyawarah (al-Syura: 38). Alquran juga membangun misinya dengan dialog. Alquran adalah kitab suci yang berisi dialog-dialog antara Allah, malaikat, nabi, umat manusia, binatang, alam semesta, bahkan iblis sekalipun.

Salah satu identitas orang beriman disebutkan oleh Alquran adalah orang yang suka berdialog dan bermusyawarah (al-Syura: 38). Alquran juga membangun misinya dengan dialog. Alquran adalah kitab suci yang berisi dialog-dialog antara Allah, malaikat, nabi, umat manusia, binatang, alam semesta, bahkan iblis sekalipun. Ketika Allah hendak menciptakan manusia, Dia berdialog dengan malaikat. Dialog ini diabadikan dalam surat al-Baqarah ayat 30-32. Dialog Allah dan iblis bisa dibaca di surat Shad 73-78. Ketika iblis menolak perintah Allah untuk bersujud kepada Adam, Allah masih bertanya alasan iblis. Padahal, Allah Mahatahu dan pasti mengetahui alasan iblis walaupun tanpa bertanya. Meskipun iblis bersalah, masih diberi kesempatan untuk memberi alasan: ada hak jawab. Oleh karena itu, siapapun yang menutup pintu dialog dengan atau tanpa alasan, telah menganggap dirinya lebih dari Tuhan.

Syekh al-Azhar saat ini, Dr Sayyid Tanthawi dalam bukunya, Adabul Hiwar (Tatakrama Dialog) menegaskan bahwa Alquran adalah ”kitab dialogis”. Hal ini dibuktikan mayoritas ayat Alquran merekam pertanyaan-pertanyaan umat, sekaligus memberikan respon jawaban. Oleh karena itulah, menurut Syekh al-Azhar ini, kita butuh dialog dan perlu. Di samping agama kita memerintahkan hal itu, dialog juga sebagai jaminan keberlangsungan kehidupan sosial. Seseorang tidak bisa hidup sendiri, dia membutuhkan masyarakat. Untuk itu dia perlu dialog dan bersosialisasi. Dalam masyarakat juga, setiap individu memiliki kepentingan berbeda-beda dengan individu yang lain. Supaya tidak saling berbenturan dan berkonflik, maka perlu dialog.

Dalam konteks ini, kita menerima landasan dialog (al-hiwar). Kita menolak ide benturan, dan konfrontasi (al-shidam, wal muwajahah). Seorang intelektual Koptik, Milad Hanna, dalam bukunya Qabulul Akhar (Menyongsong yang Lain: JIL 2005), menolak keras tesis Karl Marx dan Samuel Huntington yang mengadobsi ide konflik (conflict) dan benturan (clash). Dialog merupakan pintu untuk memahami perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat, kemudian dilanjutkan pada proses penerimaan.

Dalam konsep yang sederhana, menerima perbedaan bukan berarti melebur perbedaan-perbedaan itu Tapi menerima hak untuk berbeda, karena perbedaan dan keragaman merupakan kehendak Allah yang tidak bisa diingkari. Sedangkan dialog sebagai manifestasi untuk menjaga dan merawat kemajemukan itu. Dialog di sini berarti saling menghormati dan mengakui masing-masing kutub.

Namun lebih dari itu, dialog yang kita butuhkan adalah dialog yang aktif dan membuahkan, bukan dialog pasif dan mandul. Model dialog yang pasif, biasanya ”dialog yang acuh tak acuh”. Berdialog, tapi masih dihantui ketegangan, dan kecurigaan. Sedangkan dialog yang aktif dan berbuah adalah model dialog yang disebut “dialektik-dialogis” (al-hiwar al-jadali). Dialog yang melintasi perbedaan-perbedaan menuju persamaan. Dialog yang aktif mencari common platform dan common denominator. Jika dialog pasif hanya terpaku pada pengakuan terhadap pluralitas. Sedangkan dialog yang aktif tidak hanya berhenti pada tataran itu. Tapi, aktivitas untuk terus-menerus mencari pertemuan dan persamaan dari pluralitas tersebut. Inilah semangat pluralisme. Bukan keragaman dalam perbedaan (al-tanawwu’ fi al-ikhtilaf) tapi keragaman dalam lingkup keseragaman/persatuan (al-tanawwu’ fi ithar al-wihdah). Lebih penting lagi, kita perlu komitmen yang kuat untuk menjadikan dialog sebagai tradisi dan identitas. Apapun perbedaan yang ada, kita bisa memahami dan menerimanya, sejauh komitmen kita untuk terus berdialog. (Mohamad Guntur Romli)

22/09/2005 | Editorial | #

Komentar

Komentar Masuk (7)

(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)

Ketika dialog tidak berakhir dengan suatu kesepakatan atau menemui jalan buntu, konfrontasi bukanlah jawabannya. harus dicari jalan tengah yang bisa mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat.

Bagi semua organisasi Islam model FPI, LPI, Hizbullah, MMI, dll hendaklah membubarkan sayap-sayap militer-nya, karena hal itu sangat meresahkan masyarakat. Kalau tujuan kalian adalah amar ma’ruf nahi munkar kenapa harus melakukan kekerasan & intimidasi? Jangan memutarbalikkan fakta dengan mengatakan berbagai dalih seperti:  1. Kalian mewakili umat. 2. Kalian melindungi akidah. 3. Kalian menindas dan merampas hak suatu kaum karena melaksanakan fatwa ulama. 4. Kalian membersihkan Islam dari golongan-golongan yang dianggap menyimpang, hingga perlu ditindak. 5. Dan 1001 macam alasan-alasan yang tak beralasan lainnya.

Amar ma’ruf maupun nahi munkar harus mengutamakan dialog, sedangkan urusan kekuatan harus diserahkan pada pihak yang berwenang. Dan kalaupun hendak berdialog sebaiknya:  1. Terbukalah terhadap semua perbedaan 2. Jangan memaksa untuk bermuhabalah 3. Jangan melontarkan hujatan (sesat, kafir, dsb) 4. Hendaklah dengan jantan menerima apabila pendapat pihak lain ternyata lebih benar. 5. Dan sekali lagi, carilah jalan tengah apabila dialog menemui jalan buntu.

kalau boleh agak sedikit melebar dari pembicaraan: untuk pemerintah, tolong terapkan kebijakan “zero tolerance” untuk para terorisme. Antara lain dengan menertibkan semua organisasi yang bertindak anarkis, yang merasa berhak mengambil alih wewenang aparat dalam menghakimi sesuatu. Jangan kalian hanya berfokus pada teroris besar macam JI, tapi berfokus jugalah pada teroris kecil/menengah, yang melakukan tindakan anarkisme tsb.  Rakyat sudah resah atas tindakan mereka, Pak!
-----

Posted by Haryo S. Pinandito  on  10/04  at  08:11 PM

Setelah membaca ‘Doalog’, by Guntur Romli, saya jadi ingat perseteruan JIL VS MUI beberapa saat yg lalu. Terlepas memang ada perbedaan diantara kedua belah pihak, yg juga membuat kasus tersebut kontroversial adalah cara-cara kedua belah pihak ‘berdialog’.

Mungkin ini juga salah satu fase buat umat islam indonesia untuk dewasa dan santun dalam menanggapi perbedaan-perbedan yg ada dan akan terus ada dalam masyarakat.

Semoga tradisi dialog makin makmur di Indonesia, disertai dng kemempuan mengendalikan diri,lewat perkataan yg sopan dan niatan yg ikhlas bertukar wawasan dan cara pandang, dalam menanggapi perbedaan yg ada, sehingga perbedaan yg ada benere-bener bisa menjadi rahmat yg mencerahkan segenap masyarakat dari elit intelektual sampai masyarakat awam secara keseluruhan.

Sehingga masing-masing kita semua, termasuk para intelektual, bener-bener makin sadar betapa relatif dirinya, betapa mungkin sekali apa yg kita yakini sebagai sebuah kebenaran adalah selalu cacat, yg pada gilirannya harus selalu diperbaiki terus menerus, bahkan dari lawan dialog yg pada tataran tertentu adalah oposisi cara pandang kita.

Sesungguhnya yg sempurna hanya Allah. Semoga kita semua beroleh berkah dari Nya, amin.

Posted by Dema Akhirul Jatmiko  on  10/01  at  05:10 PM

Assalamualikum,wr,wb… Memang kita kelihatannya lebih pandai dari pada pemimpin pemimpin negara kita, kita lupa bahwa lingkup perhatian kita hanya ujung ujungnya saja, awal perencanaannya kita tidak ikut berpartisipasi dan hanya bisa menikmati hasil akhirnya saja. Urusan USA, memang USA banyak kesalahannya dimata kita (muslim), tapi jangan lupa bahwa muslim juga banyak kesalahannya hanya saja tidak anda sebutkan, dan saya juga tidak mau menyebutkannya. Kalau soal Libya, Afghan dan Irak saya tidak tahu persis persoalannya. Tapi kalau soal Indonesia walaupun saya juga tidak tahu persis persoalannya tapi mungkin ada sedikit pengetahuan juga. Setahu saya urusan F16 dan pesawat lainnya seperti Hercules dll sampai OV-10 pesawat latih, Tank-tank dan juga peluru/senjata diembargo itu salah satu adalah karena hutangnya sudah terlalu besar, mungkin negara Indonesia dijual saja masih belum bisa mencukupi pembayaran hutangnya itu, apalagi dengan naiknya kurs US dollar.  Urusan Timor Timur saya akan memberikan sedikit sejarah. Tahun 1960 bang Ali lima kali ke Rusia. Ketika itu jabatan bang Ali Deputi II Menteri Kepala Staf Angkatan Laut. Indonesia membeli 150 kapal perang dari Rusia. Empat belas di antaranya kapal selam. Total harga kapal-kapal itu US$ 800 miliar. Karena tak punya uang, Indonesia pinjam dari Rusia. Untuk mengoperasikannya, bang Ali mengirim para prajurit kita ke Rusia. Nah, melihat kekuatan mesin perang kita, Amerika dan PBB akhirnya pemerintahkan Belanda keluar dari Irian Barat.  Naaah jadi kalau Timor Timur lepas dari Indonesia, menurut pendapat saya adalah karena Indonesia tidak mampu menjaga stabilitas di Timor Timur karena tidak mumpunyai senjata dan lain lainnya. Kelihatannya pada waktu itu yang diandalkan hanya mengunakan orang orang sipil yang pro Indonesia dengan memakai golok ala jamannya nabi. Begitulah kira kira menurut pendapat saya. Maaf ya, senjata senjata GAM saja saya nilai lebih canggih dari pada senjata ABRI, hanya mungkin jumlah personelnya kalah banyak dibandingkan dengan ABRI, tapi itu tidak menjadikan masalah besar, karena pada akhirnya perjanjian damai sudah ditanda tangani. Anda anda juga hanya memikirkan kepentingan agama saja, dan lupa akan kepentingan umum, yang penting muslim, makan garam juga OK, jalan jalan tanpa aspal juga OK, jalan tol tidak diperlukan, infrastruktur tidak perlu diperbaiki dll. Coba anda bayangkan, apa jadinya kota Jakarta itu? Apa anda kira pembangunan mesjid anda tidak menggunakan uang PEMDA, walaupun sedikit? Tanah yang dipakai mesjid anda itu tanah milik siapa? Kepada siapa anda membayar PBBnya? Apakah anda bisa pindahkan ke daerah Brunai? Kadang kadang kita suka bersikap sok-sokan. Kita harus sadar kita hidup di abad modern. Jangan merasa hebat dengan Islam-nya. Pemerintah, pengadilan, tentara, semua orang Islam. Tapi toh korupsi nomor satu. Jadi, jangan sombong dengan membawa-bawa Islam. Kalau cuma bicara sambil mengutip ayat, itu cuma untuk mencari popularitas Numpang tanya, apakah anda anda ini tau berapa budget yang diperlukan pertahun untuk kota Jakarta? Apakah mereka bisa memberikan pekerjaan ke para pengangguran. Apakah anda bisa memberi uang Rp 15 triliun per tahun untuk Jakarta. Kalau memang bisa, bolehlah mengharamkan tempat tempat hiburan, judi dll Lagi pula saat ini Jakarta butuh banyak uang untuk membangun sekolah, puskesmas, dan jalan. Alim ulama semua meributkan, kalau mereka mengharamkan judi tempat tempat hiburan dll, mereka harus punya helikopter, soalnya, jalan-jalan yang dibangun bangun dari uang judi dan dari tempat tempat hiburan. Jadi, jalan jalan di Jakarta adalah haram, sekolah sekolah juga haram dan rumah sakit di Jakarta juga haram.  Kalau judi dan tempat tempat hiburan di Jakarta legal, Pemda DKI Jakarta bisa mendapat uang sekitar Rp 15 triliun per tahun. Itu jumlah yang besar. Bisa untuk membangun macam-macam. Untuk melanjutkan Proyek Banjir Kanal Timur, mendalamkan sungai, membuat rumah susun, membangun jalan-jalan. Proyek-proyek itu tak bisa ditunda lagi. Padahal pemerintah tak punya uang untuk menjalankannya. Adakah diantara kita yang memikirkan hal ini? Apa kita hanya memikirkan perut kita saja? Kalau kita tidak bisa bantu dalam keuangan janganlah kita hanya ngomel terus akan kinerja PEMDA tapi bantulah dalam setiap doa anda dan jangan mengumpat terus menerus. Anda adalah orang yang beragama Islam dan mengimaninya, kalau memang anda mempunya iman yang kuat, maka pakailah iman anda itu untuk menghakimi diri anda sendiri sehingga anda bisa mengkoreksi diri anda masing masing untuk membangun bangsa dan negara Indonesia. Janganlah memakai kekuatan iman anda untuk menghakimi lembaga keislaman yang ada di Indonesia atau mengkritik PEMDA setempat untuk memamerkan power anda kepada teman teman anda. wassalaamu’alaikum wr. wb. Munir Sjaf

Posted by Munir Sjaf  on  09/28  at  08:10 AM

Editorial yang ditulis kak Ramli sangatlah jelas, obyektif dan merupakan ajakan mengembangkan pikiran dalam memecahkan setiap perbedaan yang ada. Jelas pula, beliau adalah figur intelektual yang demokratis dan tidak berprasangka negatif seperti, maaf, sdr Joko santoso. Kalau kita mau berdialog, sebaiknya kita singkirkan jauh-jauh sampah dalam pikiran kita.Janganlah kita selalu berpikir apriori. Tokoh-tokoh di JIL, menurut saya selalu berpikir inter-subyektif sehingga memandang persoalan selalu proporsional.Semua tulisannya selalu bersifat historik, artinya, berkait erat dengan realitas sosial masyarakat kita.Tidak pernah mengungkapkan fakta bohong, yang biasanya didahului dengan kalimat, ... katanya....

Mereka (JIL), lebih menekankan kemampuan kognitif (otak) daripada otot (baca golok), tapi mereka juga punya hati nurani, dan memberi penghargaan yang tinggi terhadap insan ciptaan ALLAH. Itu saja cukup sebagai bukti mereka adalah orang-orang beriman.  Jadi,ternyata masih banyak Joko Santosa- Joko Santosa,yang mispersepsi dan apriori terhadap tulisan yang sebenarnya, kalau ditelaah, akan membawa kita kepada sikap mental yang baik dan berbudi luhur. Tapi tak apalah, realitas seperti itu memang harus diakomodasi dan tidak akan melemahkan kita tetap mendahulukan dialog dengan pikiran waras, rasional dan berhati nurani. Teruslah berjuang tokoh-tokohku di JIL. Wassalam.

Posted by MusaAbu  on  09/26  at  09:10 PM

Dengan menyebut nama-MU ya Alloh yang maha pengasih dan penyayang.

Tuhan, dengan ijinmu, malam ini aku menulis tulisan ini.

Tuhan apakah engkau akan menidurkan Ulil malam ini dan besok Kau tidak akan membangunkannya lagi untuk selamanya?

Kalau Ya,

Tolong resapkan dalam hati mas Ulil kesadaran sejati yang haqiqi dari-MU sebelum mas Ulil MATI, ampuni segala dosanya, sembuhkan penyakit “liberalisme” dan pulihkan keyakinan akan kekuasaan-MU

Kalau tidak malam ini Mas Ulil Mati, terserah Engkau dech Tuhan, Engkau lebih tahu.

Tuhan aku sudah ngantuk malam ini, tolong tidurkan aku dalam damai.bangunkan aku dan ingatkan aku untuk selalu menasehati Mas ulil dan teman-temannya yang belum sembuh dari penyakit “liberalismenya”, kasihan mereka, Amin.

Posted by Hamba Sahaya  on  09/25  at  09:10 AM

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq