Doktrin-Doktrin Yang Kurang Perlu dalam Islam - Komentar - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Kolom
07/01/2008

Doktrin-Doktrin Yang Kurang Perlu dalam Islam

Oleh Ulil Abshar-Abdalla

Saya hanya ingin menganjurkan suatu corak keberagamaan yang rendah hati, yang tidak arogan dengan mengemukakan kleim-kleim yang berlebihan tentang agama. Jika Islam menganjurkan etika “tawadlu’”, atau rendah hati, maka etika itu pertama-tama harus diterapkan pada Islam sendiri. Mengaku bahwa agama yang paling benar adalah Islam jelas menyalahi etika tawadlu’ itu.

07/01/2008 16:32 #

« Kembali ke Artikel

Komentar

Komentar Masuk (34)

(Tampil semua komentar, ascending. 20 komentar per halaman)

Halaman 1 dari 2 halaman 1 2 >

Membaca dan merenungi apa-apa yang telah dipaparkan oleh Saudara Ulil mengenai Corak beragama Islam yang tawadlu atau rendah hati sebenarnya sudah disampaikan oleh para ulama besar yang salah satunya adalah Imam Mazhab asy-Syafi`i dalam Syairnya yang berbunyi sebagai berikut :

Kucintakan para salihin tapi bukanlah aku kalangan mereka Moga dengan mereka kudapatkan syafaatnya Kubencikan para pelaku maksiat durhaka Walaupun perlakuanku sama seperti mereka

Bagaimana seorang Imam Mazhab besar pada zamannya berdakwah dengan tawadlu sehingga banyak pengikutnya , sampai sekarang begitu juga cerita-cerita dakwah para wali di tanah jawa yang terkenal dengan Wali songo sehingga islam dapat diterima dan bertahan sampai sekarang dengan ketawaduanya, tanpa angkuh dan ekslusif apalagi dengan kekerasan,

Yang lebih spektakuler lagi yaitu corak beragama pada jaman abad ke 7 hingga pada abad ke-13M dimana masa kegemilangan islam terjadi di Baghdad dan Cordova, khurasan dan cairo yang melahirkan para filsuf, saintis, dan sarjana raksasa muslim seperti : Al-Farabi, Ibn Sina, Al-Khawarizmi, Abu Bakar al-Razi, Ibn Haitham, dan Ibn Rushd,inilah dimana corak beragama dijalankan dengan ketawadluan dan tanpa kekerasan. maka satu hal yang perlu ditambahkan dalam konsep corak beragama tawadlu yang disampaikan oleh saudara Ulil, harus dibangun berlandaskan kebebasan, dan bukan berlandaskan aturan-aturan dan fatwa para ulama konservatif.

Sejarah Islam membuktikan, masa-masa kegemilangan peradaban Islam dicatat ketika pemerintahan dinakodai oleh para filsuf dan pemikir besar, dan mengalami keruntuhan ketika para ulama konservatif campur tangan dan mulai menangkapi dan mengeksekusi para pemikir bebas.

Ini adalah bentuk keprihatinan yang saya tangkap dalam anjuran corak beragama yang rendah hati dan tidak arogan yang disampaikan oleh saudara ulil dengan judul Doktrin-Doktrin Yang Kurang Perlu dalam Islam

#1. Dikirim oleh Iqril Arlen  pada  07/01   07:02 PM

Kebebasan beragama dan berkeyakinan dijamin konstitusi dan itu juga merupakan ajaran Islam. Tidak ada salahnya meyakini atau mengaku agama yang dianut adalah yang paling benar. bagaimana mungkin mau beragama secara benar, jika tidak meyakini atau mengaku agama yang dianut adalah yg paling benar. Atas dasar apa kita memilih agama A, B, atau C, jika itu tidak diamini oleh hati dan pikiran sebagai yang paling benar. Anarkisme Agama terjadi bukan karena klaim kebenaran (meyakini yang paling benar), itu terjadi karena ketidakdewasaan dalam beragama.

#2. Dikirim oleh Ady  pada  07/01   09:01 PM

Kearifan beragama memang sangat diperlukan untuk membangun harmonisasi kehidupan beragama. Duduk sama rendah berdiri sama tinggi dalam berdialog. Kontribusi pemikiran seharusnya mengkontruksi agama, bukan malah mengikis habis nilai-nilai agama yang bersangkutan. Doktrin setiap agama musti ada sebagai furqon (pembeda) dengan agama lainnya. Doktrin agama-agama menjadi sangat penting untuk kehidupan sosial selanjutnya. Apabila terjadi benturan, maka perlu dilakukan dialog yang menjembatani perbedaan. Bukannya merubah secara keseluruhan doktrin agama yang bersangkutan.

#3. Dikirim oleh Syah  pada  08/01   01:01 AM

Agama yang benar adalah: 1. Agama damai yang rahmatan lil alamin 2. Agama yang rendah hati dan tidak angker bagi agama lain 3. Agama yang punya keseimbanagn pada pola kesalehan ritual dan kesalehan sosial 4. Agama yang up to date dan mampu menjawab kebutuhan zaman dimanapun dan kapanpun dia berada 5. Agama yang para pimpinannya membrikan kesejukan dan kedamaian kepada semua mahluk dan alam di jagad raya ini.

Wassalam

#4. Dikirim oleh Harmin Hari  pada  08/01   06:02 AM

Pemikiran Ulil mengenai doktrin2 yg tidak perlu dalam Islam merupakan pemikiran yang baik. Sebuah sumbangan berharga bagi umat Islam yg selama ini terpasung oleh doktrin2 yg tidak relevan lagi dengan situasi Sosial Budaya saat ini. Jika kita kaji realitas saat ini, keterbelakangan umat Islam salah satunya krn doktrin2 yg dipaksakan kpd umat. Klaim kebenaran yg arogan justru akan merusak citra Islam sendiri. Wass

#5. Dikirim oleh Yaris Saputra  pada  08/01   10:01 AM

Kita sudah faham bahwa bahwa alam semesta ini bergerak dalam “keteraturan” yang maha sempurna (itulah HUKUM Yang Menciptakannya)sehingga kita dan makhluk lainnya bisa hidup dengan “nyaman”.

Ahli fisika tahu betul bahwa sebuah inti atom dikelilingi elektron dan penyusun lainnya dalam keteraturan yang sangat sempurna (itulah HUKUM Yang Menciptakannya), jika hukum itu “diganggu” apa yang terjadi “Bang” ledakan nuklir!!

Sedangkan kita yang hidup diantara dua alam; Makro dan Mikro yang tunduk kepada HUKUM Yang Menciptanya mau pakai hukum yang mana??

#6. Dikirim oleh Hermawan  pada  08/01   06:02 PM

Menela’ah konsep keTuhanan berdasarkan self definition tanpa membuka diri terhadap referensi.Sepertinya penulis di kecewakan oleh sistem keTuhanan yang di bawa oleh beberapa ulama yang menonjol tapi kebetulan mengecewakan menurut idiom ulil.Hati2 sahabat,keimanan adalah urusan kita masing - masing terhadap ALLAH, bukan aturan2 yg di dogmakan oleh manusia.Semoga masing - masing dari kita bisa jauh dari hal2 yg fasiq.

#7. Dikirim oleh Rahadian Anggoro Kartiko  pada  08/01   08:02 PM

Tunggu apa lagi, di cut aja wz doktrin-doktrin eksklusif dan fatalisme yang menghambat kemajuan.... cut, cut , cut!!! diganti dengan-dengan doktrin-doktrin ketika islam jaya, ketika dunia mengenal ibnu farabi, ibnu sina, ibnu rushd, dan ilmuwan-ilmuwan legendaris islam lainnya, ketimbang sekarang yang bisanya cuma ngomongin akhirat, surga dan neraka doang..

#8. Dikirim oleh Qinc  pada  08/01   10:02 PM

Mas Ulil, Melihat perkembangan dunia, tidak hanya di Indonesia, dimana partai yg menjual agama dan banyak mendapat dukungan dan menang, akan lebih baik apabila doktrin-doktrin yg tidak perlu ini sebarluaskan. Karena saya rasa dari doktrin ke lima hingga akhir doktrin ini tidak hanya dialami oleh masyarakat muslim tetapi terjadi juga di masyarakat lainnya terutama masyarakat kristen dan yahudi.

#9. Dikirim oleh Ahmad Arief  pada  09/01   10:02 AM

Tidak dapat dipungkiri bahwa pemikiran Mas Ulil semakin hari semakin maju. Namun ada sedikit kritikan, saya sangat menghargai pemikiran-pemikiran briliant Mas Ulil sebagai pemikiran alternatif dalam pengembangan wacana Keislaman moderat dan toleran, namun di satu sisi, bahasa tulis yang digunakan mas Ulil terkadang selalu membuat sebagian atau orang lain kecewa, jengkel, geram, bahkan mungkin sampai ingin mengambil nyawa mas Ulil yang dianggap kafir. Opini ini saya sandarkan kepada tulisan mas Ulil tentang penyegaran pemahaman tentang Islam, dimana mas Ulil menggunakan bahasa yang benar-benar membuat pihak lain kebakaran jenggot. Namun pemikiran tersebut juga patut dan layak disampaikan.Adakah sebuah proses dialogis yang lebih tawadhu’? dimana setiap pihak dapat saling memahami?Kita harus lebih berfiran dewasa, meskipun dalam pemikiran agama yang telah dianggap sebagai keputusan tunggal/hallmark. Jikalau al Qur’an mengajarkan kita “lakum dinukum wa liyaa diin”. Sebuah konsep toleransi yang luhur tentang ajaran hidup dari sebuah kitab suci. Mengapa kita masih belum membawa ayat tersebut kepada adagium “lakum konsep, wa lana konsep. ikhtarim baina humaa!!

#10. Dikirim oleh muhammad yunus anis  pada  10/01   02:01 AM

Ruang - ruang diskusi media elektronik dan Koran umum harus nya berani memuat pemikiran - pemikiran orang JIL,kita bangsa besar tapi masih tidak berani menerima perbedaan,karena kita di ciptakan untuk berpikir dan mempunyai pilihan untuk hidup salut buat JIL

#11. Dikirim oleh Ahmad Mawardi  pada  10/01   05:01 AM

Saya hanya ingin menggarisbawahi bahwa manusia yang mengaku beragama haruslah sosok yang menyejukkan, bukan yang menakutkan, apalagi sosok yang sangar. Semakin tinggi intensitas keberagamaan seseorang, semakin menyejukkan orang itu. Kehadirannya akan membuat orang senang, ucapan-ucapannya sopan, tidak ada kesan sombong, tidak menyiratkan kesan angkuh. Dia adalah orang yang menghargai pendapat orang lain. Memperlakukan sesama manusia dengan kasih sayang. Itu saja. Salam.

#12. Dikirim oleh Harsoyo  pada  10/01   11:01 PM

Mas Ulil, kalau Rasul penerima wahyu dipahami bisa salah, gimana dong cara kita mengetahui mana yang keluar dari mulut Rasul itu yang benar dan yang salah.  Apa ukuranya? akal yang melekat pada kita sungguh terbatas, karena Rasul saja bisa salah menurut Mas Ulil. Jadinya agama yang disampaikan Rasul kalau pake pendekatannya mas Ulil adalah agama yang nisbi. Gitu aja mas tolong dijawab sebisanya, kalau ndak bisa ya belajar mantiq lagi. gitu aja koq repot…

#13. Dikirim oleh sakinah  pada  11/01   05:02 AM

Saya kurang setuju dg Mas Ulil , bahwa doktrin Islam yang menyebutkan Agama Islam bukanlah agama yg paling benar. Maaf mas, firman Allah : innad dina ‘indallahil islam yang lain a’l. : “Barang siapa yang mengambil agama selain Islam nanti akan merugi ?. Komentar saya : Pemeluk Islam harus yakin bahwa Islam adalah yang paling benar,. Itu hal yang essensial dan kaitan dg “ tawadzu” bukan seperti yang mas Ulil sampaikan. kalau orang Islam yang masuk Islam secara “ kaaffah “ otomatis dia harus bersikap tawadzu. kalau ada distorsi, bukanlah doktrin nya yang salah, tapi pemahaman nya yang salah.

#14. Dikirim oleh M.Sholeh Kosim  pada  12/01   04:01 PM

Ada yang benar dari pendapat mas Ulil, namun ada juga yang tidak sependapat dengan saya pribadi. Memang betul, ada doktrin-doktrin yang berkembang di masyarakat yang sebenarnya membuat kemunduran umat islam.Ya kemunduran umat islam itu sendiri, bukan kemunduran islam dari sisi agama. Karena islam itu sendiri tidak pernah mundur, Al-quran telah di jamin Allah keselamatan, keaslian sampai akhir zaman. Namun karena ketidakmampuan “umat” islam dalam menggali ilmu dan manfaat yang sangat banyak dalam Al-quran itu sendiri”.

#15. Dikirim oleh redho kherkhorian  pada  12/01   11:01 PM

Saya setuju dengan tanggapan perlunya doktrin sebagai pembeda(identitas) agama. Tapi doktrin “boleh” dan “harus” bisa dipertanyakan, sehingga bisa didapat penjelasan rasional dan kemudian berfungsi sebagai penguat keimanan, bukan sebagai landasan untuk menyalahkan pemeluk agama lain. Kan “lakum dinukum waliyadin”

Saya percaya Islam agama paling benar,dan Nabi Muhammad rosul terakhir.Tapi tidak menjadi masalah bagi saya bila ada orang yg mengaku sebagai rosul baru, ataupun membawa agama baru.Toh , saya sudah memiliki keyakinan..dan keberadaan mereka (rosul,agama baru) tidak mengganggu ataupun mengurangi kebenaran dan keagungan Islam dalam keyakinan saya. Seharusnya kita menghargai keyakinan orang lain, sebagaimana kita ingin orang lain menghargai keyakinan kita.. jangan mencap orang lain sesat, sebgaimana kita tidak ingin dicap sebagai pemeluk agama doyan perang.

Tapi dalam tulisan mas Ulil saya rasa pada poin ke-8 harus dihubungkan dengan poin-10.. Bahwa ada bagian dalam Al-Qur’an yg bersifat supra historis dan tidak.. oleh karenanya hukum yg termuat pun bersifat sama (ada yg berlaku mutlak dan juga tidak).. dan tentu sangat perlu adanya pembaharuan dalam masalah syariah.. terutama dalam hal relasi antar manusia (sosial) dan alam..dan kita harus mulai menghilangkan pandangan fatalis dalam beragama.. Toh, Allah menilai usaha kita..walau Dia yg menentukan dan menilai hasilnya.

Tentang Nabi Muhammad yang tdk lepas dari kesalahan saya setuju dengan pendapat mas Ulil, meski mungkin sedikit berbeda. Saya percaya Nabi Muhammad adalah Insan kamil, dan “manusia paling sempurna”...sekali lagi manusia..jika kita melepaskan nabi dari “kesalahan” maka kita menjadikan Nabi sebgai Tuhan. Bukankah ada kisah dimana Nabi ditegur Allah (seingat yg saya pernah dengar, maaf karena sy bukan penghafal yg baik mk lupa sumbernya… :p) Apakah Nabi lalu tidak bisa dipercaya? Tentu saja bukan begitu… Al-Quran dijamin keasliannya, bila sampai sekarang masih sama, itu karena satu hal “mu’jizat”..seperti Isa yng lahir tanpa ayah (dlm kepercayaan Islam), dimana menurut ahli biologi mungkin terjadi namun hanya terjadi sekali dalam sejarah...hanya satu kata “mu’jizat”...fakta dari sekian juta kemungkinan defiasi....

#16. Dikirim oleh Muhammad Rosyid Budiman  pada  14/01   12:02 PM

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh ada beberapa dari pendapat sudara yang menurut saya ada benarnya, memang dalam sebuah firman Allah yang diperkuat hadist Muhammad menjelaskan hal-hal yang sesuai dengan pendapat saudara diatas sebagai salah satu penyebab kemunduran umat islam...tapi dilain hal, beberapa doktrin yang menurut anda salah justru sebagai pengikat dan mempererat kekuatan islam sendiri.

saya pribadi tak akan menolak akan adanya 70 lebih kelompok kaum islam nantinya, ini juga sudah dijelaskan didalam AlQuran dan Hadist tapi tegas saya akan menolak kalu dikatakan sikap kita untuk meyakini beberapa doktrin diatas sebagai suatu hal yang mubazir… silahkan kaji lebih dalam lagi kitab suci Anda...saya harap kitab yang sama akan membuat pikiran kita semua lebih jernih wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

#17. Dikirim oleh zaenal mubaroq  pada  14/01   10:01 PM

Sdr Ulil, sepanjang saya membaca artikel anda, saya hanya bisa beristighfar dan membaca ta’awudz berulang-ulang. Takut kalau saya ikut tergelincir dengan pola pikir saudara. Karena semua klausul yang anda anggap doktrin tersebut nyatanya adalah akar dari ajaran Islam. Mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai rasul dan nabi terakhir adalah akidah yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, begitu pula dengan meyakini Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai sumber hukum bagi manusia merupakan ajaran fundamental dalam Islam. Apalagi dengan keyakinan bahwa Ad-din yang diterima disisi Alloh dan yang paling benar adalah Islam yang memberikan ghirah bagi keberagamaan kita sebagai umat islam. Lalu kalau semua ajaran fundamental yang merupakan jiwa dan inti dari islam itu harus dicerabut dari hati seorang muslim, Islam yang mana yang sdr Ulil maksudkan? Kalau demikian jangan lagi mengaku sebagai muslim, buat saja agama baru yang sesuai selera dan mengadopsi seluruh pikiran-pikiran anda, tapi jangan bawa-bawa nama Islam. Terlalu agung dan mulia ad-din Islam untuk dipotong-potong oleh seorang anda, sdr ulil.

#18. Dikirim oleh Fauzi Rahman  pada  15/01   04:02 AM

Ya memang sebenarnya pemikiran mas ulil smakin brilian, tetapi dgn niat & tujuan yg sama2 demi kemajuan Islam, mestinya JIL juga tdk perlu menggunakan doktrin2 yg ‘ekstrim’ sehingga pihak2 lain kebakaran jenggot. tentu akan percuma jika pemikiran2 JIL pd akirnya cuma jd wacana baik di internet maupun di kalangan akademis kota saja. JIL jg mestinya piawai berdialog & bisa dgn mulus memasarkan idenya dg kaum radikal sekalipun. kenapa NU bisa sampai ke pelosok2 desa? karena memang benar2 membumi. bisakah JIL membumi secara pelan2 ?

Doktrin JIL yg kurang perlu diantaranya :

- Islam blm tentu benar. Opini saya, kalo kita sdh memeluk suatu agama/kepercayaan, sdh brg tentu kita wajib mengimaninya, termasuk kpd Tuhan, kitab, rasul, & ajaranNya. Jadi kita harus merasa mantap bahwa agama yg kita peluk itu benar. Akan tetapi, mungkin maksud JIL begini, kita jangan buru2 sombong bahwa ‘pemahaman & pelaksanaann’ kita kpd Tuhan, kitab, rasul, & ajaranNya SUDAH BENAR, lalu mengkafirkan pemahaman orang lain bahkan sesama pemeluk. demikian mas ulil?

- Nabi Muhammad blm tentu nabi/rasul terakhir. Opini saya, sesuai kalimat syahadat sajalah. jadi gak perlu ada yg ngaku-ngaku sbg rasul lagi. tetapi yg namanya pembawa kebenaran memang tdk berhenti pd Rasul & finish begitu beliau wafat. toh Tuhan jg msh perlu menyampaikan pesan2-Nya kpd manusia dgn cara2-Nya. shg kebenaran/ilmu jg bisa dtg darimana saja. bahkan dari bayi yg baru lahir. mas Ulil jg banyak membawa kebenaran, tapi kalau aku harus mengganti syahadat dgn ditambahi nama mas Ulil....ya nanti dulu hehehe....

- Negara/keluarga yg dianggap Kafir malah maju. Opini saya, kalau sdh berhubungan dgn negara/keluarga maka agama nyaris tdk terpakai. bahkan Tuhan pun mungkin bisa dilupakan. “sekumpulan setan jika berniat & sepakat bikin negara/keluarga maka terbentuklah negara/keluarga”. maka tdk aneh jika negara atheis jg banyak yg eksis. dan blm ada kabar kerajaan setan pada berperang. yg utama adalah kesepakatan. so, jika niatan utk bikin negara Islam tdk disepakati ya jangan dipaksakan.

- Agamawan sibuk ngurusi ritual shg masalah yg real terlupakan. Ah, JIL juga sibuk dgn ide-ide nya, sehingga lupa ikut mengurusi Lapindo kan? hhehehe…

- Ibadah sosial lebih penting daripada ritual. Keduanya penting, berusahalah utk jadi yg sempurna.

- Umat Islam sbg mayoritas sering tdk fair. Menurutku, tdk ada jaminan jika yg mayoritas bukan Islam bakal lebih fair. Dimanapun sama, bangsa/suku/ras/agama/golongan yg jadi mayoritas perilakunya sama. itu sdh bawaan dari sononya. Cita2 setiap manusia adalah utk menjadi yg Ter...blablabla. tapi saya salut jika JIL punya niatan merubah karakter tsb. tapi jujur saja, saya gak mau berubah nasib jadi minoritas!

Demikian yg bisa saya sampaikan mas.

#19. Dikirim oleh dhani  pada  15/01   12:02 PM

Sampai saat ini saya masih melihat bahwa mas ulil masih belum bisa membedakan mana umat islam dan islam ( agama ). Sudah jelas islam sebagai agama adalah tuntunan dan pedoman untuk memecahkan permasalahan. kita akui memang dalam pemahaman agama islam ada perbedaan cara pandang oleh umat islam sendiri, tapi hal itu bukan berarti seandainya ada pemeluknya yang salah penafsiranya bukan berarti agama islamnya yang salah, kalau kita sebagai umat islam dan masih meyakini bahwa ada yang salah dalam agama kita tentu kita akan berpikir 10000X untuk memeluk agama islam ini. jadi cobalah mas ulil kembali berpikir sederhana lagi yaitu bedakan lagi antara perilaku pemeluk islam dan Islam sebagai agama.Tidak semua kajian ilmiah itu tanpa batas, seperti juga tidak semua yang di dunia ini absolut.

#20. Dikirim oleh andi trihandoyo  pada  15/01   09:01 PM
Halaman 1 dari 2 halaman 1 2 >

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq