Islam Badîl dan Islam Bedil - Komentar - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Editorial
22/01/2006

Islam Badîl dan Islam Bedil

Oleh M. Guntur Romli

Pendek kata, misi Islam sebagai bedil adalah melenyapkan segenap ide dan gagasan kemanusiaan yang bersumber dari hasil olah nalar kreatif tanpa menyodorkan alternatif apapun. Karena itu, yang mengemuka adalah Islam sebagai bedil, bukan Islam sebagai badîl.

22/01/2006 23:50 #

« Kembali ke Artikel

Komentar

Komentar Masuk (13)

(Tampil semua komentar, ascending. 20 komentar per halaman)

Halaman 1 dari 1 halaman

Setelah saya membaca tulisan anda, sdr. M. Guntur Romli saya merasa bahwa tulisan saudara sebagian ada benarnya, namun satu hal yang sangat disayangkan tulisan saudara terkesan kurang arif untuk memandang adanya perbedaan pemahaman diantara kaum muslimin, sehingga saya merasa kurangnya kesejukan dari tulisan saudara. Saya bukan termasuk golongan ikhwanul muslimin, bukan pula hizbut tahir atau pun ICMI, atau pun kelompok Islam lainnya, saya hanya seorang muslim, tapi jika/seandainya saya menjadi seorang anggota di antara ketiga kelompok di atas saya bisa jadi “merasa diadili” oleh tulisan saudara. Padahal siapa yang berhak mengadili tentang perbedaan kita di sini?.  Saya hanya memberikan pendapat, mohon maaf jika pendapat saya juga dirasakan “mengadili” saudara, padahal bukan itu tujuannya.  Salam sejahtera.

#1. Dikirim oleh rais sonaji  pada  23/01   05:02 AM

Saya kira apa yang anda sampaikan dalam tulisan anda pada beberapa bagian ada benarnya, tapi terkesan kurang arif. Saya juga bukan orang yang paham sekali tentang Islam, tetapi ketika berhubungan dengan keyakinan, saya pikir memang harus fanatik, dalam artian memegang secara teguh, tapi tidak destruktif. Tidak benar bahwa Islam bukan agama yang menjunjung tinggi kemanusiaan, padahal itu termasuk inti dari ajaran agama Islam, seperti yang saudara kemukakan bahwa misi Islam adalah melenyapkan ide dan gagasan kemanusiaan yang bersumber dari olah pikir manusia. Bukankah agama Islam itu sangat menjunjung tinggi tentang penggunaan akal? Saya kira saudara lebih mengetahuinya.

#2. Dikirim oleh Asmuddin  pada  24/01   01:02 AM

Menurut saya Pak Guntur ini sebaiknya memahami dan mendalami dahulu apa itu Islam dan bagaimana perannya dan apa saja yang sudah Al-qur’an tuliskan mengenai ilmu pengetahuan yang semuanya diakui oleh para ilmuwan eropa. Tidak seperti kitab Injil yang isinya bertentangan dengan ilmu pengetahuan modern sehingga ilmuwan sebesar Galileo dihukum untuk menarik kembali pendapatnya tentang peredaraan tata surya. Jadi sebaiknya Pak Guntur tidak menghakimi terlebih dahulu agama Islam.

#3. Dikirim oleh Ronald mukhklisien  pada  24/01   02:02 AM

Sangat menarik artikel Sdr Romli ini, tapi kebetulan saya sependapat dengan komentar sebelumnya.  Saya pikir kalau kita berangkat memahami Islam dengan hanya mengandalkan pemikiran kita semata, atau Islam hanya dijadikan kajian ilmiah belaka yang harganya ditentukan oleh banyaknya dukungan pendapat atau bahkan penolakan terhadapnya, maka jelas Islam akan ditafsirkan sebagai bedil. Islam atau Alquran dapat kita katakan sebagai alat yang bisa diapakan sesuai dengan tujuan kita.  Yang perlu kita jadikan pertanyaan , untuk apa kita ber Islam ? Terima kasih.

#4. Dikirim oleh Muhammand Fatoni  pada  26/01   08:01 AM

Membaca tulisan ini saya jadi teringat dengan salah jenis binatang purba yang sangat gagah, namun akhirnya punah karena tidak mampu beradaptasi dengan perkembangan jaman. Dan ternyata binatang yang kecil-kecilyang dahulunya mungkin dianggap tidak ada jika dibandingkan dengan ukuran binatang purba, atau menjadi santapan mereka saja, malah bertahan menghadapi periode masa yang sangat buruk.

Saya membaca sejarah, islam yang begitu digdaya, hanya dalam waktu sewindu mampu meruntuhkan kekaiaran binzantium atau romawi barat di bawah kekuasaannya dan melahirkan tokoh-tokoh hebat di dalam sejarah seperti Sultan saladin, perlahan-lahan menjadi loyo dan hanya menjadi sekumpulan pejuang kebebasan yang tidak mendapatkan simpati masa, dengan berbagai aksi teror, al qaeda, hamas, pejuang pinggiran. Lalu di mana kebesaran Islam di jaman dinasti abbasyiah? Apakah Islam akan menjadi dinosaurus yang suatu saat nanti akan punah jika ia tidak mau merubah dirinya dan terus menerus tinggal dalam keangkuhannya?

Padahal ketika kapitalisme menjadi momok bagi praktek perekonomian dunia dan komunisme menjadi momok bagi kebebasan manusia, seharusnya Islam sedang diberi kesempatan untuk menunjukkan eksistensinya sebagai salah satu agama rahmat yang dapat memberikan kesejahteraan bagi umat manusia. Sayangnya Islam terlalu angkuh dengan penerapan syariah dan kaidahnya, sehingga kompetitor yang lain menyerobotnya - ideologi komunisme kapitalisme khas cina misalnya! Dan sekarang apa ?

Memang sayang jika dinosaurus itu perlahan-lahan menjadi lemah dan akhirnya punah!

#5. Dikirim oleh tatag triyahyo adi  pada  01/02   09:02 AM

menurut saya, pemikiran saudara Tatag sangat absurd dan lucu, dia menulis : Saya membaca sejarah, islam yang begitu digdaya, hanya dalam waktu sewindu mampu meruntuhkan kekaiaran binzantium atau romawi barat di bawah kekuasaannya dan melahirkan tokoh-tokoh hebat di dalam sejarah seperti Sultan saladin, perlahan-lahan menjadi loyo dan hanya menjadi sekumpulan pejuang kebebasan yang tidak mendapatkan simpati masa, dengan berbagai aksi teror, al qaeda, hamas, pejuang pinggiran. Lalu di mana kebesaran Islam di jaman dinasti abbasyiah? Apakah Islam akan menjadi dinosaurus yang suatu saat nanti akan punah jika ia tidak mau merubah dirinya dan terus menerus tinggal dalam keangkuhannya?

kemudian dia mengatakan bahwa Islam terlalu angkuh dengan penerapan syariat. LHOO? bukankah zaman Abbasiyah dulu, sistem yang terjad adalah sistem khilafah yang notabene berasakan ISlam !!!. Dia juga mengatakan kalau Hamas itu teroris. Saya tidak menyangka kalau ada manusia yang ketinggalan informasi seperti anda. mungkin anda seperti orang yang kalau dirampok bajunya akan memberi cincin emasnya, kalau dirampok cincinnya dikasih juga sertifikat tanahnya sekalian, sungguh tidak lucu. Anda harus membedakan mana yang memperjuangkan kemerdekaan dan mana yang teroris !! apakah semua pahlawan bangsa kita yang mengangkat senjata melawan Belanda dulu, sama seperti Hamas saat ini, disebut teroris ??? berpikirlah dengan akalmu hai Tatag !!!

#6. Dikirim oleh Jumad  pada  01/02   10:02 PM

Saya kira skrg kita perlu menganalisa lebih jauh tentang apa yg terjadi. Saya sangat tidak setuju jika terorisme yg berjalan di Indonesia hari-hari ini disebut sbg terorisme agama. Semua hal berbau agama yang dimunculkan di permukaan adalah ppengalih perhatian dari isu yg sebenarnya, yaitu penjajahan AS atas semua sumber daya alam Indonesia.

Saya yakin, meskipun Dr Azhari itu muslim, tapi dia adalah agen CIA atau sebangsanya yg menciptakan teror utk mmenghancurkan perekonomian kita dan pada akhirnya kita menjual seluruh aset kita pd AS n kroni2nya. Logikanya, kenapa org Malaysia tdk mengebom kedubes AS or Aussie di Malaysia saja? Kenapa harus Bali? Kalo maksiat sih, di internet bnyk gadis2 Malaysia yg berbuat mesum dgn tetap mengenakan jilbab. Gimana hayo?

#7. Dikirim oleh fajar  pada  03/02   06:02 PM

Salaam, Peu Haba (Apa kabar) Bung Tataq

Ada beberapa hal yg perlu dikoreksi dikoreksi di tulisan anda.  Bizantim adalah Romawi Timur, berpusat di Konstantinopel Istambul sekarang) Waktu sewindu (8 tahun) anda dapat dari mana? Dalam surat Ar-Rum (Romawi), justru Tuhan menceritakan kekalahan Bizantim di negeri terdekat (berdasar beberapa sumber sejarah, Persia). Yang akan tetapi Tuhan (membocorkan rahasianya) bahwa Romawi-Bizantium akan fight-back dan menang

“Bangsa Romawi telah dikalahkan” (Q:30:2)

“Di negeri yg terdekat, dan mereka setelah kekalahan itu akan menang” (Q:30:3)

“Dalam beberapa tahun, Bagi Tuhan-lah urusan sebelum dan sesudah. Dan pada hari itu bergembiralah orang-orang yang beriman” (Q:30:4)

Btw, saat it tiada org yg percaya bahwa mungkin Romawi akan menang lagi. Setelah waktu (menurut sumber sejarah, 7 tahun) Ayat2 tadi terbukti dan Persia menderita kekalahan atas Bizantium

Bagian terakhir dr ayat (4), menceritakan keadaan bahwa di hari kemenangan Romawi tersebut adalah hari dimana keaslian firman tuhan terbukti.

Salaam =JS=

#8. Dikirim oleh Jeffry Syam  pada  03/02   09:03 PM

bang tataq… saya tersenyum simpul saat abang menyatakan bahwa islam saat ini seperti dinausaurus yang besar dan kemudian punah karena tak mampu mengikuti perkembangan zaman. tapi saya tertawa saat membaca tanggapan pak jumad dan saudara jeffry yang ternyata tak dapat membaca esensi apa yang sebenarnya termaktub dalam tulisan abang. anda benar saat mengatakan hal itu,kita slama ini begitu getol dan doyan sekali mengusung formalitas islam (baca syariat islam)sebagai satu-satunya alternatif untuk mengatasi segala kehancuran dunia,sehingga kemudian hal-hal yang dipandang tidak sesuai dengan syariat kemudian dimarginalkan bahkan dianggap kafir.. pak jumad..apakah anda mendpatkan informasi bahwa dalam sistem kekhalifahan abbasiyah dipenuhi dengan intrik berdarah??dan juga saat itu sistem demokrasi sama sekali diharamkan dan juga para petingginya banyak yang korup dan bejatmoral?? saya fikir sistem yang terbaik masih tetap demokrasi,karena pada sistem ini kita masih terus bisa melakukan evaluasi apabila kemudian terjadi penyelewengan. biarlah islam menjadi rahmatan lil alami dan bukan hanya menjadi milik satu golongan agama saja tanpa harus kemudian diformalkan yang kemudian menjadikan kita terkungkung didalamnya dan..kalau anda mengajak saya untuk mendirikan negara berdasarkan syariat islam??s ya dengan tersenyum akan menolaknya terimakasih

#9. Dikirim oleh rynal may f  pada  05/02   10:03 PM

Adalah kembali pada sikap kurang intelektual yang kita tujukkan dalam menghadapi kritik atau berbagai isu-isu yang menerpa Islam yang baik atau yang buruk. Sikap tidak intelektual ini sering kita tunjukkan melalaui :

1. Perdebatan yang menggunakan azas POKOKNYA, tanpa perjumpaan dalil atau pembuktian yang baik, jika tidak sama paham atau Anda menyinggung saya awas, atau sikap ignoran agamaku agamaku dan agamamu agamamu. Sungguh sangat disayangkan bahwa pendidikan yang ada di negara ini tidak merubah manusia Indonesia menjadi lebih intelek dan terbuka, tapi malah semakain menutup dan hidup dalam aneka tahyul dan kebodohan.

2.Selalu menafsiran segala sesuatu secara leterlek. Misalnya dikatakan “Jangan membunuh” leterleknya memang jangan membunuh saja. Padahal pendekatan yang lebih jauh terhadap perintah ini dapat bermakna cintailah kehidupan, jangan memaksakan kehendak atas nyawa orang lain, tidak ada darah yang halal apalagi darah manusia.

2. Sikap INTIMIDASI menggunakan kekerasan terhadap hal-hal yang menyentuh / menyinggung ISLAM. Seperti fatwa darah halal, “Awas kami sudah peringatkan” gaya salah satu kelompok radikal. Satu hal yang sedang menghangat tolong lihat sikap “umat Islam sedunia” dalam menghadapi isu karikatur muhammad oleh media Eropa yang dianggap menyinggung. Bahkan pada cendekia Islam sendiri yang ada di Jordan, Aman, dan mungkin masih banyak lagi mengatakan bahwa sikap yang ditunjukkan itu terlalu berlebihan. Penyisiran, ancaman pembunuhan, pemboikotan, dan lain sebagainya.

Pertanyaan saya apakah cuma ini saja satu-satunya pilihan untuk bersikap ? Jika memang ada yang lain mengapa sikap yang justru kelihatan sangat menonjol tanpa harus diekspos sekalipun?  Seperti sikap terhadap JAI, grup Dewa, Jamaah Lia, Jamaah Berbahasa Indonesia, Anjasmara, dll.

3. Jika ada tuduhan terlontar kepada Islam sebagai sumber teroris bukan sikap seorang gentelemen yang ditunjukkan seperti : “Yes Sir. We will work hard to solve our problem.” Benar atau tidak tuduhan itu, itu adalah sebuah sikap gentlemen yang baik. Namun sebaliknya jawabannya langsung, “Ngga, ngga ada itu....Ah itu buatan Anda saja. Azhari CIA. Itu ulah Amerika! Atau apa saja yang intinya hanya membolak-balik kata namun TIDAK BENAR-BENAR SERIUS MENYELESAIKAN PERMASALAHAN yang ada di dalam tubuh ISLAM.GEJALA KEKERASAN YANG TERUS MENERUS MEMBUDAYA.” Bukankah lebih baik menyelesaikan masalaha seperti mengatakan : “BOM BUNUH DIRI ITU HARAM HUKUMNYA”.

Dengan berbagai sikap di atas, tidak akan membawa sejengkal kemajuan pada dunia Islam dewasa ini. Bahkan Islam di negara kita jika tidak hati-hati akan semakin jauh dari nalar sehat, terlibat pada radikalisme, dan berakhir menjadi pejuang pinggiran atau SOSOK DINOSAURUS yang semakin terseok-seok. 

Anda tahu mengapa Dinosaurus itu mati semua? Karena ia berdiri pongah ketika meteor datang menghantam dirinya. Tidak seperti binatang-binatang kecil yang lari bersembunyi untuk menyelamatkan dirinya. Dan Anda tahu siapa yang akhirnya selamat? Mereka yang kecil-kecil yang bersembunyi di tempat yang terlindungi, mungkin juga oleh tubuh pongah dinosaurus yang menatap langit.

#10. Dikirim oleh tatag triyahyo adi  pada  06/02   01:02 AM

Saya setuju sekali dengan pendapat mas fajar di atas. Bahwa banyak ustad2 yg berkedok islam tapi mendapat sponsor dari pihak luar untuk menghancurkan Indonesia. Contohnya: Ustad Abu Bakar Baasyir, udah mapan di malaysia yg notabene negara lebih mapan dan makmur ngapain juga kembali ke Indonesia? Kalau mau melawan AS kenapa nggak di malaysia aja? toh banyak sekali investasi AS di malaysia. Demikian juga Ustad jaffar panglima laskar jihad yg tiba2 aja muncul, darimana duitnya sampai bisa beli senjata banyak bener dan menghidupi sekian banyak orang utk berjihad di ambon. Apa menang lotere? Nggak mungkin karena haram, Apa dia bekas pengusaha/pejabat kaya jaman Orba? Nggak juga. Pasti ada pesan sponsornya karena nggak mungkin ujug2 banyak duit khan. Demikian juga dgn ustad2 lainnya. Semoga kita tetap bisa berpikir rasional dan tidak silau oleh pemikiran2 yg kesannya demi kemajuan agama Islam, entah itu liberal, fundamentalist, etc, padahal mereka punya tujuan tersendiri yg kita tidak tahu.

#11. Dikirim oleh Ahmad Arief  pada  06/02   08:02 AM

Betul bung, kita harus kritis dengan AB Baasyir dan Jafar Thalib tentang dana dan tujuan mereka. Tetapi, pertanyaan sama harus diajukan ke teman-teman JIL.

1. Aktivis JIL tidak punya pekerjaan tetap, terus mereka darimana buat bayar tagihan setiap bulan, kalau cuma bisa menulis saja. Siapa ya donaturnya. 2. Membuat dan memelihara website Islamlib.com yang Anda lihat ini, butuh dana sangat banyak lho. Darimana ya dananya ya? 3. Membuat kajian pada rubrik Jawa Pos, mahal lho, masak Jawa Pos memberi rubrik kajian gratis. Darimana ya “Utan Kayu’ dapat duit. 4. Biaya untuk seminar-seminar dan pemberian award (Ahmad Wahib Award) buat pada penulis tentang pluralisme Islam, darimana dananya? Itu besar lho Mas Arief! 5. Buat operasional markas Utan Kayu dan penyiaran di jaringan-jaringan radio Indonesia, kan perlu dana juga, mari kita juga kritis terhadap komunitas sendiri sebelum kritis dengan Baasyi dan Ja’far Talib. 6. Tolong dong komentar saya ini diposting. Kalau tidak, ya memang JIL tidak ‘kebal’ kritik dong!

Makasih mas Arief

#12. Dikirim oleh Anandita BS  pada  08/02   02:03 AM

Tentu kita tidak setuju jika semata-mata bedil yang berbicara. Tapi saya lebih yakin dengan pendapat bahwa Islam itu adalha jalan hidup seorang muslim, kalo yang bukan muslim mau milih jalan hidup lainnya ya monggo. Ketika sesuatu ilmu itu ternyata bertentangan dengan Islam, tentu kita harus tolak. Tapi juga tidak semuanya kita haramkan. Dalam kata hikmah kan disebutkan: Hikmah adalah benda orang beriman yang hilang, di mana saja ia menemukannya maka ia mengambilnya. So, islamisasi ilmu itu sudah seharusnya bagi orang yang mengaku beriman kepada Allah Yang Mulia. Misal ketika Freud mengatakan bahwa isnting asal manusia adalah seks melulu, ini akan berbeda dengan pernyataan Allah, setiap kelahiran itu adalah membawa kebaikan. Atau ayat “maka Allah ilhamkan kepada jiwa itu kefujuran dan ketakwaannya.” So, apakah seorang muslim yang beriman kepada Tuhannya akan menerima teori Freud itu? Jika ia menerima maka ia telah bermuka dua, saat pengajian mengatakan manusia itu asalanya fitrah (baik dan suci) pada saat kuliah mengatakan manusia itu seks saja pikirannya.  Kita menolak Islam yang semata-mata dengan bedil, tapi islam sebagai way of life adalah keniscayaan. Allahu a’alam. Allah YAng Lebih Tahu Tinimbang Kamu dan Aku.
-----

#13. Dikirim oleh Cahyo  pada  17/01   08:02 PM
Halaman 1 dari 1 halaman

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq