Ketika Agama Disentuh - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Gagasan
01/08/2003

Ketika Agama Disentuh Akibat disahkannya RUU Sisdiknas

Oleh Khoirun Nasichin

Seharusnya, seluruh umat beragama bersatu dalam rangka menyelesaikan problem kerakyatan yang menjadi agenda besar setiap agama, bukan malah menambah problem yang hanya akan merugikan diri sendiri, bahkan mengancam kestabilan bangsa yang sedang dalam kondisi koma.

Indonesia merupakan satu negara pruralis, yang terdiri dari bermacam-macam suku bangsa, agama yang masing-masing memiliki latar belakang yang berbeda-beda terbentang mulai dari ujung pulau sumatera sampai ujung pulau irian jaya.

Memang hal ini merupakan satu kendala, ketika negara tidak mampu meredusir semangat fanatisme sektarian setiap sekte yang ada. Namun bukan jalan kekerasan yang harus ditempuh dalam melakukan hal tersebut, seperti kasus Aceh yang sampai saat ini masih belum selesai dan tidak sedikit menelan biaya bahkan nyawa orang-orang tak berdosa ikut melayang akibat hal tersebut. dengan tujuan agar rakyat indonesia berteriak satu nusa, bangsa, bahasa indonesia dengan hati yang tulus tanpa adanya tekanan sedikitpun. Sebaliknya disintegerasi bangsa akan terjadi manakala pemerintah tidak mampu melakukan hal tersebut, sepertiyang terjadi sekarang di serambi makkah.

Bertolak pada disahkannya RUU Sisdiknas _+ 2.5 bulan yang lalu merupakan satu kesalahan dalam upaya menjaga keutuhan bangsa Indonesia. Karena dalam RUU tersebut terdapat satu pasal yang kelihatannya dapat memicu semangat fanatisme sektarian agama. Ketika kontradiksi antara pendukung dan yang menolak sama-sama turun jalan di sepanjang jalan Jl. Malioboro Yogyakarta, saya sempat bertanya kepada seorang anggota massa yang menolak, kebetulan ia adalah seorang pastur “Bagaimana jikalau usaha bapak ini gagal, apakah bapak akan melaksanakan UU ini?” Ia menjawab tidak. Kemudian saya bertanya balik, bagaimana jika anda dihukum? Ia menjawab, “Dari sekarang kan kami sudah menolak”. Sementara itu para pendukung RUU duduk di depan kantor pos dengan seorang orator dengan nada emosi berteriak “Barang siapa yang menolak RUU berarti KAFIRRRR......................”. Untungya pada saat itu banyak aparat sehingga di antara dua kubu tersebut tidak terjadi chaos. Hal ini menunjukkan bahwa umat beragama yang ada di negeri ini tidak dapat disentuh.

Pasal 13 merupakan salah satu dari 60-an lebih pasal yang telah menyebabkan hal tersebut diatas terjadi, yaitu masalah pendidikan bagi peserta didik yang beda agama dengan institusi pendidikan, maka peserta didik tersebut harus mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama peserta didik tersebut.

Secara kasat mata hal ini dapat diterima, akan tetapi ketika kita melihat hal tersebut lebih jauh, maka kita bisa melihat keganjalan yang bisa menjadi pemicu disintegerasi bangsa. Sebenarnya, umat beragama terjebak atau memang sengaja dibuat sehingga hidden agenda bisa berjalan mulus. Seharusnya kita lebih waspada sebelum kita bertindak, ada apa di balik semua itu?

Dalam hal ini saya mengambil contoh pasal 27, yang bagi saya merupakan hidden agenda yang mengatur tentang pendidikan jarak jauh. sudah jelas diterangkan dalam tafsiran pasal tersebut bahwa peserta didik dapat kuliah didepan media elektronika tanpa harus bertatap muka dengan dosen dan nantinya ia akan mendapatkan ijazah seprti yang lain.
hal ini merupakan penelewengan pendidikan yang menjadikan pendidikan sebagai komoditas dan media untuk mencari keuntungan. Berarti pendidikan tak ubahnya barang dagangan yang ketika ada yang berani bayar mahal maka ia akan dapat tanpa melihat apakah barang ini bagus atau jelek.

Kita tahu bahwa pemilik teknologi adalah kaum kapitalis. Dengan demikian berarti kita ikut memperkaya barat padahal kita masih sekarat.
Hal ini masih belum seberapa ngeri. Lebih ngeri ketika luar negeri mendirikan institusi pendidikan di Indonesia, maka hal ini merupakan lubang kubur bagi institusi pendidikan lokal yang not enugh money.

Institusi pendidikan luar negeri tersebut akan mencetak peserta didiknya sesuai dengan permintaan pasar yang mereka ciptakan sendiri sehingga para peserta didik yng nota bene pemuda indonesia tidak akan lagi peduli akan problem kerakyatan yang ada karena didalamnya sudah tertanam doktrin dari institusi pendidikan yang mereka ikuti.

Pendidikan indonesia seharusnya berbasis kerakyatan, sehinga seluruh anak usia sekolah tidak lagi berada dijalanan dan pendidikan tidak hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang sajaserta kurikulumnya harus disesuaikan dengan keadaan negara indonesia, sehingga nantinya para peserta didik bisa menjadi intelektual organik yang mampu menjawab realita masyarakat indonesia bukan malah membuat kebijakan yang lebih menguntungkan orang lain sementara rakyat sendidri harus tersingkir.

Itulah realita negara kita, ketika masalah agama disentuh maka masalah lain yang sangat fundamental dibiarka begitu saja. Seharusnya seluruh umat beragama bersatu dalam rangka menyelasaikan agenda kerakyatan yang menjadi agenda besar seluruh agama bukan malah mempersulit rakyat dengan menggunakan dalih agama, dan seharusnya menjadikan agama sebagai media pembebasan rakyat dari keterpurukan, sehingga cita-cita pancasila dan UUD1945 dapat terwujud dan bersama-sama mendorong pemerintah agar lebih memperhatikan problem kerakyatan.

Semoga tulisan ini dapat membuka mata kita, sehingga kita bersama dapat merasakan derita saudara kita yang berada dalam ketertindasan dan menyadarkan sampai pada kesadaran praksis yang membawa perubahan.[]

01/08/2003 | Gagasan | #

Komentar

Komentar Masuk (46)

(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)

Bagi orang yang tidak pernah membaca sejarah nabi Muhammad SAW akan terasa problem pluralisme tapi bagi yang pernah membaca akan dapat mempraktekan apa yang telah lakukan pada umat selain islam jadi persoalannya maukah kita mempelajari ajaran yang telah teruji & terbukti kesuksesanya. setiap perbuatan pasti akan ada pro & kontra karena memang sudah menjadi hukum alam kebenaran akan selalu diuji oleh kebatilan. untuk dapat membuktikan mana yang gobang yang asli mana yang imitasi perlu diadu agar tahu.

Posted by arif himawan  on  05/26  at  03:43 PM

ASS wr wb.
Sebelumnya saya ucapkan trim ksh. saya msh blm mengerti apa yg ingin di bahas dalam UU SISDIKNAS. serta apa persoalan yg menjadi penghambat dlm sistem pendidikan Nasional. lebih-lebih terkait dengan masalah penistaan agama, Bukankah yang saya tahu persoalan agama itu persoalan yg sangat privat. bukan pada lingkup wilayah Umum lanyaknya PARPOL. jadi bagi saya UU SISDIKNAS tdk punya wewenang dlm mengurusi atau mengatur tentang keyakinan ummat beragama, biarkan orang lain melaksanakan keyakinannya, tanpa harus di intervensi oleh lembaga manapun termasuk Negara atau RAja. itu sdh bertentangan dgn Pancasila dan UUD 1945. BHINNEKA TUNGGAL IKA

Posted by AHMAD HAMBALI  on  05/13  at  11:18 PM

Assalamu’alaikum,

Saya berpandangan bahwa tidak seyogyanya negara mengatur agama. Agama hanya bisa diatur oleh Tuhan melalui ajaran agama itu sendiri. Para politisi sangatlah tidak berkompeten untuk memikirkan aspek agama pun integritas mereka diragukan untuk memperdebatkan segala sesuatu terkait agama, termasuk penyelenggaraan pelajaran agama di sekolah swasta. Sederhananya, jika tidak ingin anak kita memperoleh pelajaran agama yang berbeda maka janganlah kita memasukkan anak kita ke sekolah-sekolah dengan background agama yang berbeda dengan agama kita, bukan dengan memaksakan kehendak melalui jalur politik, saya merasa itu sangat tidak elegan dan justru memeperlihatkan ketidakmampuan kita untuk menyelenggarakan sekolah-sekolah muslim yang berkualitas.

Wassalam
Seorang Pendidik di Semarang

Posted by SONY  on  05/11  at  07:52 AM

‘’bismillah’’
salam

yang perlu mgkin ditahu bahwa setiap negara punx.kedaulatan/aturan yang diputuskan/diyakinin bersama untuk tumbuh dan dihormati.’mengenai uu Sisdiknas sebagian saudara yang menganggap JIL itu mulut setan tdk berdasar sama sekali.’sekali la9i jil mengakui perbedaan tapi mempunyai integritas yang jelas dalam perkebambangan dunia islam yang dulu yang relevan maju bersama dalam perkembangan dunia yang penuh dengan pemahaman yang progresif yang bernuansa yang sekirax dapat diterima.’sallam

Posted by mady  on  03/07  at  04:47 PM

Agama harus dipisahkan dari Negara. Negara tidak boleh ngurusin Agama dan tidak boleh juga menggerecoki agama. Tugas mendidik agama haruslah diserahkan kepada masing-2 keluarga, jadi tidak boleh ada pelajaran agama di sekolah-2 negeri di Indonesia. Kalau and Islam tentu tak mau pajak anda dipakai membayari penyebaran Kresten di Papua (mayoritas kresten, maka pelajaran agamanya Kresten, Di Bali Hindu dsb. Kalau anda Kresten, tentu tidak rela kalau anak-2 anda dipaksa belajar Islam atau pajak anda dipakai membayari anak-2 Islam belajar agamanya. Oleh karena itu, pelajaran agama harus di Ban dari kurikulum sekolah negeri.
Terserah bagi sekolah-2 agama kalau mau mengadakan pelajaran tersendiri. Karena negara ini bukan milik agama tertentu, maka pelajaran agama harus DITIADAKAN demi keadilan.

Sangat tidak masuk akal kalau negara harus menyediakan pelajaran agama Budha, Islam Sunni, Islam Shiah, Islam Jamaah, Hindu, Khong Hucu, Kaharingan (Dayak?) Sunda Kawitan (Badui?) Sapta Dharma (Salah satu cabang kejawen terbesar) dan semua kepercayaan yg dianut popoupulasi.
Selain tidak masuk akal, hal itu juga tidak ekonomis, sumber korupsi, merepotkan dan TIDAK ADIL.

Pasti tidak adil karena hanya MUSLIM SUNNI saja yg dilayani dalam prakteknya di sekolah-2 negeri. Ayo akui saja, dan terapkan hal ini.

Posted by Sasis  on  12/09  at  10:30 PM

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq