Melihat Shahrour Mengintip Inul - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Kolom
23/05/2003

Melihat Shahrour Mengintip Inul

Oleh Saiful Amien Sholihin

Sebagian kalangan agamawan merasa risih dan takut munculnya Generasi Muda Nge-fans Inul (GMNI). Inul dianggap sebagai virus yang bisa merusak moralitas penerus bangsa. Inul juga dituduh menyebarkan malapraktik dan tindak perzinaan dan perkosaan. Namun jarang sekali yang mempersoalkan sensualitas goyangan para pejoget dangdut laki-laki yang sering ditayangkan di televisi.

Saat ini, nama Inul Daratista menyeruak ke permukaan. Penyanyi yang menurut sebagian surat kabar dibesarkan lewat VCD bajakan ini menjadi perhatian masyarakat, baik di desa maupun di kota. Belakangan, goyang ‘ngebor’ penyanyi asal Pasuruan, Jawa Timur ini dinilai Rhoma Irama dan sebagian tokoh agama bisa mengundang birahi kaum Adam untuk berbuat perzinaan.

Diakui atau tidak, goyang ‘ngebor’ Inul telah mengundang pro dan kontra. Bahkan tokoh agama sekaliber KH Mustofa Bisri (Gus Mus) telah mengabadikan nama Inul dalam lukisan bertajuk “Berdzikir Bersama Inul” yang digelar di Pekan Muharram di Masjid Agung Surabaya belum lama ini. Tak pelak, lukisan Gus Mus mengundang beragam penafsiran, kritikan, hujatan, dan juga pujian.

Kini, setelah secara terbuka Rhoma Irama dengan sebagian tokoh agama menyerukan Inul berhenti ‘ngebor’, mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) justeru mengatakan Rhoma Irama (dan siapapun) tidak berhak memasung kebebasan berkreasi warga negara yang dijamin UUD 1945 atas nama agama.

Terlepas dari goyang ‘ngebor’ Inul yang memang banyak dikeluhkan kalangan agamawan dan ibu-ibu rumah tangga, ‘fatwa’ Rhoma Irama dengan sebagian juru dakwah, termasuk KH Zainuddin MZ patut diperdebatkan lebih lanjut. Ini terjadi menyusul perdebatan antar-tokoh agama Islam yang sama-sama berpengaruh di grassroots. Bisa jadi perdebatan ini akan membawa umat Islam dalam persimpangan pemahaman. Bisa pula sebagian umat Islam akan menilai Gus Dur sebagai tokoh agama dari NU yang keblinger (tersesat), dan sebagian lagi akan menilai tokoh agama pro Rhoma Irama sebagai kelompok yang sok bener (merasa paling benar). Terlepas dari pro-kontra soal goyang ‘ngebor’ Inul, muncul beberapa pertanyaan mendasar.
Bagaimana seandainya Inul bukan seorang perempuan? Bagaimana jika goyang ‘ngebor’ Inul itu dilakukan pejoget dangdut berkelamin laki-laki? Bagaimana dengan para penyanyi pop, yang meskipun tidak ‘ngebor’ tapi berpakaian mini dan erotis? Bagaimana tafsir keagamaan Islam melihat batasan aurat perempuan? Benarkah erotisme dan sensualitas dalam tafsir keagamaan Islam hanya berlaku bagi perempuan?

Teori ‘Perbatasan’

Untuk masalah aurat perempuan, Mohammed Shahrour dalam “al-Kitab wa al-Qur’an: Qiraah Muashirah” (1992) mengajukan teori perbatasan (hudud). Syahrour mengajukan kategori al-hadd al-adna (perbatasan minimal) dan al-hadd al-a‘la (perbatasan maksimal) saat menafsirkan Alqur’an surat Al-Nur ayat 31.

Menurutnya, kategori al-hadd al-adna dari bagian tubuh yang harus ditutup adalah bagian-bagian yang termasuk al-juyub. Sedang al-hadd al-a‘la adalah ma dlahara minha (wajah, telapak tangan dan telapak kaki). Ia mengartikan kata al-juyub (jamak dari al-jayb) sebagai “suatu hal yang terbuka dan mempunyai dua tingkat, tidak sekedar satu”.

Adapun anggota tubuh yang berlekuk, bercelah dan mempunyai tingkat (al-juyub) bagi kaum perempuan adalah belahan buah dada, bagian di bawah buah dada, di bawah ketiak, kemaluan dan kedua bidang pantat. Meski hidung, mata dan mulut bisa masuk dalam kategori al-juyub, namun ketiganya dikategorikan Shahrour sebagai al-juyub al-dlahirah (biasa terlihat), dan bukan al-khafiyah (harus tersembunyi).

Dalam perspektif ini, perempuan yang menutup seluruh bagian tubuhnya dianggap Shahrour telah melanggar hudud Allah. Begitu juga kaum perempuan yang memperlihatkan tubuh yang termasuk kategori al-juyub. Dengan kata lain, Shahrour memperbolehkan kaum perempuan memakai pakaian sekehendaknya, selama masih dalam batasan antara keduanya dan tanpa maksud menunjukkan al-zinah al-khafiyah (anggota badan yang harus disembunyikan).

Meski gagasan dan pendapat Syahrour di atas membawa angin segar bagi khazanah pemikiran Islam, namun bukan berarti pemikirannya tidak mengundang pro dan kontra. Beberapa nama seperti Jamal al-Banna dan Halah al-‘Ouri telah mendukung gagasan Syahrour. Sedangkan Munir al-Syawwaf, Ahmed ‘Omran, Khaled al-‘Akk, dan Salim al-Jabi menentang pemikiran Shahrour. Nama terakhir ini menuding Shahrour dengan postulat Arab, “kadz-dzaba al-munajjimun wa law shadaqu”. Sedang Munir al-Syawwaf melihat sumber utama pemikiran Shahrour adalah dialektika Marxisme.

Tafsir Kesetaraan

Dalam konstruksi masyarakat patriarkhis, perempuan memang selalu dijadikan ajang ‘budak’ oleh kaum laki-laki. Masyarakat di negeri ini cenderung lebih memperolok perempuan penjaja cinta yang ada di lokalisasi, daripada para lelaki hidung belang yang menjadi pelanggan perempuan penjaja cinta tersebut. Begitupula dalam kasus goyang ‘ngebor’ Inul.

Sebagian kalangan agamawan merasa risih dan takut munculnya Generasi Muda Nge-fans Inul (GMNI). Inul dianggap sebagai virus yang bisa merusak moralitas penerus bangsa. Inul juga dituduh menyebarkan malapraktik dan tindak perzinaan dan perkosaan. Namun jarang sekali yang mempersoalkan sensualitas goyangan para pejoget dangdut laki-laki yang sering ditayangkan di televisi.

Jika ajaran agama dijadikan parameter erotis, atau tidaknya sebuah goyangan yang bisa mengundang kemaksiatan, dan perzinaan, maka parameter itu juga harus digunakan untuk semua pihak, baik Anisa Bahar, Inul, Krisdayanti, Thomas Jorgi, Dukun Alam, dan seterusnya. Ini patut direnungkan semua pihak agar tidak terjadi bias jender dalam tafsir keagamaan, atau dominasi kaum laki-laki atas perempuan dengan berlindung di balik budaya ketimuran, maupun agama.

Dalam perspektif Islam, istilah manusia, baik laki-laki maupun perempuan disebut Alquran dalam dua optik yang berbeda, yaitu sebagai al-basyar (sebagai makhluk hidup secara fisiologis) dan al-insan (sebagai makhluk hidup secara psikologis, berlogika dan punya kesadaran).

Dalam perspektif sebagai al-basyar, laki-laki dan perempuan sama statusnya dengan makhluk hidup lainnya. Sebagai gambaran, untuk memudahkan identifikasi, sebutan ‘perempuan’ diberikan untuk golongan manusia, sedang sebutan ‘betina’ untuk golongan hewan.

Perempuan maupun betina sama-sama punya susunan fisiologis yang serupa. Kedua sebutan itu bisa menerima pembuahan, hamil, mengandung, melahirkan, menyusui, dan seterusnya. Hal yang sama juga berlaku untuk penyebutan ‘laki-laki’ bagi manusia dan ‘jantan’ bagi perempuan. Setidaknya, perspektif bisa dilacak pada ayat: wa min kulli syai’in khalaqnâ zawjayn la‘allakum tadzakkarun (QS al-Najm: 45).

Untuk perspektif sebagai al-insan,ayat: ya ayyuha al-nas inna khalaqnakum min dzakarin wa untsa wa ja‘alnakum syu‘uban wa qabaila li ta‘arafu, inna akramakum ‘inda Allah atqakum (QS Al-Isra’: 70) bisa dijadikan rujukan.

Penggunaan kata al-nas dalam ayat di atas berlaku untuk laki-laki, perempuan, dan juga kelamin non-mainstream. Begitu pula jika ditemukan ayat-ayat yang menggunakan kata al-ladzina amanu, maka khithab-nya juga ditujukan bagi semua pihak, baik berkelamin laki-laki, perempuan, dan kelamin ‘sempalan’.

Dari situ menjadi jelas bahwa Tuhan tidak berlaku diskriminatif dengan melebihkan salah satu jenis kelamin yang ada, kecuali pembedaan itu hanya berdasar pada kualitas amal-perbuatannya.

Dengan begitu, jika goyang ‘ngebor’ Inul dan teman-teman perempuannya dinilai bisa merusak moral anak bangsa, maka goyang ‘ngebor’ yang dilakukan pedangdut laki-laki juga mempunyai nilai yang sama. Karena itu, tuduhan tidak berdasar atas nama agama yang menyebutkan bila perempuan adalah sumber nafsu perzinaan harus segera ditinjau kembali. []

23/05/2003 | Kolom | #

Komentar

Komentar Masuk (5)

(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)

dari mana dasar teory syahroor tentang teori batas? siapapun bisa bikin teori , saya kira dalam teori agama harus punya dasar yang shohih valid. teori-teori tentang tekhnik mungkin tak mengapa jika dibikin tanpa dasar dalil dari al-Qur’an dan Hadits. tanpa mengurangi hormat saya terhadap ilmuan saya kira alangkah kurang bijaknya jika syahror tidak konsentrasi utk membuat teori-teori dunia “ketekhnikan” padahal beliau orang dari kalangan tekhnik (secara akademik).
Terima kasih

Posted by hakim  on  06/08  at  07:39 PM

Goyang ngebor Inul merupakan suatu ekspresi kebebasan asasi. Tetapi goyang tersebut berdampak negatif bagi sebagian orang sehingga muncul pendapat yang pro dan kontra terhadap goyang ngebor tersebut. Bagi saya goyang ngebor inul merupakan suatu seni, terlepas dari boleh atau tidaknya dari pandangan agama. pendapat yang mengatakan bahwa goyang ngebor inul bisa mengundang dan membangkitakan gairah seksual bersifat relatif. Tuduhan yang dialamatkan kepada inul lebih bernuansa ekonomis daripada agamis.
-----

Posted by syahrifuddin nasution  on  05/27  at  07:06 AM

Saya cuma bertanya, sahihkah pendapat Sahrour itu? Apa dasarnya dia berpendapaat seperti itu? Apa dia bersandar pada Alquran & hadis sahih?  Mungkin dia belum melihat ayat-ayat dalam al-Quran & hadis-hadis sahih yang jelas-jelas mengatur aurat.

Dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah s.a.w. bersabda:

“Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya itu: (l) Kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam); (2) Perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat dan mencenderungkan orang lain kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka ini tidak akan bisa masuk sorga, dan tidak akan mencium bau sorga, padahal bau sorga itu tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian.” (Riwayat Muslim, Babul Libas)

Umat Islam meyakini, syari’at memerintahkan untuk menutup bagian-bagian tubuh tertentu, yang dalam bahasa fikih disebut aurat. Dasar hukumnya adalah surat an-Nur:ayat 30 dan 31, serta al-Ahzab: ayat 33 dan 59. Ada yang meyakini ayat-ayat ini sudah sangat jelas menentukan batas-batas aurat, perempuan dan laki-laki. Padahal kalau diamati, ayat-ayat tersebut merupakan anjuran-anjuran moral yang bersifat umum, seperti perintah menahan pandangan, tidak mempertontonkan perhiasan dan menutupkan kerudung ke bagian tubuh yang terbuka, serta tidak dengan sengaja bertingkah menggiurkan (tabarruj). Untuk lebih jelas kita kutip ayat dari surat An-Nur tersebut:

“Katakanlah kepada para laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangan dan memelihara kemaluan; karena yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat (30). Katakanlah juga kepada para perempuan yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangan dan memelihara kemaluan, dan hendaklah tidak menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang (biasa) nampak. Dan hendaklah menutupkan kain kerudung ke dada mereka” (31).

Posted by sena indrawan  on  05/24  at  03:05 PM

Saya kira jelas. Ketentuan tentang batasan aurat yang datang dari Allah SWT dan dijelaskan di dalam Al-Qur’an, barangtentu akan membawa kemaslahatan bagi siapa saja yang mau mengikuti aturan itu. Hanya saja dalam menafsirkan, sering menyimpang dan tidak proporsional. Bagi saya --mungkin karena faktor usia, yang menurut saya sudah cukup-- melihat lenggak-lenggok tidak menimbulkan rasa apa-apa. Tapi yang perlu diingat, bahwa masyarakat Indonesia tidak semuanya berusia sama dengan saya. Banyak generasi muda yang perlu kita selamatkan akhlaknya. Itu saja! Silakan para ahli memikirkannya!

Posted by MUHANAM  on  05/24  at  07:06 AM

Setuju atas artikel ini bahwa semuanya artis kita sekarang ini boleh dikatakan tidak bermoral. Apakah itu Inul, Anissa Bahar, Thomas Jorgi, Alam Dukun, Krisdayanti dll, semuanya ingin mengexploitasikan gerakan dan cara berpakaian mereka tidak jauh jauh dari urusan “bawah perut” semata. Tidak hanya mereka, atau tidak hanya soal seni suara atau seni tarian, tetapi hampir semua yang tampil di tv kita sekarang ini, ujung ujung nya hanya soal sex semata. Pelawak, Film, dan celotehan para selebritis kalau kita amati berputar putar urusan “bawah perut” itu saja.

Kadang saya bertanya mungkin kita semuapun begitu. Semua kita sangat suka menonton mereka, mulai dari anak anak kita, isteri kita, sampai kakek nenek kita sukanya menonton dan mendengarkan hal hal yang berbau porno itu. Jadi semua kita sudah rusak sudah tak bermoral. Apa yang salah pada bangsa ini ? Barangkali bapak bapak di JIL tahu jawaban nya? Syukur syukur punya solusi untuk mengatasinya. Terima kasih!

Posted by Mahiruddin Siregar  on  05/23  at  10:05 AM

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq