Mencintai Hidup, Mencintai Tubuh - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Editorial
02/08/2004

Mencintai Hidup, Mencintai Tubuh

Oleh Ulil Abshar-Abdalla

Kenapa soal tubuh begitu pentingnya buat manusia modern? Dulu, di pesantren, saya tak pernah mengenal hal semacam ini. Bahkan olahraga kurang begitu disukai di kalangan pesantren. Hampir seluruh kehidupan di sana dipusatkan pada apa yang dalam istilah mistik Islam disebut sebagai tahdzib al-nafs, membersihkan jiwa. Sementara menjaga kesehatan badan kurang mendapatkan perhatian yang cukup.

KETIKA sedang menunggu anak saya potong rambut di sebuah salon, saya disuguhi bacaan ringan, Men’s Health, sebuah majalah yang khusus ditujukan buat para pria yang ingin hidup sehat dan bugar. Ada tiga edisi yang disodorkan ke saya. Sampulnya hampir semuanya khas: lelaki dengan otot gempal, kulit mengkilat, dan bentuk tubuh yang menyerupai huruf V. Sudah tentu, lelaki itu tersenyum lebar, seolah ingin menunjukkan kebenaran dari pepatah Latin yang masyhur, bahkan buat anak-anak SD itu: men sana incorpore sano; dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Kalau anda sehat secara jasmani, maka dengan sendirinya Anda akan sehat secara rohani.

Buat orang yang tumbuh sejak kecil di lingkungan tradisional pesantren, majalah seperti itu membangkitkan sejumlah pertanyaan, atau tepatnya keheranan, buat saya. Kenapakah manusia modern begitu teroebsesi dengan perawatan tubuh? Hampir seluruh halaman majalah itu berisi petunjuk praktis untuk hidup bugar: bagaimana menggunakan alat-alat kebugaran dengan benar; bagaimana menjaga jumlah gula yang kita konsumsi agar tidak menimbulkan obesitas atau kegemukan; bagaimana makan yang sehat; bagaimana latihan beban yang baik agak otot kita tak cedera; dan seterusnya. Sudah tentu ada pula kiat-kiat bagaimana pasutri menjaga kehidupan seksual agar tetap “berkobar-kobar”, meskipun mereka telah melangsungkan hidup perkawinan selama seperempat abad.

Kenapa soal tubuh begitu pentingnya buat manusia modern? Dulu, di pesantren, saya tak pernah mengenal hal semacam ini. Bahkan olahraga kurang begitu disukai di kalangan pesantren. Hampir seluruh kehidupan di sana dipusatkan pada apa yang dalam istilah mistik Islam disebut sebagai tahdzib al-nafs, membersihkan jiwa. Sementara menjaga kesehatan badan kurang mendapatkan perhatian yang cukup.

Saat ini, industri kebugaran badan, saya rasa, merupakan salah satu bisnis besar di dunia modern. Di ruang-ruang umum, kita makin sering melihat laki-laki dan perempuan dengan tubuh yang langsing. Di dunia modern, kegembrotan hampir merupakan kutukan. Orang-orang yang gendut akan dicemooh sebagai manusia buruk rupa. Meskipun, sekarang, mulai muncul keberanian orang-orang yang gendut untuk menutut agar citra kegantengan dan kecantikan tak harus diidentikkan dengan kelangsingan. Kelangsingan, bagi mereka itu, hanyalah salah satu “tafsir” atas kecantikan; tetapi bukan satu-satunya tafsir yang mutlak.

Saya kira, ini semua tak bisa diterangkan kecuali melalui satu hal: bahwa “tubuh” merupakan fokus penting dalam kehidupan manusia modern. Dengan agak sembrono kita mungkin bisa mengatakan bahwa salah satu ciri khas kemoderenan adalah perhatian yang besar pada tubuh manusia. Karena kecintaan inilah, manusia modern menciptakan suatu teknologi yang canggih untuk meraih cita-cita utama: bagaimana hidup lebih panjang, lebih sehat, lebih bugar, tanpa harus takut dengan terjangan ketuaan.

Ide ini hampir-hampir merupakan gagasan yang asing pada semua agama, baik Islam atau pun yang lain. Dalam agama, biasanya tekanan lebih diberikan pada “roh”, bukan “tubuh”. Bahkan, dalam agama-agama, ada kecenderungan untuk melihat tubuh secara sinikal sebagai sumber segala godaan. Kalau dalam agama kita boleh membayangkan bahwa paradigma utama di sana adalah spiritualism (jiwa-isme), maka dalam dunia modern, kita melihat hal sebaliknya: bodyism (badan-isme).

Saya tidak mau menilai mana yang lebih baik: jiwa-isme atau badan-isme. Saya hanya mau menunjukkan bahwa usaha manusia modern untuk mati-matian hidup lebih panjang dan sehat patut kita kagumi. Segala jenis obat dan kiat diciptakan untuk mengatasi ketuaan. Saya memandang bahwa kegigihan seperti ini tak mungkin muncul kecuali dari semangat “mencintai hidup, mencitai tubuh” yang begitu kuat.

Ada sejumlah hal positif yang kita jumpai dalam semangat ini. Meskipun kecintaan pada tubuh yang berlebihan kadang-kadang membangkitkan rasa muak. Bahkan, kita juga perlu bersifat kritis pada “industri kebugaran”, sebab cara kita memandang tubuh yang bugar sudah ditentukan secara sepihak oleh kaum industrialis, dan kita seolah-olah kehilangan kemerdekaan atas tubuh kita sendiri. Dalam soal tubuh ini, kita, manusia modern, mungkin sudah bukan lagi bersifat “otonom”, tetapi “heteronom”.

(Ulil abshar-abdalla)

02/08/2004 | Editorial | #

Komentar

Komentar Masuk (12)

(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)

fenomena makin menjamurnya produk yang memanjakan tubuh adalah konsekwensi logis dari penggunaan paradigma rasionalistis dalam setiap aspek kehidupan sebagai hasil dari revolusi ilmu pengetahuan abad pertengahan. Apakah hal tersebut buruk atau baik, adalah sebuah pertanyaan tentang ukuran, tak ada jawaban absolut tentang itu melainkan sampai dimana batas toleransi yang kita gunakan. Mengecam hal tersebut adalah sebuah hal yang sangat tidak realistis karena kenyataannya sudah demikian namun mengikuti secara berlebihan juga sangat ekstrim bahkan kadang juga tidak rasional, karena terkadang sesuatu hal kita lakukan tidak lagi rasional melainkan mengikuti ajakan iklan dll. hal yang terbaik adalah berada pada batas setuju atau tidak, tergantung pada produk yang ditawarkan, kita harus bisa membedakan kebutuhan (need) dan keinginan (want).
-----

Posted by Wahyuddin  on  08/21  at  12:09 PM

Menarik untuk ditanggapi tulisan dan pemikiran Bung Ulil ini, saya beri komentar ini karena terkait beberapa hal, pertama ; terkait dengan pengalaman Bung Ulil sendiri yang pernah nyantri dan beliau menyatakan tidak pernah menemukan hal yang menyangkut perhatian terhadap tubuh, dan fenomena perhatian terhadap kesehatan dan segala macamnya terhadap tubuh dianggap modern. Kedua fenomena tentang perhatian masalah kesehatan tubuh ini dianggap modern menurut Bung Ulil dan tidak pernah ditemukan dalam agama apapun termasuk Islam, sesuatu yang absurd.

Sehingga perlu ditanggapi secara rasional dan logis atas pemikiran Bung Ulil ini, pertama bahwa kondisi pesantren yang tidak memberikan perhatian terhadap masalah kesehatan seperti yang dialami oleh bung Ulil, itu memang ada fakta yang terjadi sehingga muncul istilah “santri budugan”, ini terjadi tidak dapat digeneralisir semua pesantren seperti itu, barangkali hanya kebetulan saja Bung Ulil salah masuk pesantren coba kalau masuknya ke pesantren yang modern jangan yang di kampung, tradisional dan konservatif dalam pemikiran. Kondisi pesantren seperti ini, tidak berarti mencerminkan bahwa Islam sebagai manhaj mengajarkan seperti itu, tetapi justru Islam mengajarkan dan memberikan pelajaran-pelajaran yang terkait dengan kesehatan, begitu banyak hadits yang meriwayatkan tentang sikap Nabi Muhammad saw memberikan perhatian terhadap masalah tubuh, dari mulai menjaga kesehatan, berolah raga, masalah seksual dll. Hanya barang kali saja Bung Ulil belum mengekspolasi dan mengkajinya secara keseluruhan tentang Islam atau terlalu banyak membaca buku sejenis majalah itu.

Kedua, Rasulullah mengajarkan kepada umatnya untuk mendidik anak-anak kita berolah raga, berkuda, berenang dan memanah, kemudian mengajarkan juga untuk makan secara sehat, contoh misalnya minum madu dan kurma yang berisi zat nutrisi pengganti karbohidrat, termasuk ajaran shaum bukan semata - mata sebagai sebuah ibadah ruhiyah tetapi terkait dengan urusan jasmaniyah. Perhatian masyarakat kini terhadap masalah tubuh tidak kemudian dianggap modern, jaman nabipun perhatian terhadap masalah tubuh sudah ada dan pada hakikatnya mereka hanya meniru saja sesuai dengan perkembangan jaman dan ditopang oleh perkembangan teknologi (ada rekayasa teknologi). Hanya saja perhatian terhadap tubuh ini dalam Islam menjadi wasilah sebagai taqorub diri kepada Allah bukan untuk diekspoitasi dan diperaga-aksikan dalam konteks pamer aurat dan syahwat. Nah inilah sisi bedanya perhatian masalah tubuh dalam Islam dengan masyarakat modern.

Posted by Dadang A. Fahmi  on  08/21  at  05:08 AM

Dalam tubuh yg sehat terdapat jiwa yg sehat. Kalimat ini sudah demikian populer sehingga sudah dianggap benar. Menurut saya justru ini kebalik. Dalam jiwa yg sehat terdapat tubuh yg sehat. Alasannya adalah : lebih banyak faktor yg menjadikan tubuh sehat itu bukan dikontrol oleh otak sadar kita, tapi justru oleh factor otak bawah sadar kita. Seperti kerja hormon, detak jantung, proses penggantian sel tubuh dan banyak lagi. Kalau kita sedang stress, tegang, pikiran kacau perut bisa mual karena lambung mengeluarkan asam terlalu banyak. Semua itu kerja otak bawah sadar. Dengan management jiwa, olah jiwa, diharapkan bisa mengendalikan/mensiasati otak bawah sadar kita. Itulah mungkin sebabnya, menurut cerita, para sufi dulu bisa mencapai umur panjang dan sehat2 saja meski tidak secara khusus ber-olahraga.

Posted by Koen Soelistijo  on  08/11  at  10:09 AM

Komentar saya yang pertama adalah, boleh juga mas Ulil ini!! Apa aja bisa kita analisis dan diakitkan dengan agama! oke selanjutnya:

2. Buat saya jiwa yang baik (Besar, lapang, bersih, kuat dll) walaupun tidak berbadan kekar lebih terbukti mampu bertahan dalam era Industrialisasi & globalisasi dibandingkan dengan yang badannya kuat kekar, bagus, sehat tapi jiwanya lemah terutama diperbandingkan didalam menerima stress (tekanan hidup), buktinya yang berjiwa besar itu sulit dicari melakukan bunuh diri, tapi yang berbadan kekar sih banyak, dulu di Bandung waktu saya kuliah tahun 80’an ada salah satu pengajar MP yang bunuh diri karena tekanan hidup!!

3. Tapi saya juga tidak bangga dengan guru mengaji saya, yang sangat baik tapi berbadan ringkih dengan tekanan darahnya cuman 90/60 dan berat badan hanya 10 kg lebih berat dari anak saya yang berumur 8 tahun, maka saya ajak olah raga sepeda, sekarang dia kesehatannya baik walaupun tidak berbadan kekar!! Jadi moto saya adalah “Di dalam Jiwa yang kuat, lebih mudah untuk menjadi berbadan sehat” hehehehe

Posted by Abdul Hadi Tsabit  on  08/06  at  12:08 PM

Semua kerusakan yang terjadi di muka bumi dikarenakan mental dan ahlak yang rusak, jadi pembangunan rohani lebih penting dari pembangunan jasmani. Jika rohani kita sehat niscaya semua aktivitas rohani kita positif dan jauh dari perilaku yang mungkar yang hanya mengumbar maksiat dengan jasmani kita.

Posted by gaga m  on  08/05  at  05:08 AM

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq