Motivasi Ideologis Aktivis JI Sangat Kuat - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Wawancara
20/07/2003

Sidney Jones: Motivasi Ideologis Aktivis JI Sangat Kuat

Oleh Redaksi

Pelaku terorisme memang tidak
mengenal paspor dan kantor imigrasi. Khilafah Nusantara yang dipancangkan
aktivis Jemaah Islamiyah (JI) itu sendiri mengandung gagasan transnasionalisme
yang mengabaikan nation-state. Totalitas komitmen ditentukan seberapa kuat
afinitas visi dan misi terhadap doktrin JI, bukan kewargaan aktivisnya. Tak
heran, bila aktivis JI tersebar di seluruh kawasan Asia Tenggara.

Pelaku terorisme memang tidak
mengenal paspor dan kantor imigrasi. Khilafah Nusantara yang dipancangkan
aktivis Jemaah Islamiyah (JI) itu sendiri mengandung gagasan transnasionalisme
yang mengabaikan nation-state. Totalitas komitmen ditentukan seberapa kuat
afinitas visi dan misi terhadap doktrin JI, bukan kewargaan aktivisnya. Tak
heran, bila aktivis JI tersebar di seluruh kawasan Asia Tenggara. Pasca-terbongkarnya
ribuan amunisi dan bahan peledak di Semarang, tertangkapnya 9 aktivis JI, dan
kaburnya Fathurrohman al-Ghozi dari penjara Filipina, maka tak relevan lagi
bicara soal JI sebagai pepesan kosong. Berikut petikan wawancara Ulil
Abshar-Abdalla dengan Sidney Jones, Direktur International Crisis Group (ICG),
pada Kamis, 17 Juli 2003:

ULIL ABSHAR-ABDALLA: Bu Sidney, Anda sangat concern
mengikuti sepak terjang JI selama ini. Bagaimana Anda menanggapi perkembangan
terakhir JI belakangan ini?

SIDNEY JONES: Ada banyak hal yang perlu
disampaikan. Pertama, sekarang di Indonesia saja terdapat lebih dari 70
orang yang ditangkap dengan tuduhan keterlibatan mereka dengan JI atau organisasi-organisasi
yang dikaitkan dengan JI. Bukan saja yang ditangkap sehubungan bom Bali, tapi
juga mereka yang ditahan karena keterlibatan dalam bom Natal (tahun 2000), bom
Makassar pada Desember 2002, dan lain-lain. Mereka bukan saja anggota asli JI,
tapi juga yang terlibat secara kecil-kecilan, seperti menyembunyikan Ali Imron
dan lain-lain.

Nah, setiap kali aparat menangkap
orang baru yang dikaitkan dengan JI, ada saja informasi lebih masif tentang JI
dan siapa lagi yang terlibat. Tapi, gambaran yang kami dapat saat ini, JI seolah-olah
bukan organisasi yang terlalu hierarkis dan terorganisir, tapi lebih bersifat
jaringan atau aliansi organisasi-organisasi. Di antara sembilan orang yang ditangkap
minggu lalu, terdapat seorang pemimpin JI yang betul-betul penting bernama Mustafa
atau Mustofa. Dia pernah berada di Afganistan pada tahun 1980-an, terus pindah
ke Mindanao.

ULIL: Bagaimana hubungan Mustafa dengan Hambali, dedengkot JI?

Memang ada organisasi JI dengan
anggota-anggota bayaran. Petinggi-petinggi organisasi itu antara lain Mukhlas,
Hambali, Mustafa dan Zulkarnain. Yang disebut terakhir belum tertangkap. Selain
itu, ada juga yang ditangkap (seperti di Makassar) bukan karena secara langsung
ikut dalam keanggotaan JI, tapi turut dalam latihan JI di Mindanao.

ULIL: Kemarin ada berita
mengagetkan. Sembilan orang yang disinyalir sebagai anggota JI ditangkap dengan
ribuan amunisi, senjata dan bahan-bahan peledak. Apakah Anda percaya ini bukan
rekayasa?

Saya percaya, kecuali pada Ikhwanuddin
yang diberitakan bunuh diri saat diborgol. JI memang punya ribuan amunisi dan
bahan peledak. Saya teliti, senjata semacam itu diselundupkan dari Mindanao ke
Indonesia. Mungkin ada jalur pembeliannya di Indonesia sendiri. Bahan-bahan peledak
itu dibeli lebih dulu, lalu disimpan di banyak tempat. Saya memang heran juga,
mengapa senjata itu ditemukan di Semarang. Hanya saja, bukan tak mungkin amunisi
dan senjata tersebut juga disimpan di tempat lain. Lihat saja, sebagian ada
yang disimpan di Lamongan, tempat Amrozi dulunya, meski kecil kadarnya.

ULIL: Mengapa mereka menaruh senjata
dengan sembrono? Bukankah mereka terlatih dalam aksi-aksi terorisme yang
menuntut kehati-hatian?

Ya. Tapi hal aneh lainnya, semua
tersangka dalam kasus bom Bali, mencoba menyembunyikannya di dekat Solo, dan
ditangkap di dekat Karang Anyar. Itu tidak masuk akal menurut saya.

ULIL: Kesimpulan Anda: apakah mereka
belum profesional atau polisi yang lebih pintar?

Ada beberapa penjelasan. Saya
kira, polisi sudah sangat baik dalam melakukan investigasi. Apalagi, dalam
kasus bom Bali, polisi dibantu polisi Australia dengan peralatan yang sangat
canggih. Itu satu faktor yang sangat penting. Saya kira, sulit sekali membuat
rekayasa dalam persoalan macam ini. Itu yang pertama. Kedua, jelas bahwa
mereka sedang merencanakan suatu aksi yang lain. Bisa saja ada banyak senjata
di Semarang, karena sedang menyusun rencana pengeboman dalam skala besar.

ULIL: Setelah penangkapan sembilan
orang yang disinyalir sebagai anggota JI, ledakan bom terjadi di DPR. Apakah
itu semacam aksi balas dendam?

Bukan balas dendam, tapi sebagai
indikasi untuk menunjukkan kalau mereka masih ada. Mereka masih bisa bertahan. Dan
perlu diingat, ada beberapa pemimpin JI yang masih belum ditangkap, seperti
Zulkarnain dan Hambali. Banyak juga orang Indonesia yang dilatih secara militer
di Mindanao, lalu kembali ke Indonesia. Memang bukan semuanya anggota JI. Hanya
saja, mereka punya keterampilan untuk membuat aksi seperti di Makassar dan gedung
DPR itu.

ULIL: Apa perbedaan penting antara
JI dengan organisasi lain. Apakah mereka punya ideologi spesifik yang
memotivasi mereka atau sama saja dengan organ teroris di tempat lainnya?

Saya kira memang ada sesuatu yang
khusus. Walaupun ideologi mereka terarah pada doktrin jihad dan menjadikannya
sebagai tahap mendirikan negara Islam, tapi tetap saja bisa dicampuri sesuatu
yang khas Indonesia. Jadi, ideologi JI adalah campuran antara ideologi Darul
Islam (DI) —dalam artian meneruskan cita-cita Sardjono Marijan Kartosoewiryo—
dengan ideologi Salafiyah yang didapat di Afganistan. Tapi juga ada kombinasi dengan
ideologi jihad dan bagaimana memanfaatkan kekerasan dan perang agar bisa mencapai
tujuan mereka.

ULIL: Apakah Anda pernah ketemu
langsung dengan aktivis JI sehingga bisa tahu tentang apa yang mereka pikirkan?

Itu selalu melalui orang lain. Sulit
bagi saya sendiri untuk bertemu langsung dengan mereka. Tapi, motivasi
ideologis dalam pergerakan mereka memang kuat. Hal ini bukan masalah “orang
beriman” yang mencari kesempatan untuk ke luar negeri saja. Di Afganistan dan
Mindanao, ajaran mereka dibagi antara ajaran agama dan teknik perang. Jadi latihan
militer selalu dilihat sebagai hasil dari ajaran agama.

ULIL: Abu Sayyaf di Filipina bersifat
kelanjutan dari Nur Misuari yang ingin menyatukan antara cita-cita negara Islam
dan nasionalisme Moro. Artinya, gagasan tentang negara Islam transnasional nampaknya
tidak terlalu kuat. Tanggapan Anda?

Jangan mengacaukan antara dua Sayyaf.
Ada Sayyaf yang berasal dari nama seorang Afganistan yang memimpin suatu
kelompok mujahid dari tahun 1980 sampai sekarang. Sampai sekarang dia masih
hidup di Afganistan. Hampir semua anggota JI dilatih oleh Abdurrosul Sayyaf itu
yang bermukim di Afganistan. Abu Sayyaf di Filipina lain lagi. Pemimpin atau
pendiri kelompok Abu Sayyaf di Filipina bernama Abdurazak Abubakar Janjalani.

Abdurrosul Sayyaf yang berada di
Afganistan adalah guru Janjalani. Untuk menghormati Abdurrosul Sayyaf, kelompok
mereka dinamai Abu Sayyaf. Hubungan JI dengan Abu Sayyaf di Filipina semata-mata
bersifat aliansi pragmatis saja. Tujuannya tidak sama. Tapi kalau Abu Sayyaf
perlu bantuan, kadang anggota JI seperti Fathurrohman Al-Ghozi sebelum
ditangkap, bisa saja menolong. Atau, bila JI butuh bantuan dari kelompok Abu
Sayyaf bisa saja dipenuhi. Jadi ada semacam reciprocal assistance atau bantuan
yang saling menguntungkan.

ULIL: Apakah pasca-runtuhnya
Afganistan, latihan-latihan JI dipusatkan di Filipina?

Ya. Sebetulnya, sebelum Taliban runtuh
juga sudah dipindahkan ke Filipina. Di sana ada instruktur yang sama dengan yang
ada di medan pelatihan Afganistan. Semacam latihan lanjutan di Afganistan. Bahkan
sesudah ada perang sesama mujahidin di Afganistan, tidak ada lagi latihan yang
diadakan di Afganistan.

ULIL: Bagaimana melihat hubungan
antara JI yang menginginkan khilafah Nusantara meliputi Asia Tenggara dengan S
M Kartosoewiryo?

Itu persoalan menarik juga. Kalau
membaca bahan-bahan sidang bom Bali, saya kira, sebagian besar orang yang ikut gerakan
ini tetap berambisi mendirikan negara Islam di Indonesia. Walau dituduh akan
mendirikan daulah Islamiyah Nusantara, sebetulnya sebagian besar masih berharap
pada Indonesia.

Imam Samudera yakin ide negara
Islam Nusantara bisa tercapai. Saya kira, Imam Samudera adalah orang top dan
banyak bicara, meskipun dia bukan sosok yang paling top di JI.

ULIL: Apakah selama ini Anda punya dokumen-dokumen
yang cukup reliable tentang doktrin JI?

Ya. Tapi dokumen itu disebut di
mana-mana. Misalnya dalam sidang kasus bom Bali. Dokumen-dokumen tersebut
menjadi pedoman dan pegangan bagi orang yang ikut Jl. Dari sidang bom Bali ini,
kita tahu, pemikir siapa yang berpengaruh besar terhadap JI. Sayyid Qutb
disebut-sebut berpengaruh. Ikhwanul Muslimin di Mesir dan Abul A’la Al-Maududi
juga penting. Tapi, apa yang mereka dapatkan langsung di Afganistan dari para mujahidin
sangat penting sekali, terutama Abdurrosul Sayyaf dan Gulbuddin Hekmatyar.
Mereka bukan pemikir besar, tapi merupakan pejuang yang sangat mempengaruhi aktivis
JI dalam menggelorakan semangat jihadnya. Meski demikian, pada saat mereka
berada di Afganistan, belum ada organisasi bernama JI.

ULIL: Bagaimana peran Abubakar Baasyir dalam kelompok JI?

Memang peran Baasyir masih agak misterius.
Saya kira, peran dia penting, apalagi melihat jumlah lulusan Ngruki yang
menjadi tokoh penting JI. Ikhwanuddin, mantan pentolan JI, yang dikabarkan
bunuh diri juga alumni Ngruki tahun 1995. Karena keterlibatan banyak alumni
inilah, maka pengaruhnya cukup besar. Orang-orang Ngruki juga ada yang dikirim
ke Afganistan atau Mindanao, bahkan kedua tempat tersebut. Yang jelas saat ini,
sesudah organisasi JI dikukuhkan sekitar tahun 1995-1996, Baasyir menjadi salah
satu tokoh di dalamnya. Memang Baasyir bukan amirnya, tapi dia menjadi orang
paling dekat dengan amirnya saat itu, yaitu Abdullah Sungkar. Sesudah Abdullah
Sungkar wafat tahun 1999, Baasyir naik pangkat menjadi amir. Posisi amir itulah
yang diwasiatkan Abdullah Sungkar pada Baasyir.

Saat ini, kita tidak tahu apakah Baasyir
masih menjabat sebagai amir. Mungkin tidak lagi, karena ada orang lain yang
ditangkap. Namanya Abu Rustam atau Toriquddin dari Kudus, yang rupanya
mengganti Baasyir. Tapi apakah dia mengganti Baasyir karena sedang tidak aktif alias
ditahan atau diganti karena ada ketidaksenangan, terutama kelompok garis keras,
dengan gaya kepemimpinan Baasyir, saya tidak tahu.

ULIL: Bagaimana peran Abdullah
Sungkar? Apakah ketika menggagas negara Islam Nusantara dia sudah merancang
perjuangan bersenjata?

Itu sebetulnya dimulai sebelum Abdullah
Sungkar mendirikan JI, ketika dia mulai merekrut dan mengirimkan orang-orang ke
Afganistan sekitar tahun 1985-1986. Saat itu sudah tercetus ide melakukan
perjuangan bersenjata. Kenapa dia mengirim orang ke Afganistan? Karena dia
merasa bahwa yang diperlukan ialah persiapan fisik, dalam arti perang. JI sebetulnya
baru didirikan sesudah dia pecah kongsi dengan Masduki dari Darul Islam sekitar
tahun 1994. Jauh-jauh hari memang sudah ada ideologi jihad.

Perang Afganistan dimulai tahun
1979 ketika Uni Soviet masuk ke Afganistan dan berlangsung hampir 10 tahun. Mereka
keluar dari sana tahun 1989. Angkatan pertama dari kelompok Baasyir dan
Abdullah Sungkar, berangkat tahun 1985, sebelum Uni Soviet menarik diri.

ULIL: Apakah ada kaitan antara JI
dengan organisasi yang belakangan muncul, khususnya Majlis Mujahidin Indonesia
(MMI) yang dipimpin Baasyir?

Ada memang orang-orang yang menjadi
anggota JI sekaligus MMI. Tapi sebagai lembaga, MMI terpisah dan tidak pernah
ikut aksi kekerasan. Tapi, MMI punya bagian askariah atau sayap militer yang
antara lain beranggotakan Abu Urwah atau Mukhtar dg Lau yang sekarang ditangkap
dalam kaitan dengan bom Makassar.

ULIL: Di mana peran Irfan S. Awwas?

Sulit dikatakan. Jika saya katakan, pasti saya akan digugat lagi ha..ha..

ULIL: Apakah JI kelompok yang
tunggal, lintas negara mulai dari Indonesia, Singapura, Malaysia dan Filipina?

Ada satu organisasi saja. Ada
organisasi JI yang paling tidak —sampai tahun 2001-2002— punya mantiqi dan
wakalah yang saling dikaitkan, misalnya di Filipina, Singapura dan Indonesia. Selain
itu, ada juga semacam jaringan atau organisasi-organisasi sendiri yang visi dan
ideologinya saja yang sama, tapi lain organisasi dan tidak saling terkait.

ULIL: Anda punya estimasi jumlah aktivis JI?

Tidak. Hanya saja, yang bisa kita
tahu, ada sekitar 200-an yang pernah ikut latihan militer di Afganistan, dan
lebih banyak lagi yang ikut di Mindanao. Kadang ada satu dua orang yang telah
melewati kedua-duanya. Saya kira, orang yang betul-betul dilatih dengan
ketrampilan perang, mungkin sudah mencapai 800 orang lebih. Di antara mereka yang
tertangkap hanya 100-an. Itupun tak semuanya anggota JI []

20/07/2003 | Wawancara | #

Komentar

Komentar Masuk (3)

(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)

Susah, Mbak Ade, ummat Islam disuruh demo besar menentang terorisme. Soalnya umat Islam sendiri sedang mengalami puncak teror yang sudah dialami selama bergenerasi kolonialisme. Pemakaian istilah teror secara sepihak oleh penguasa dunia juga membuat umat Islam mengalami dilema moral.

Keadaan yang dibangun oleh penguasa dunia sejalan dengan yang dicita-citakan oleh kelompok Osama Bin Laden, yakni pertentangan keras dan tegas antara Muslim melawan Kafir, Nasrani dan Yahudi. Ada ajaran amal ma’ruf nahi munkar, yang sering dintrepetasikan sebagai menyeru kepada kebaikan dan MEMBASMI YANG JAHAT!

Repotnya kalau bangsa Habieb Onta dengan teatrikal menggerakkan rombongan Bodrex dengan dukungan oknum baju ijo, dan secara sepihak menetapkan siapa-siapa yang JAHAT DAN HARUS DIBASMI DEMI TEGAKNYA AGAMA ALLAH! Saya tulis huruf besar maksudnya ini sambil ngotot, gitu lho Mbak Ade.

Sebetulnya buat kawan-kawan Muslim yang sulit cari pekerjaan yang menghasilkan nafkah yang mencukupi lahir dan batin, lalu frustrasi dan kepingin jihad dalam arti perang berdarah, ada baiknya merenungkan pidato perang Nabi Muhammad, damai Allah padanya, yang memberi batas-batas pada kekerasan perang itu: tak boleh melukai anakanak, perempuan, orang tua, ahli agama, gedung-gedung, dan tanaman.

Ini khan menarik untuk dikembangkan seperti dulu para bhiksu Shaolin mengembangkan ilmu perang yang sesuai dengan ajaran non violence Budha, sekaligus bisa menjamin kelangsungan hidup mereka sebagai komunitas agama.  Jadinya sampai detik ini di seluruh dunia orang tua muda dan bayi bisa menikmati Jacky Chen ataupun Jet Li. Susahnya, mana ada fundamentalis kreatif?

Jadi, mari kita dukung perjuangan ahli-ahli agama Islam di JIL yang meski dihadiahi fatwa mati oleh orang-orang yang mengaku lebih ahli agama, ternyata jauh lebih berani, lebih bersemangat jihad, lebih Islami, daripada para penghujat JIL yang merasa perlu mengutuk berombongan dengan nama Forum Ulama Ummat segala. Padahal Ulil maju sorangan bae, dengan atas nama dirinya sendiri. Tetapi dia diberi kekuatan karena berpegang teguh pada tali Allah. Nabi sendiri dulu juga mengalami seperti Ulil, dikeroyok Forum Ulama Ummat Quraisy, dan lewat militansi beliau, Khadijah, dan Ali, akhirnya, dia satukan jazirah Arab yang keras (lahir jebret sudah kelilipen pasir panas) dan berdarah (budaya rampok merampok, jarah dan perbudak dan pembunuhan bayi wanita) dalam satu ummah yang damai.

Jadi, nggak usah demo besar menentang terrorisme, mendingan kita semua memperteguh militansi kita. George Bush, Tony Blair, Bin Laden, Hambali, Amrozi, dan Mbah Ba’asyir, semuanya nggatheli, semuanya kebanyakan masturbasi. Nyatanya semua seperti orang kafir, memuja angan-angannya sendiri tentang dirinya sendiri, dan semuanya berbuat yang benar meski itu nyatanyata merusak, gak pernah agak salah biarpun sedikit. Kita doakan mereka sadar atau cepat-cepat tambah gila sekalian, biar masuk tivi CNN mereka seperti raja dalam kisah baju baru sang kaisar. Setuju?

Atau kita doakan George Bush segera keslek pretzel lagi, dan kalau iya ketolong, mbok ketolongnya rada telat sedikit saja. Bercanda lho ini, jangan dilapurin FBI yah? ... Ide lain, bagaimana kalau temen-temen fundamentalis kita ajak nyari Osama Bin Laden? Hadiahnya buwanyak lho, kalau dikelola dengan baik, pasti cukup untuk mengentaskan kemiskinan di Jawa.

Salam dari London.  Bram
-----

Posted by Bramantyo Prijosusilo  on  08/19  at  02:08 AM

Menurut saya, salah satu sebab para teroris “senang” di Indonesia adalah tak cukup kuat penentangan masyarakat, terutama kelompok-kelompok Islam, terhadap mereka. Misalkan saja ketika AS mengebom Irak, bayangkan ada ribuan kader Partai Keadilan yang berdemonstrasi. Tapi apakah massa sebanyak itu pernah digerakkan untuk menentang praktek bom di negeri ini. Sepertinya ada rasa ambigu dari umat Islam, karena yang dituduh Jamaah Islamiyah, sesama Islam. Seorang teman saja, beragama Islam, bersikap “defense’, artinya mencoba mengkaitkan bom tersebut sebagai bikinan Amerika. Tak ada yang pasti, siapakah dalang dari teror bom ini, tetapi tidakkah kita bisa berpegang pada kemanusiaan?

Artinya, siapapun dalangnya, praktek tersebut merupakan kejahatan kemanusiaan yang harus ditentang. Perlawanan terhadap terorisme memang perlu dilakukan dari berbagai sendi, baik itu media yang tidak perlu lagi memberikan porsi terbesar pada berita terorisme karena akan menguntungkan mereka. Kemudian di tingkat masyarakat, perlu adanya gerakan demonstrasi besar-besaran untuk menentang praktek terorisme ini. Hal ini untuk memperlihatkan bagaimana sebenarnya sikap kita terhadap praktek teror tersebut. Seorang teman mengatakan bahwa sulit untuk melakukan demonstrasi karena musuhnya tidak jelas. Yang selama ini diketahui adalah Jamaah Islamiyah, sementara masyarakat bingung karena berarti yang mereka tentang adalah orang Islam sendiri. Dalam hati kecil, mungkin banyak pula yang membela tindakan teror ini. Tapi bukankah kita bisa berpikir lebih luas, bahwa penentangan ini ditujukan untuk setiap praktek kejahatan pada kemanusiaan. Kadang sesuatu yang tidak harus didemo… didemo..... sesuatu yang harus didemo malah tidak didemo… aneh. Contoh saja Aceh, tak ada satu pun demonstrasi besar mengecam perang di Aceh. Padahal kalau dikatakan sesama Islam, orang Aceh juga beragama Islam yang patut diperhatikan. Juga tak pernah suatu partai mengerahkan massa besar-besaran untuk menentang korupsi misalnya.

Saya yakin para teroris itu menemukan celahnya di Indonesia, karena kelabilan sikap masyarakat Indonesia, terutama Islam, sangat menguntungkan mereka. Atau mereka menilai bahwa kelabilan itu memberikan peluang untuk mengembangkan gerakan ini di Indonesia, karena memang ada pengkaderan di negeri ini. Ini sangat berbahaya.

Posted by Ade Tanesia  on  08/10  at  04:09 AM

Pertama-tama terimakasih untuk Ulil yang bekerja membuat wawancara ini, saya sangat suka membacanya. Selanjutnya saya ingin menyoal masalah hukuman mati, yang dianggap sebagian besar suara yang terdengar lewat media massa, sebagai hukuman setimpal terhadap pelaku teror swadaya itu.

Ideologi yang menjadi motivasi kuat para konspirator yang melantik diri untuk dengan caranya sendiri memerangi Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya itu, kiranya sudah diberi nama oleh media masa sebagai ideologi jihad. Dalam ideologi jihad, kemenangan idaman adalah maut. Diujung maut menanti imbalan dari Allah atas hasil perjuangan sang mujahid. Nah, hukuman mati jika diterapkan kepada penganut ideologi jihad, justru menjadi Piala Kemenangan. Jika para pelaku kejahatan yang dimotivasi oleh ideologi jihad itu diberi hukuman mati, hukuman itu justru akan menghidupkan ideologinya.

Salam

N.B. Ideologi jihad tentu juga tidak tunggal, macam-macam bentuknya. Yang bikin gerah memang yang suka bikin bom secara rahasia dan meledakkan dengan keji, maupun yang sedikit lebih “kelas ayam”, petentang-petenteng cari penyakit, bawa pedang dan pentungan. Sayangnya perbuatan mereka yang spektakuler, sekaligus mengklaim makna kata jihad di konsumen media massa dunia, sebagai sesuatu yang nekad, membabi buta, mengerikan.

Posted by Bramantyo Prijosusilo  on  08/02  at  12:08 AM

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq