Penoda, Ujian, dan Berkah Ramadhan - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Kolom
26/09/2006

Penoda, Ujian, dan Berkah Ramadhan

Oleh André Möller

Kembali ke Ramadhan yang penuh berkah dan maghfirah ini. ”Penoda” seperti acara televisi, perselisihan atas jumlah raka’at tarawih, penanggalan Idul Fitri dan seterusnya, harap dianggap sebagai ujian Ilahi saja. Kalau begitu, penoda-penoda ini bisa dijadikan sumur pahala tak terhingga. Dan perlu kita ingat pula, bahwa penoda Ramadhan tidak sama bagi setiap orang.

Salah satu ciri khas bulan Ramadhan yang dengan segera akan mulai adalah berlimpahnya berkah dan pahala kepada umat yang bertakwa. Dalam hadis Nabi antara lain dikatakan bahwa pintu-pintu surga terbuka selama bulan suci ini, dan setan-setan dibelenggu. Ramadhan pun disebut sebagai benteng, dan dijanjikan-Nya penghapusan dosa-dosa yang telah berlalu pada Lebaran nanti. Ini sudah hal ”biasa” yang diketahui hampir seluruh umat Islam, dan oleh karenanya bulan puasa selalu ditunggu-tunggu masyarakat Islam.

Namun pada tahun ini, rasanya berkah dan pahala yang dapat diraih umat Islam di Indonesia malah lebih banyak daripada tahun-tahun sebelumnya. Masya Allah, bagaimana bisa? Kemungkinan ini berkat sinetron dan acara gosip yang sedang dihebohkan di Indonesia. Acara-acara ini disebut Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai ”penoda Ramadhan” karena dengan segala infotainment dan ghibahnya, acara-acara ini akan menggangu kesucian bulan penuh berkah. Karena itu, Ketua Majlis Fatwa MUI, KH Ma’ruf Amin meminta pengelola telivisi menghentikan penoda-penoda ini selama bulan puasa agar umat Islam dapat berpuasa dengan tenang, terfokus, dan penuh khidmat.

Mengingat ayat kedua dalam Surat al-’Ankabuut (29) yang berbunyi: ”Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan ’kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?” saya kira acara-acara (pseudo-)haram ini bisa dilihat dari sudut lain. Allah selalu akan menguji umat manusia, dan semakin berat ujiannya, semakin besar pula pahalanya. Maka, sinetron dan acara ghibah bisa kita jadikan sebagai sumber dan sumur berkah yang tak terhingga, jika kita menganggapnya sebagai ujian Ilahi. Kalau acara ini kita anggap sebagai ujian, dan kemudian kita tidak tergoda olehnya, maka pahala yang akan kita raih lebih besar daripada jika tidak ada ujian sama sekali. Pada hakikatnya, ujian dan penoda bisa kita manfaatkan.

Saya yakin usulan MUI memang berdasarkan itikad yang baik. Namun, itikad dan usulan ini tidak kena sasaran. Kenapa? Karena umat Islam di Indonesia bukan sekelompok anak Taman Kanak-Kanak (TK) yang harus diberi petunjuk untuk segala sesuatu agar tidak melakukan hal-hal yang dianggap tidak patut. Umat Islam di Indonesia, saya yakin, bisa menilai sendiri yang mana yang baik dan yang mana yang kurang baik. Mereka bisa memastikan sendiri yang mana yang sesuai dengan agama mereka, dan yang mana yang tidak. Barang tentu, umat Islam juga membutuhkan petunjuk dari para alim yang memiliki pengertian mengenai Islam dan keIslaman yang lebih mendalam. Itu kan gunanya ulama.

Tapi saya kira, cukup dengan informasi yang dapat membuka wawasan lebih besar supaya orang dapat menilai sendiri yang mana yang hak dan yang mana yang batil. Maka, tayangan ”penoda Ramadhan” ini tidak perlu dihentikan selama Ramadhan, setidaknya tidak karena imbauan MUI. Lagipula, bagaimana MUI bisa meminta penghentian acara-acara ini hanya selama Ramadhan saja? Apakah ghibahnya tidak menggangu pada bulan Rabiulawal atau Rajab? Menurut faham dangkal saya, usulan ini berbau standar ganda yang tidak patut mewarnai sebuah lembaga seperti Majelis Ulama Indonesia.

Nah, dengan demikian kita juga sampai pada masalah ”Perda Syariat” yang sedang didiskusikan di pelbagai daerah di Indonesia, dan juga telah diimplementasikan di daerah-daerah tertentu. Perda ini diterapkan agar apa saja yang oleh sebagian orang dianggap noda-noda yang kurang Islami hilang dari masyarakat. Undang-undang dan peraturan dijadikan sebagai landasan kehidupan keagamaan. Bukankah ini juga menunjukkan standar ganda? Masyarakat hendak beragama dan hidup sesuai dengan perintah agama, dan kalau kenyataannya tidak begitu, maka para politikus siap-siap merancang undang-undang yang memaksakan cara hidup ini kepada orang di bawahnya. Meski begitu, mereka juga tahu adanya ayat ”Tidak ada paksaan dalam beragama” seperti difirmankan Allah dalam Surah al-Baqarah, ayat 256.

Sekali lagi, saya kira cukup arif jika orang Islam Indonesia menganggap perda-perda ini sebagai ujian dari Tuhan, dan bukan sistem hukum dari Tuhan, karena memang hanya berasal dari sekelompok politikus dan tokoh agama yang ingin memaksakan pemahaman mereka mengenai Islam kepada orang-orang biasa. Pendek kata, paksaan ataupun undang-undang bukanlah cara terbaik untuk membangkitkan semangat orang untuk lebih seksama dalam menjalankan kehidupan keagamaan mereka. Saya kira pendidikan, informasi, dan keinginan sendiri, seharusnya diberi ruangan yang lebih besar.

Kembali ke Ramadhan yang penuh berkah dan maghfirah ini. ”Penoda” seperti acara televisi, perselisihan atas jumlah raka’at tarawih, penanggalan Idul Fitri dan seterusnya, harap dianggap sebagai ujian Ilahi saja. Kalau begitu, penoda-penoda ini bisa dijadikan sumur pahala tak terhingga. Dan perlu kita ingat pula, bahwa penoda Ramadhan tidak sama bagi setiap orang. Bagi saya, lalu lintas dan polusi bisa disebut sebagai penoda Ramadhan, karena mudah membuat saya kebakaran jenggot dan menggangu ketenangan Ramadhan.

Bagi orang lain, kegiatan tawar-menawar di pasar mungkin dianggap sebagai penoda Ramadhan, karena mungkin melibatkan sedikit bohong. Tapi MUI tidak menutup semua pasar selama Ramadhan dan juga tidak menghentikan semua lalu lintas. Apa yang disebut penoda, ujian dan berkah, tampaknya harus terpulang kepada kita semua sebagai individu-individu.

Selamat berpuasa, dan mohon maaf lahir dan batin.

André Möller, Penulis buku Ramadhan di Jawa: Pandangan dari Luar (2005)

26/09/2006 | Kolom | #

Komentar

Komentar Masuk (20)

(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)

Sepertinya, ada beberap penafsiran yang kurang pas. Namanya liberal. Apa tidak terlalu bebas. Padahal Al-Quran itu juga berisi UU dan bahkan beberapa hal lengkapa dengan hukumannya. Apakah Anda menganggapnya sebagai maianan? terkecuali Anda menganggap Al-Quran boleh dirubah, boleh dikritk, sudah tidak up to date. Saya melihat seakan-akan Anda justru mengambil ayat yang enak-enak dan ditafsirkan sedikit kurang mengena. Terima kasih. Maaf saya bukan dari Islam Liberal, karena saya yakin ISLAM tidaklah liberal.

Posted by Abdul Cholik  on  09/12  at  07:30 PM

wah kak, SAYA SETUJU DENGAN PENDAPAT ANDA TENTANG PENODA, tapi ko dibahasnya pd waktu menjelang Ramadhan aja yah? knapa gak dr dulu aja? acara penoda itu kan dah ada sebelum Ramadhan kali ini. Sedangkan yang saya tau acara itu memberitakan gosip (ato ada yg sering bilang ‘gibah’) yg belum tentu benar, dan itu gak dibolehin sama Allah dari dulu tapi kok baru dibahas sekarang ya?

Trus dari surat Al Baqoroh 256 itu kalo gak salah, isi ayatnya gak sedikit gitu deh, masih panjang (kan surat itu ayatnya panjang2) tapi ko diambil sepotong doang, ntar salah ngartiin lho..

Klo gk salah itu ayat kursi ya? aq sedikit hapal artinya, “tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (islam), sesunguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yg benar dan yg sesat. Barang siapa ingkar kpd Taghut dan beriman kpd Allah, maka sunnguh ia telah berpegang pada tali yg sangat kuat yg tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui” (maap klo salah arti). Klo ambilnya gak sepotong, berarti tiap orang bebas milih utk masuk agama islam kan? dan klo masuk islam berarti ia udah berpegang pada tali Allah.

So, bukan dalam arti bebas milih agama, kan

Posted by slamet.r  on  08/31  at  12:33 PM

susah emang kalau orang JIL bercerita, orang-2x nya pada keplinteran, sekolahnya banyak jebolann perguruan tinggi kabeh (bukan jebolan pengajian/pesantren), guru ngajinya kyai2X barat, pesantrennya Toko-toko buku gunung agung, gramedia, mall-mall, kitabnya majalah-majalah,media tv, internet, kasusnya modernisasi.

andre sampeyan itu pantesnya jadi orang KEPERCAYAAN aja yang selalu mengagungkan kebaikan umat jangan sok mengomentari islam, aku yakin sampeyan itu bisa ngaco setelah menghirup kebablasan beragama, agama dijadikan aturan kemudahan, agama dijadikan simbol, agama dijadikan legalitas kehidupan (halal haram tabrak terus) agama itu tidak termakan waktu bos. . ., agama itu aturan bos. . . jadi kapanpun zamannya islam yaa tetep islam.

semoga Allah membukakan pintu hati sampeyan

Posted by asfoel  on  08/29  at  10:47 AM

Pak Andre Möller yang baik, terima kasih untuk tulisan Anda yang mencoba melihat pelaksanaan bulan puasa ini dari sisi lain. Ide yang Anda tuangkan dalam tulisan ini sebenarnya sudah menjadi pemikiran saya sejak lama. Menurut saya, untuk menjalani hidup baik, atau dalam konteks hidup beragama yakni harapan untuk menjalani hidup yang suci sesuai dengan ajaran agamanya, tentu dibutuhkan perjuangan yang menuntut pula pengorbanan. Dan yang namanya perjuangan itu bisa ada kalau ada tantangan dan hambatan dari luar. Kalau tak ada tantangan apa-apa maka orang hanya akan terlena dengan situasinya dan tidak pernah merasakan lagi apa makna hidup baik atau hidup suci itu. Meniadakan atau mencoba melarang berbagai praktek yang dianggap menyesatkan orang tentu adalah suatu tindakan yang baik dan terpuji. Tetapi apakah itu menimbulkan kesadaran dalam diri umat beragama untuk kemudian hidup lebih baik dan lebih suci lagi? Bukankan orang tidak bisa mengatakan bahwa sesuatu hal lebih baik atau lebih suci kalau tidak ada hal yang sebaliknya yang dianggap jahat atau menimbulkan dosa? Saya sendiri berpendapat, bahwa tidak ada orang yang dapat mencapai kebaikan atau kesucian yang sungguh matang kalau tak ada duri-duri yang menghalanginya. Untuk Pak Andre Möller sendiri, saya sampaikan pesan supaya tetap mantap dalam menyuarakan hal-hal yang berbeda sekaligus menantang. Saya tahu Anda tentu mempunyai dasar intelektual yang memadai untuk menulis hal ini. Soal tanggapan orang lain bahwa anda tidak logis dalam berpikir, itu hanyalah tanggapan yang disertai rasa emosi dan tidak cukup menyertakan rasio. Salam kenal, Heidi - Berlin - Jerman.
-----

Posted by Heidi Schäfer  on  10/04  at  03:11 AM

Kalau saya sih kalau bisa untuk diri sendiri diperbaikki, baru keluarga baru meningkat yang lebih besar, kalau soal penoda saya masih belum mampu untuk perbaikkan, karena belum ada power untuk itu. terima kasih

Posted by susilo1  on  10/04  at  01:10 AM

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq