Politik dalam Islam - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Gagasan
06/07/2003

Politik dalam Islam

Oleh Redaksi

Diperlukan ekstra kehatian-hatian untuk membangun pandangan yang bersahabat antara Islam dan kehidupan politik. Hal itu, menurut Samuel P. Huntington, akan dapat tumbuh dan berkembang jika mendapat dukungan sikap, nilai, kepercayaan, dan pola-pola tingkah laku berkaitan dengan perkembangan peradaban yang kondusif. Hal itu juga disebabkan oleh kenyataan yang tak terbantahkan -meminjam istilah Sdr Ulil- bahwa umat Islam tidak bisa menghindar dari kenyataan baru yang sama sekali berbeda.

SEDIKIT pandangan tentang politik dalam Islam telah dikemukakan Sdr Ulil Abshar-Abdalla dalam Kajian di Jawa Pos, 1 Juni 2003, yang berjudul Fahmi Huwaidi dan Dzimmah. Di sana ada beberapa hal yang perlu dipahami bersama bahwa sampai saat ini ada tiga pendapat yang berkembang dalam lingkungan kaum muslim tentang politik.

Pertama, aliran yang berpendapat bahwa Islam adalah agama yang sempurna dan serba lengkap yang mengatur segala aspek kehidupan, termasuk bernegara. Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa Alquran tidak mengatur masalah politik atau ketatanegaraan. Ketiga, pendapat yang mengambil jalan tengah bahwa dalam Alquran tidak terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara.

Mengamati berbagai persoalan yang berkembang akhir-akhir ini, khususnya dalam bidang politik Islam, dan jika kita mau merenung lebih mendalam, jelas tergambar bahwa sebuah pemahaman yang benar, evaluatif, kritis, dan rasional akan menunjukkan Islam bukanlah agama politik semata. Bahkan, porsi politik dalam ajaran Islam sangatlah kecil. Itu pun berkaitan langsung dengan kepentingan banyak orang yang berarti kepentingan rakyat kecil (kelas bawah di masyarakat), bukan pada tataran model-model politik.

Karena itu, jelas pulalah bahwa politik dan agama adalah sesuatu yang terpisah. Dan, sesungguhnya pembentukan pemerintahan dan kenegaraan adalah atas dasar manfaat-manfaat amaliah, bukan atas dasar sesuatu yang lain. Jadi, pembentukan negara modern didasarkan pada kepentingan-kepentingan praktis, bukan atas dasar agama.

Pemerintahan yang berlaku pada masa Rasulullah dan khalifah bukanlah diturunkan Allah dari langit. Wahyu Allah hanya mengarahkan Rasul dan kaum muslimin untuk menjamin kemaslahatan umum, tanpa merenggut kebebasan mereka untuk memikirkan usaha-usaha menegakkan kebenaran, kebajikan, dan keadilan.

Alquran sendiri tidak mengatur urusan politik secara khusus, tetapi hanya memerintahkan untuk menegakkan keadilan, kebajikan, membantu kaum lemah, dan melarang perbuatan yang tidak senonoh, tercela, serta durhaka. Alquran hanya meletakkan garis besar pada kaum muslimin, kemudian memberikan kebebasan untuk memikirkan hal-hal yang diinginkan dengan ketentuan tidak sampai melanggar batas-batas yang telah ditetapkan.

Rasulullah sendiri belum pernah menentukan sistem politik dan kekuasaan tertentu melalui sunah dan kebijaksanaannya. Hal ini yang semestinya harus kita sadari bersama agar politik tidak menjadi “panglima” gerakan Islam yang mempunyai keterkaitan dengan sebuah institusi yang bernama kekuasaan. Selain itu, Islam lebih mengutamakan fungsi pertolongan pada kaum miskin dan menderita serta tidak lebih memperhatikan secara khusus tentang bentuk negara.

Hal-hal seperti itulah yang seharusnya menjadi tekanan bagi gerakan-gerakan Islam dalam membangun sebuah bangsa, bukan mementingkan formalisasi ajaran-ajaran agama dalam kehidupan bermasyarakat. Sebab, persoalan formalisasi ideologi Islam dalam kehidupan bernegara tidak menjadi kebutuhan utama dalam bernegara.

Justru penampilan nonformal agama dalam kehidupan bernegara harus terwujud tanpa formalisasi dirinya. Dengan demikian, agama Islam menjadi sumber inspirasi bagi gerakan-gerakan Islam dalam kehidupan bernegara. Inti pandangan seperti itu terletak pada kesadaran bahwa agama harus lebih berfungsi nyata dalam kehidupan daripada membuat dirinya menjadi wahana bagi formalisasi agama yang bersangkutan dalam kehidupan bernegara.

Merujuk uraian di atas, diperlukan ekstra kehatian-hatian untuk membangun pandangan yang bersahabat antara Islam dan kehidupan politik. Hal itu, menurut Samuel P. Huntington, akan dapat tumbuh dan berkembang jika mendapat dukungan sikap, nilai, kepercayaan, dan pola-pola tingkah laku berkaitan dengan perkembangan peradaban yang kondusif. Hal itu juga disebabkan oleh kenyataan yang tak terbantahkan -meminjam istilah Sdr Ulil- bahwa umat Islam tidak bisa menghindar dari kenyataan baru yang sama sekali berbeda.

Ini menunjukkan bahwa dalam memandang sesuatu persoalan, Islam lebih mementingkan pendekatan profesional, bukan politis. Kalau saja dimengerti dengan baik, hal itu akan menjadi jelas mengapa Islam lebih mementingkan masyarakat adil dan makmur atau dengan kata lain masyarakat sejahtera, yang lebih diutamakan kitab suci tersebut, daripada masalah bentuk negara.

Jika hal ini disadari sepenuhnya oleh kaum muslimin, tentu salah satu sumber keruwetan dalam hubungan antarsesama umat, khususnya umat Islam, dapat dihindari. Artinya, ketidakmampuan dalam memahami hal itulah yang menjadi sebab kemelut luar biasa dalam lingkungan gerakan Islam dewasa ini.

[Sujito Batokan Banjarejo, Ngariboyo, Magetan, Jatim]

06/07/2003 | Gagasan | #

Komentar

Komentar Masuk (18)

(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)

kalau kita buka salah satu stasiun tv swasta, ada program sinetron ISLAM KTP, lalu apa ya maksudnya? kita sering melecehkan ISLAM, lalu kita tambah kata lain setelah istilah ISLAM itu sendiri, ya seperti ada ISLAM JAMAAH, ada ISLAM LIBRAL dsb. dan termasuk ada istilah ISLAM KTP tadi. saya kira, setelah istilah atau kata ISLAM sebaiknya tak perlu kita tambah dengan istilah atau kata lainnya. Islam itu nama yang telah dianugerahi oleh Allah SWT kepada hamba-Nya, manusia. oooo jika kita tidak mampu mewujudkan ajaran Islam secara utuh dan kaffah, jangan kita salahkan Tuhan, Allah SWT, tapi kitalah sebenarnya yang tidak mampu untuk mewujudkan ajaran Islam secara baik dalam kehidupan kita di dunia ini. selanjutnya, kalaupun kita mau menambahnya embel-embel lain, janganlah kita menggunakan atau memakai istilah atau kata ISLAM tapi pakailah istilah MUSLIM, lalu jadi seperti era Orde Baru ada Muslim Pancasila, ada MUSLIM LIBRAL, MUSLIM KTP, MUSLIM JAMAAH atau MUSLIM SYIAH. dengan demikian, kita tidak mencemarkan atau melecehkan kata ISLAM itu sendiri dan otomatis kitapun tidak mencidrai atau menghina Tuhan kita, Allah SWT.

Posted by elfan  on  08/09  at  03:15 PM

Saya tak hendak berkomentar, singkatnya saya ingin tahu dari perspektif islam liberal mengenai pertanyaan yang sulit saya lontarkan dalam sebuah diskusi islam, pertanyaan saya sangat awam, ketika seorang anak eropa dan lahir di eropa dari bapak/ibu eropa yang nota benenya sama sekali tidak tahu dan mumgkin tidak mau mengenal islam tapi dalam kehidupan didunia dia bisa saja melebihi umat islam dalam segala kebaikan yang mungkin telah di gariskan dalam al quran, seperti jiwa sosial yang tinggi, toleransi yang tinggi. padahal seperti keyakinan saya gerbang surga adalah kalimah syahadat,dengan segala nilai agung yang mengejawantah dalam setiap gerak seorang muslim. jadi, apakah kebaikan si anak eropa tadi kelak akan sia-sia letika dia harus bertanggung jawab dihadapan Tuhan ? terima kasih mohon dibalas.

Posted by anang  on  08/03  at  04:00 PM

“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah “(Ali Imran : 110). Allah SWT telah menetapkan bahwa kaum muslimin adalah umat yang terbaik diantara manusia. Status ini diberikan kepada kaum mulimin agar mereka menjadi pemimpin dan penuntun bagi umat-umat lain. Sayyid Qutb dalam Fii Zhilalil Qur’an menafsirkan bahwa yang layak menjadi pemimpin umat manusia hanyalah “orang-orang yang berpredikat terbaik”. Karena ingin meraih predikat umat terbaik itulah, umat Islam terdahulu tidak pernah berhenti ataupun lemah semangatnya dalam perjuangan menyebarkan risalah Islam ke seluruh permukaan bumi. Mereka yakin bahwa metode untuk mewujudkan kebangkitan Islam hanyalah dengan menjadikan Islam sebagai pedoman hidup yang lengkap. Islam dijadikan sebagai pola kehidupan yang menyeluruh. Umat Islam percaya dan yakin bahwa hanya Islam yang mampu memecahkan seluruh urusan manusia secara sempurna, menyeluruh, praktis dan sesuai dengan fitrah kemanusiaan.Namun saat ini umat Islam berada dalam kondisi dan situasi yang lemah serta paling rendah dalam memahami Islam. Kondisi ini telah terbukti menyebabkan segala bentuk pemikiran-pemikiran yang menyusup kedalam tubuh umat Islam. Hal inilah yang mengakibatkan munculnya berbagai gangguan dan keresahan. Umat Islam cenderung mudah mengabaikan hukum-hukum Islam. Akhirnya kehidupan mereka merosot sampai ke taraf rendah. Dalam kondisi ini, umat Islam tidak memiliki peranan lagi dalam percaturan politik internasional. Sebenarnya tidak ada cara lain untuk menyelamatkan umat dan membangkitkannya kembali menempati kedudukan mulia, selain dari mengembalikan umat pada sifat yang menjadikannya umat terbaik, yakni beriman kepada Allah SWT, melaksanakan amar ma’ruf dan mencegah kemungkaran (nahi mungkar), sebagaimana yang diungkapkan dalam ayat diatas.

Posted by Dhani  on  07/14  at  12:26 AM

kalau menurut saya sh, dalam islam memang dalam alqur’an tidak diatur secara gamblang bagaimana seharusy kita berpolitik, tapi dalam Alquran jelas diperintahkan agar kita selalu berpegang teguh kepada firman firman allah, termasuk dalam hal politik dan mengatur sebuah bangsa,,,,ada aturan aturan yang bersifat final yang harus dijadikan dasar dalam pengaturan negara, tapi ada juga hukum hukum yan beradaldari hasil permusyawaratan,,,islam sendiri tidak melarang umatnya untuk baermusyawarah,,,tapi bukan mengenai hukum dasarnya, hukum dasaynya ada di Alquran, pengembangannya bsa dimusywarahkan,,,,,yakinlah bahwa agama islam itu adalah agama yang mudah dan ringan, tapi bukan untuk dipermudah dan diperringah,,,tinggalkan asas asas barat jika ingin berfikir secara islam, islam harus dikaji secar islam, bukan dengan yang lain...........

Posted by syaifulle aminese  on  06/30  at  07:17 PM

politik adalah alat untuk mencapai kekuasaan yang ada. politik erat kaitannya dengan suatu tindakan untuk mempengaruhi seseorang. namun, banyak yang menggunakan cara-cara kotor untuk mendapatkan kekuasaan yang ada. hal itu bertentangan sekali dengan aturan islam yang ada. mendapatkan kekuasaan boleh. tetapi hrndaknya menggunakan cara yang baik. jangan yang kotor. kembalikan kepada hakikat kita mendapatkan suatu kekuasaan, yaitu untuk melayani rakyat dengan ikhlas dan tulus. politik yang baik hendaknya jangan dipisahkan dari aturan agam yang ada. yakinkan ini dalam hati kita semua.

Posted by chairul fatwa saputra  on  04/23  at  11:18 PM

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq