Privatisasi Kebenaran - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Editorial
19/05/2002

Privatisasi Kebenaran

Oleh Burhanuddin

Privatisasi kebenaran mewujud dalam klaim-klaim kebenaran dan klaim keselamatan. Bahwa kelompok, agama, kepercayaan yang dianut di luar mereka adalah sesat dan menyesatkan, dan karenanya, harus diluruskan karena kamilah yang paling punya otoritas menafsirkan Tuhan.

Judul di atas saya pinjam dari Goenawan Muhammad ketika dia mengolok-olok korupsi sebagai privatisation of the state (privatisasi negara). Privatisasi ternyata tidak sekadar populer dalam perbincangan pakar ekonomi. Yang dijadikan obyek privati-sasi juga bukan sekadar BUMN, tapi juga Tuhan, gereja, masjid, pura, simbol-simbol agama, bahkan kebenaran itu sendiri.

Privatisasi kebenaran mewujud dalam klaim-klaim kebenaran dan klaim keselamatan. Bahwa kelompok, agama, kepercayaan yang dianut di luar mereka adalah sesat dan menyesatkan, dan karenanya, harus diluruskan karena kamilah yang paling punya otoritas menafsirkan Tuhan. Potensi ini makin bertambah dengan adanya fakta bahwa abrahamic religions, kecuali Yahudi, punya doktrin propagandis dan misionaris.

Bilamana privatisasi kebenaran berubah menjadi sumbu bakar destruktif? Jika ia diorganisasi dengan semangat militansi yang menyala-nyala, maka privatisasi kebenaran itu menjadi benih fundamentalisme. Karen Armstrong, penulis kondang dari Inggris, berpendapat bahwa fundamentalisme ada pada semua agama. Dalam bukunya The Battle for God, ia menilai bahwa kehadiran fundamentalisme merupakan hasil dari sebuah proses sosial yang kompleks. Fundamentalisme, lanjut Karen, merupakan cara baru bagi orang untuk menghayati agama tatkala proses modernisasi nyaris memusnahkan nilai-nilai agama. Dalam imajinasi kaum fundamentalis, dunia menjadi ajang “peperangan kosmis antara kebaikan dan kejahatan”.

Mantan biarawati yang mengecap kuliah di Oxford University ini memang punya pandangan tidak prejudice terhadap kaum fundamentalis. Karen coba menyelami “isi hati” mereka dengan membuka secara kronologis munculnya gerakan fundamentalis sejak 1492 hingga 1999. Menurutnya, benih fundamentalis awal berkembang ketika Raja Ferdinand dan Ratu Isabella yang beragama Katolik menaklukan Granada yang mengakibatkan orang-orang Yahudi dan Islam terusir dari negara itu. Mereka hidup terlunta-lunta dalam situasi yang penuh keterasingan spiritual dan mengalami disorientasi sosial, budaya dan politik. Keadaan ini mengantarkan mereka kepada suatu model beragama yang baru, yaitu konservatisme yang merupakan bibit fundamentalisme. Ketika negara-negara Barat menjajah kawasan Timur Tengah yang merupakan jantung peradaban Islam, rasa terasing itu menjadi sempurna.

Bukan Karen Armstrong bila tak mampu meramu tema yang luas dan kompleks tentang sejarah Tuhan dan model keberagamaan fundamentalistik, menjadi sajian yang memikat dan berimbang, tanpa pretensi untuk menyederhanakannya. Sebagai seorang pakar perempuan, Karen seperti menegaskan kebenaran sebuah adagium bahwa perempuan selalu menjadi sahabat baik bagi agama, meskipun agama tak pernah menjadi kawan yang baik buat perempuan. [Burhanuddin]

19/05/2002 | Editorial | #

Komentar

Komentar Masuk (2)

(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)

“Privatisasi kebenaran” adalah wujud kebebasan berekspresi manusia dengan Tuhannya. Mereka bisa mengekpresikan privatisasi secara lima waktu, haleluya, swastiastu, tepekong!

Bahkan bagi orang-orang Barat, mereka bisa berekspresi kebebasan dengan menghina agama lain, Imagine How Mohammed in cartoon!! What an freedom’s of expression! Ekspresi di Jylland Posten (dan tabloid-koran Eropa lainnya) menunjukkan bahwa dialog-dialog yang diangan-angankan oleh Islamic Liberal sulit terwujud. Mengapa?

Bangsa ‘Barat’ yang merasa berhasil memperoleh ‘enlightment’ tentang pluralisme, ternyata ‘cuam segitu saja’. Jadi kepada siapa ‘kami’ yang radikal ini harus dialog dong? Kalau mayoritas orang Eropa masih ‘phobia’ dengan Islam, bagaimana mau dialog??

BTW masih berani memuat komentar ini, jangan berlindung dibalik editing komentar dong!!

Sekali lagi kebebasan berekspresi Bung, please dont be like and dislike!
-----

Posted by Anandita Budi Suryana  on  02/08  at  12:02 AM

mungkin saya tidak hanya ingin mengkritisi tulisan saudara ini. akan tetapi keseluruhan aktivitas pemikiran saudara dan orang2 liberal. anda seharusnya berfikir saya yakin anda mampu melakukan aktivitas berfikir yang cemerlang, karena anda orang2 cerdas. apa sebetulnya keuntungan yang anda dapat dengan mengeluarkan opini yang kontra produktif dengan agama anda. ingat bahwa hidup kita yang hanya dua digit ini akan menentukan seluruh kehidupan kita kelak yang digitnya tidak terbatas… Allah akan mengampuni semua dosa hambanya, ingatlah bahwa kebahagiaan didunia adalah sebuah kebahagiaan yang semu...kalo anda ingin berdiskusi lebih lanjut dengan saya anda bisa hub lewat e-mail saya diatas. Islam tidak seperti yang anda gambarkan saudaraku.....

Posted by ivan sopian  on  02/06  at  01:03 AM

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq