Prospek Partai Pluralis Menjanjikan - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Wawancara
29/03/2004

Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA: Prospek Partai Pluralis Menjanjikan

Oleh Redaksi

Pemilu Malaysia yang berlangsung mnggu lalu menyisakan pelajaran berarti bagi negeri kita. Barisan Nasional (UMNO) menang mutlak dengan merebut hampir 90 persen dari 219 kursi parleman. Menurut Azyumardi Azra, partai yang lebih inklusif, yang bisa bekerjasama dengan puak yang lain, memang mempunyai peluang yang lebih besar untuk menang. Sebaliknya partai ekslusif yang mengangkat isu-isu yang bagi kaum nonmuslim bisa mengancam atau bisa membuat posisi mereka sulit, tentu saja sulit untuk diterima.

Pemilu Malaysia yang berlangsung minggu lalu (21/03/2004) menyisakan pelajaran berarti bagi negeri kita. Dalam pemilu ke-11 itu, kubu Barisan Nasional (koalisi yang dimotori Organisasi Nasional Melayu Bersatu, atau UMNO) menang mutlak dengan merebut hampir 90 persen dari 219 kursi parleman. Barisan Nasional juga berhasil merebut Negara Bagian Trengganu yang sejak tahun 1999 dikuasai Partai Islam se-Malaysia dengan perolehan 28 kursi berbanding 4 kursi UMNO. Di Negara Bagian Kelantan, meski masih bisa dikuasai PAS yang setia mengusung isu-isu agama dalam kampanye politiknya, UMNO masih menuai rekor dengan merebut 21 kursi berbanding 24 kursi untuk PAS. Rekor UMNO ini kontras dengan perolehan mereka dengan 2 kursi (saja) pada Pemilu 1999 lalu.

Apa pelajaran yang bisa dipetik dari pemilu pertama Malaysia sejak lengsernya Mahathir Mohamad ini? Novriantoni dan Burhanuddin dari Jaringan Islam Liberal (JIL) mewawancarai Prof. Dr. Azyumardi Azra, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta yang baru-baru ini menerima gelar Profesor Kehormatan dari Melbourne University di Australia.

JIL: Pak Azra, apa pelajaran yang bisa ditarik dari pemilu Malaysia yang berlangsung 21 Maret 2004 lalu?

AZYUMARDI AZRA (AZRA): Secara singkat, kemenangan Pak Lah atau Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi yang memimpin UMNO (United Malay Nation Organization) dalam pemilu yang baru lalu mengindikasikan bahwa isu-isu agama, apalagi yang ditampilkan secara literal dan rigid seperti yang dilakukan PAS (Partai Islam se-Malaysia) ternyata tak efektif lagi untuk mendulang suara. Isu agama malah menimbulkan kekhawatiran, bukan hanya dikalangan non-muslim, seperti puak Cina maupun India, tapi juga di kalangan puak Melayu sendiri.

Berbeda dengan Mahathir Mohamad yang menghadapi PAS secara frontal, Pak Lah cenderung menggunakan cara-cara yang lebih rekonsiliatif, dengan kata-kata yang lebih sejuk. Sehingga dia mendapat simpati dari bangsa Melayu sendiri.

JIL: Lantas, apakah kemenangan ini juga dipengaruhi Islamic credentials yang dimiliki Badawi?

AZRA: Iya, dia memiliki modal Islamic credentials atau atribut-atribut keislaman yang cukup meyakinkan. Ayahnya adalah seorang ulama yang cukup terkemuka, dan Pak Lah memiliki gelar master dalam bidang kajian Islam dari Universitas Malaya. Berbeda dengan Mahathir yang dianggap awam dalam soal-soal Islam tapi banyak bicara soal Islam, Badawi justru memiliki latar belakang keislaman yang kuat. Itu semua menambah bobot dan wibawanya ketika berbicara soal Islam.

Juga penting untuk diingat, ketika Badawi belajar S2 di Universitas Malaya, belum ada gejala kebangkitan neokonservatisme seperti yang diwakili banyak mahasiswa Malaysia yang belajar di Eropa, yang ikut dalam gerakan atau harakah yang sangat rigid dan literal dalam pemahaman Islam.

JIL: Dalam kontestasi politik kepartaian di Malaysia seakan terjadi perebutan otoritas keislaman. Anda melihat itu?

AZRA: Di Malaysia memang terjadi perebutan keras untuk pemaknaan Islam. Ini bisa disebut sebagai hegemoni pemaknaan Islam oleh dua partai, yakni Partai Islam se-Malaysia dan UMNO. Masing-masing mengklaim bahwa mereka lebih Islami. Sebelum Mahathir turun dari kekuasaannya, salah satu isu yang sempat menimbulkan kehebohan di Malaysia adalah ketika dia mengatakan bahwa Malaysia adalah negara Islam. Itu dia lontarkan dalam rangka mematahkan dominasi PAS dalam pemaknaan negara Islam. Jadi ada kontes struggle, pergulatan yang sangat intens untuk mendominasi pemaknaan Islam. Hal ini menjadi lebih sengit karena di Malaysia tidak ada midlle power atau kekuatan penengah, yang menjembatani pemaknaan Islam di Malaysia. Di Indonesia, kita punya partai-partai Islam, tapi kita juga punya kekuatan penengah seperti NU dan Muhammadiyah untuk menengahi partai-partai Islam yang saling berebut tempat dalam pemaknaan Islam, atau ingin mendominasi pemaknaan Islam.

JIL: Kita tahu, Badawi mengusung istilah Islam Khadari, Islam peradaban atau Islam progresif sebagai bandingan dari jenis Islam yang ditawarkan PAS. Maksudnya apa itu?

AZRA: Maksudnya, Islam yang berorientasi pada kemajuan, toleran, inklusif, Islam yang sesuai dengan kemajuan modernitas, menghargai ilmu pengetahuan dan teknologi, kompatibel dengan demokrasi, dan menghargai pluralitas dan kaum perempuan, dan lain-lain.

JIL: Dulu tahun 1980-an, UMNO juga pernah melakukan perang saleh-salehan melawan PAS dengan kebijakan Islamisasinya untuk merebut simpati masyarakat Islam, khususnya puak Melayu yang selama ini diklaim sebagai pendukung PAS. Apakah itu dilanjutkan Badawi?

AZRA: Mungkin strategi itu akan dilanjutkan, tapi mungkin dengan cara yang lebih halus, sehingga tidak menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat non-muslim, khususnya Cina dan India di Malaysia. Memang selama ini banyak complain dari kalangan nonmuslim, bahwa Malaysia telah melakukan apa yang dinamakan state-sponsored-islamization atau islamisasi yang disponsori langsung oleh negara, karena kepentingan politis untuk mendapatkan dukungan dari bangsa Melayu muslim di sana.

JIL: Pemilu Malaysia menyiratkan bahwa partai yang mensegmentasi pemilihnya untuk kalangan tertentu saja, tampak kesulitan mendulang suara. Di Indonesia nampaknya juga seperti itu. Nah, apakah faktanya partai pluralis memang lebih menjanjikan daripada partai Islam?

AZRA: Memang partai yang lebih inklusif, seperti UMNO ini mempunyai prospek yang lebih besar untuk mendapat dukungan, baik dari kalangan muslim sendiri maupun dari kalangan luar, apalagi dalam negara majemuk dan plural seperti Malaysia. Ini ditambah lagi kalau dilihat dari komposisi demografis penduduk Malaysia sendiri. Kaum Melayu di sana hanya sekitar 55 % saja dari total jumlah penduduk. Mau tidak mau, partai di kalangan kaum Melayu memang juga harus bisa bekerjasama dengan partai dari puak-puak yang lain, seperti MCA (Malay Chineese Association), partai oposisi seperti DAP (Democratic Action Party), dan juga MIC (Malay Indian Congress).

Partai yang lebih inklusif, yang bisa bekerjasama dengan puak yang lain, memang mempunyai peluang yang lebih besar untuk menang. Sebaliknya partai ekslusif yang mengangkat isu-isu yang bagi kaum nonmuslim bisa mengancam atau bisa membuat posisi mereka sulit, tentu saja sulit untuk diterima. PAS sendiri pernah berusaha menjalin kerjasama dan koalisi dengan partai-partai yang tidak berbasiskan Islam. PAS pernah bekerjasama dengan DAP, tapi tidak bertahan lama.

JIL: Selain soal isu agama yang sudah tidak strategis, apa faktor lain yang membuat UMNO bisa menang telak 89 % dalam pemilu?

AZRA: Selain visi Islam progresif yang dikembangkan Pak Lah, UMNO juga memperhatikan isu-isu yang menyangkut realitas kehidupan sehari-hari masyarakat Malaysia secara keseluruhan. Kecenderungan meningkatnya korupsi, kolusi dan nepotisme mulai dikeluhkan banyak kalangan. Isu ini semakin menjadi keprihatinan nasional di Malaysia. Korupsi dalam berbagai bentuknya, tidak hanya terjadi di kantor-kantor, bahkan juga terjadi di jalan raya. Polisi mulai memungut apa yang dalam istilah kita sebagai uang cepek. Fenomena itu sudah ada di Malaysia.

JIL: Bukankah isu-isu tak sedap itu justru mendelegitimasi UMNO sebagai partai berkuasa?

AZRA: Dari satu pihak, mungkin ada potensi untuk mendelegitimasi. Tapi di lain pihak, kalangan Melayu juga masih berharap UMNO tetap memegang peranan sentral dalam pemerintahan. Jadi mereka tidak bisa lepas dari UMNO. Mereka merasa terlalu riskan untuk mengalihkan dukungan kepada partai lain, karena terbukti --meskipun korupsi sudah meruyak-- berkat kepemimpinan UMNO, Malaysia bisa mencapai kemajuan seperti sekarang ini. Muncullah apa yang disebut dengan The New Malay atau orang-orang Melayu baru dari kelas menengah yang pintar dan terdidik, dan punya kemampuan mengelola ekonomi dengan baik. Pada saat yang sama, mereka juga khawatir kalau pemerintahan berganti atau UMNO jatuh, kehidupan mereka juga terpengaruh.

JIL: Bagaimana menjelaskan tercerabutnya kekuasaan PAS dengan berkurangnya perolehan suara mereka di Kelantan dan Trengganu yang merupakan basis Islam itu?

AZRA: Penjelasannya memang cukup kompleks, karena di Kelantan sendiri PAS sudah lama berkuasa. Mungkin pembangunan di sana kurang berjalan dengan baik. Akhirnya di Kelantan maupun di Trengganu PAS kalah. Tapi saya pernah ketemu dan mendengar penjelasan pemimpin PAS. Menurut mereka, faktornya kegagalan pembangunan di dua daerah tersebut bukan hanya karena faktor PAS, tapi juga karena Pemerintahan Federal, khususnya pada masa Mahathir, memang mengunci dana pembangunan dari Kuala Lumpur ke Trengganu dan Kelanten. Akibatnya, pembangunan di dua daerah tersebut kurang bisa berjalan baik.

JIL: Anda pernah bertemu Badawi saat berkunjung ke UIN Ciputat. Apa yang membuat dia sangat terobsesi untuk menghadirkan Islam Khadari di negerinya?

AZRA: Secara pribadi saya kenal baik dengan Pak Lah. Dia pernah datang ke kampus UIN bersama Menteri Pendidikan Malaysia dan beberapa menteri lainnya, untuk mendengar pengalaman Islam progresif yang dikembangkan di perguruan tinggi Indonesia seperti UIN. Kita jelaskan bahwa usaha itu harus kita mulai dari pemahaman yang lebih menyeluruh mengenai Islam, baik dari aspek teologis, sosio-historis, maupun aspek hukumnya. Saya juga pernah diundang Pak Lah ketika dia masih menjadi timbalan atau wakil Perdana Menteri di kediamannya di Kuala Lumpur. Terakhir kali adalah kunjungannya pada Agustus tahun 2003 lalu, menjelang transisi kekuasaan dari Mahathir. Pada waktu itu, dia menyatakan ingin memperkuat jaringan Islam progresif di seluruh Asia Tenggara.

JIL: Dalam perkembangan Islam dekade akhir, Malaysia terlihat semacam surga buat kaum literalis, terutama mereka yang memakai kekerasan sebagai jalur diplomasinya. Banyak kaum teroris yang kemudian memanfaatkan Malaysia sebagai tempat pelarian, baik dari Filipina, Birma maupun Indonesia. Apakah ini membuat Badawi ikut prihatin, dan kemudian secara terbuka berbicara soal Islam progresif?

AZRA: Ya. Ini menimbulkan keprihatinan bagi Badawi, karena Malaysia dituduh Amerika sebagai tempat di mana beberapa pelaku pemboman WTC New York dan Pentagon, pernah rapat di suatu gedung di Kuala Lumpur. Belum lagi apa yang Anda sebutkan sejak zaman Soeharto di Indonesia. Pelarian-pelarian dari Indonesia itu menjadikan Malaysia sebagai tempat yang save heaven. Malaysia bahkan dijadikan tempat transit dalam perjalanan mereka, seperti ke Iran atau Afghanistan. []

29/03/2004 | Wawancara | #

Komentar

Komentar Masuk (3)

(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)

pak azra perlu melihat tentang gagasan islam hadhori secara lebuh menyeluruh termasuk tentang akidah dan syariatnya sebagai intipati. bukan hanya pada isu yang sering dibawa oleh orang kebanyakan seperti toleransi, hak wanita, moderate dan seumpamanya. isu tersebut sering diperalatkan oleh orang islam yang rasa inferior terhadap agamanya sendiri lantaran kejahilan dan misconceptual.

kemenagan UMNO & BN dalam pemilu sebenarnya masih dikaburi dengan kabus penipuan, eksploitasi media, sentimen dan penggunaan kesempatan keatas rakyat yang kurang maklumat dan masih jahil dan penggunaan kesempatan keatas semua yang dimiliki kerajaan. dasar media yang begitu rigid sokongan kepada pemerintah menyekat maklumat dan penyaluran maklumat yang tidak adil menjadikan rakyat hanya menilai sebelah pihak lalu hilang kritis dan menjadi penerima setia.
-----

Posted by saidi adnan bin md nor  on  04/13  at  09:05 AM

Ummat Islam merupakan penduduk mayoritas di tanah air; sehingga ummat Islam adalah pembayara pajak terbesara sejak tahun 1945; walaupun demikian masih bertabah banyak muslim dan muslimah yang murtad, terlibat kejahatan dan pelacuran. Kemiskinan mengakibatkan banyak muslim yang berhenti dari Sekolah Dasar. Untuk mendapatkan pekerjaan yang baik dibutuhka gelar sarjana S1 dari Universitas yang diakui oleh Pemerintah. Jumlah sarjana yg memiliki gelar sarjana S1 dari Univeritas hanya 7% dari jumlah penduduk RI sebesar 212 juta jiwa. President Soeharto sengaja memperbanyak Departemen atau memperbanyak pegawai negeri; karena mereka wajib memilih Golkar. Setelah Golkar memenangkan PEMILU; Golkar wajib memilih kembali Soeharto sehingga dia dapat berkuasa selama 32 tahun. Makin banyak pegawai negri; makain banyak pajak yang harus dibayar oleh rakyat; dan makin parah KKN, Monopoly dan Inflasi. Pemerintah memilii 33 mentri atau 33 Departemen. Ummat Islam harus memaksa Pemerintah mengurangi 20 Departemen atau mengurangi pegawai negri; sehingga Pemerintah memiliki dana yg besar untuk diberikan kepada Departemen Pendidikan. Ummat Islam harus memaksa Pemerintah memberikan pendidikan gratis untuk semua WNI; sehigga Pemrintah wajib menghemat dana yang dimiliki oleh Pemerintah; karena dana tersebut dibayar oleh rakyat sebagai pajak. Pajak yang dibayar oleh ummat Islam harus dipergunakan untuk pendidikan gratis sehingga kemakmuran semua WNI dapat diperbaiki. Pajak yang dibayar ummat Islam bukan untuk membayar gaji pegawai negeri yang berlebihan sehingga pemborosan,KKN, Monopoly dan Inflasi tidak dapat diberhentikan Pemerintah; mengingat bertambah banyak muslim dan muslimah yg murtad, terlibat kejahatan dan pelacuran. Ummat Islam harus menggunakan Partai Politik untuk memaksa Pemerintah memberikan pendidikan gratis untuk semua WNI.

Posted by Muhammad Abdullah  on  04/10  at  08:04 PM

Pandangan Pak Azra(PA)seharusnya diberi perhatian kerana saya walaupun mendukung aspirasi Partai PAS ternyata merasakan beberapa perkara yang dibangkitkan oleh PA mempunyai peranan terhadap kekalahan PAS.Sokongan boleh dikatakan terhakis,walau hakikatnya masih didiskusikan,kerana slogan islam hadhari yang digentakan oleh Pak Lah dan beberapa usaha memerangi korupsi(tetapi tidak kronisme dan nepotisme)serta dasar pembangunan ekonomi luar bandarnya yang memikat populasi “conservative malay-states”,namun demikian yang ingin diberi perhatian adalah citra islam progresif itu,jangan dilupa ayah dan datuk beliau adalah ulama terkenal namun baleh dikatakan mewakili citra tradisionalis bukannya progresif.Walaupun harus diakui Pak lah memenangi sanubari orang Melayu dengan dasar islam hadhari itu,saya rasa ada apa pada nama jika belum ditampilkan neukleus pada idea beliau dan sejarah politik beliau mengindikasikan beliau tidaklah boleh dibilang mewakili mana-mana idea islamic progresif sama ada ethical Prof Naguib al attas atau world view ziauddin sardar,ini saya rasa ada cacatnya idea hadhari Pak Lah.Tidak boleh dinafikan sehingga ini, hanya Anwar Ibrahim mengartikulasikam idea Islam yang memikat,segar dan mempunyai citra progresif.Bukanlah saya ingin menjadi jurubicara mana-mana pihak kerna rakyat telah membuat pilihan,kekalahan telah termaktub oleh itu pihak pembangkang harus menyiapkan kekuatan utk pemilu yang akan datang,dan saya rasa Pak Lah akan menghadapi masalah dgn non-muslim apabila islam hadhari nya mula dipandang dari sudut peradaban kerna organisasi UMNO boleh dikatakan incompatible dengan 7 permasalahan pembangunan peradaban Sardar dan social-contract patai UMNO dengan MCA(Malaysian Chinese organisation)serta MIC(Malaysian Indian Congress),dari situ kita akan tahu dari kejujuran dhamir atau slogan politik semata-mata.

Posted by mohd ikmal  on  03/31  at  11:03 AM

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq