Siapa Pemimpin Islam Indonesia? - Komentar - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Kolom
20/09/2010

Siapa Pemimpin Islam Indonesia?

Oleh Abdul Moqsith Ghazali

Setiap orang Islam sebenarnya adalah pemimpin atas dirinya sendiri. Kata Nabi, “kullukum ra’in wa kullukum mas’ulun ‘an rai’iyyatihi” (setiap kalian adalah pemimpin dan kalian akan dimintai pertanggungan-jawab atas kepemimpinan kalian)

20/09/2010 18:10 #

« Kembali ke Artikel

Komentar

Komentar Masuk (15)

(Tampil semua komentar, ascending. 20 komentar per halaman)

Halaman 1 dari 1 halaman

Umat islam tidak lagi butuh pemimpin, tuntunan beragama dari tuhan, nabi, ulama dan kaum cerdik cendikia (menurut saya mereka yang ada di JIL juga ulama, bahkan seharusnya umat mengakui mereka sekaliber ulama besar, sayang banyak yang tidak tahu kepandaian mereka) sudah sangat jelas, terang benderang,tinggal mengamalkan saja dan menyesuaikan dengan perubahan jaman dan kondisi Indonesia. Susah memang kalau memaksakan islam seperti islamnya orang arab, bersorban, berjenggot (tidak sekalian saja makan daging unta dan sarapan kurma). Apalagi kalau memaksakan negara agama, ah mereka seperti orang yang tidak pernah belajar sejarah islam dan sejarah modern saja, mereka adalah pemimpi. Apalagi penguasa dari Partai islam yang jadi Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota, mereka adalah pengumpul infak dari pejabat yang mereka angkat dari golongan mereka sendiri walau diperoleh dengan cara2 yang berbau KKN (silahkan di survei, kalau saya dianggap ngawur !!!). Yang kita butuhkan adalah pemimpin negara yang bisa mengayomi semua agama secara arif dan bijaksana. Pemimpin yang tegas, yang berani dan yang tidak butuh popularitas, dengan segala kekurangannya (maaf) Gus Dur, Yusuf Kalla dan beberapa ulama di JIL adalah tipikal pemimpin islam Indonesia.

#1. Dikirim oleh Teguhsuseno  pada  21/09   10:22 AM

Judul di atas sebenarnya akan melahirkan dikotomi perspektif, tentang Islam vis a vis negara. Diskursus Islam dan negara (politik) secara historis melahirkan dua cara pandang. Karena ketika berbicara tentang “pemimpin” dalam konteks negara, maka ini seratus persen adalah domain politik (praktis). Pertama, kaum sripturalis pasti mengatakan butuh figur sentris sebagai pemimpin/khalifah, baik skala nasional maupun internasional. Kedua, kaum kontekstualis-substantif yang berpaham bahwa ide negara Islam adalah sangat ahistoris. Inilah perspektif klasik yang muncul dalam tradisi Islam.
Tapi untuk konteks Indonesia yang pertama itu tak berlaku. Karena Islam Indonesia lebih “kaffah” ketimbang Islam di negara lain. Sesuai hadist yang diungkapkan oleh Kyai Muqsith di atas, bahwa setiap manusia adalah pemimpin. Dan umat Islam di Indonesia juga “soft sekuler”, karena masalah politik (negara) secara “setengah-setengah” dikawinkan dengan domain agama.Wallahu’alam bilmurodhi.

#2. Dikirim oleh Satriwan Salim  pada  21/09   04:30 PM

dari “kullukum ra’in wa kullukum mas’ulun ‘an rai’iyyatihi” menuju kepada satu kualitas personal seorang pemimpin.
tidak ada pemimpin tunggal dalam Islam,menurut saya.yang ada adalah kualitas personal seorang pemimpin yang beragama Islam.kualitas personal itu diantaranya adalah ia mampu bersikap bijak, dan memperjuangkan nilai-nilai universal.
Gus Dur,adalah representasi seorang muslim yang memiliki kualitas personal seorang pemimpin.meskipun dalam kasunyatannya seluruh umat Islam di Indonesia tidak mengakui Beliau sebagai pemimpinnya.

#3. Dikirim oleh Sunarno  pada  21/09   05:29 PM

Analisa yang sangat menarik, bukan saja mempertanyakan siapa yg menjadi pemimpin tetapi juga mengingatkan bahwa setiap dari kita dalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban. Jadi jangan hanya menggantungkan pada fatwa orang lain, tetapi juga mencari kebenaran dengan menjalani sendiri.

#4. Dikirim oleh Muhammad Rosyid Budiman  pada  22/09   02:33 AM

Ulama-ulama Ahlussunnah wal Jamaah mengumpulkan banyak rujukan dari Al Qur’an dan Sunnah untuk satu hukum. Bandingkan, dengan pendapat penulis yang hanya menggunakan satu dalil untuk membenarkan tesisnya. Ketidakilmiahan dalam metodologi sehingga kesimpulan diambil hanya melalui penerjemahan yang “letterlux”. Sungguh suatu pemahaman yang sangat dangkal, sehingga wajar jika ijtihad penulis tidaklah berbeda dengan pemahaman para teroris.

Kalau kita menggunakan pemahaman salafush shalih, maka jelas bahwa SBY adalah pemimpin umat islam Indonesia dan negara ini adalah negara Islam. Bertebaran rujukan di Al Qur’an dan Sunnah bagi orang-orang yang mau berfikir.

#5. Dikirim oleh Abu Hanif  pada  22/09   10:51 AM

Ini lah yang menjadi persoalan saat ini jika berkaitan dengan Islam. Ketika ada satu ormas atau orang yang mengklaim dirinya sebagai yang paling benar untuk menafsirkan isi Al-Quran atau Hadist, tidak ada otoritas yang mengatakan bahwa tafsir itu memang benar begitu atau tafsir mereka adalah salah. Ini juga kalau kita bicara masalah teroris yang marak di bumi pertiwi saat ini. Tidak ada satu otoritas pun yang bisa mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh para teroris yang mengatasnamakan islam dengan cara jihad, adalah sebuah perbuatan yang salah dan bertentangan dengan hukum Tuhan. Ada saja, entah perorangan atau organisasi, yang bisa memahami apa yang dilakukan oleh para teroris tersebut dengan berbagai dalih dan alasan.
Kalau saja ada pribadi atau organisasi yang bisa menjadi pemimpin islam, menimal di tanah pertiwi ini, pasti akan mudah untuk mengatakan bahwa perilaku teroris adalah salah dan tidak ada pihak lain yang bisa membenarkan perilaku tersebut.
Kalau sudah demikian, akhirnya kembali pada diri kita sendiri. Apakah tujuan kita beragama sebenarnya. Ingin bermusuhan atau memusuhi orang lain, atau ingin menjadi orang yang berbudi baik sehingga bisa berelasi dengan orang lain dengan baik.

#6. Dikirim oleh Putra Pertiwi  pada  22/09   01:45 PM

sejarah berdarah-darah pernah dialami oleh agama-agama besar. penganut yang berakal sehat tentunya tidak menginginkan terulangnya kembali sejarah kelam tersebut. negara agama akan berjalan stabil bila mayoritas rakyatnya sepaham dengan elit penguasanya seperti arab saudi dan iran. untuk ukuran indonesia jelas akan terjadi gejolak yang luar biasa bila dipaksakan menjadi negara agama. belum menjadi negara agama saja sudah berdarah-darah apalagi bila betul-betul menjadi kenyataan, sulit terbayangkan. pembantaian besar-besaran akan terjadi, siapapun yang tidak sepaham dengan penguasa akan diganyang habis. mereka dianggap kafir dan halal darahnya. yang perlu diwaspadai, ada tiga jalur yang mereka tempuh menuju negara agama. jalur kekerasan, jalur resmi (partai) dan jalur LSM. di permukaan nampaknya mereka jalan sendiri-sendiri tapi bila negara agama terwujud otomatis mereka akan bergabung, membangun pemerintahan tirani. gerakan mereka sebetulnya dapat dibendung asal pemerintahan kita saat ini menjauhi praktek-praktek korupsi, betul-betul menjunjung tinggi supremasi hukum (adil) dan betul-betul memperhatikan kesejahteraan rakyat.

#7. Dikirim oleh roni  pada  22/09   07:50 PM

wow ilmu yang cukup bagus tanks,

#8. Dikirim oleh budi wadud  pada  23/09   03:04 AM

pemimpin Indonesia yang baik adalah pemimoin yang mampu mengayomi semua agama (idiologi),partai budaya suku dan ras .ianya tidak mementingkan golongan salah satu partai

#9. Dikirim oleh SAIM  pada  25/09   02:35 PM

jadi siapa yang perlu dianut???udah deh...nganut “gitu aja kok repot"…

#10. Dikirim oleh moehaimine  pada  26/09   02:13 PM

Saya hanya menyampaikan fakta bahwa umat muslim di dunia itu terbagi ke dalam berbagai sekte yang saling serang satu terhadap yang lain, misalnya Sunni dengan Syiah.

Di Palestina, golongan Hamas saling bermusuhan dengan Fatah, meskipun mereka punya “big common enemy” ("musuh besar bersama"), yaitu Yahudi Israel, yang sama-sama mereka beri stigma sebagai “dajjal setan yang dilaknat oleh Allah”, yang harus diperangi bersama.

Ada juga yang namanya kaum wahabi dan khawarij, kelompok super keras, bahkan di dalam internal umat Islam sendiri, yang mengkafirkan kelompok lainnya. Mereka memiliki penafsiran yang berbeda atas kitab suci, dan penafsiran yang berbeda tsb mereka tunjukkan dengan kekerasan.

Dengan data dan fakta seperti itu, bagaimana mungkin ada seorang tokoh Islam yang menjadi pemimpin umat yang bisa mengatasnamakan umat seluruhnya?

Sbg contoh, bagaimana seorang ayatollah Khomeini, berbicara atas nama Arab Saudi, misalnya?. Dan bagaimana pula caranya, seorang Habib Rizieq dan Abu Bakar Baasyir mengatasnamakan NU atawa Muhammadiyah? Mereka pasti tidak bisa melakukan itu.

Saya hanya menyampaikan fakta dan data saja, lain tidak. Mungkin saja fakta tsb adalah merupakan pengukuhan atas kalimat nabi : “setiap kalian adalah pemimpin dan kalian akan dimintai pertanggungan-jawab atas kepemimpinan kalian”.

Kalo diambil maknanya, maka di dalam Islam tak ada yang namanya pemimpin umat, karena masing-masing orang Islam adalah khalifah dengan tipe karakternya masing-masing. Dan, ini sudah terbukti dalam perjalanan sejarah dunia.

#11. Dikirim oleh Anton Isdarianto  pada  28/09   07:11 AM

Saya sangat kecewa dengan ulasan dari mas ghazali karena ulasan tentang pemimpin islam sangatlah dangkal…
Pemimpin islam bukanlah pemimpin lokal tapi pemimpin dunia..
Ya pendek kata belajarlah dulu yang banyak baru menulis artikel..
Mau diskusi dengan saya? Saya bersedia untuk meluruskan persepsi anda
HP. 08119916254

#12. Dikirim oleh Ruhulloh Rajendra Faiz  pada  03/10   04:39 PM

Coba penulis itu belajar dulu tentang siroh rosululloh jangan kitab lokal yang di pakai, kalau sudah begitu setiap yang di ungkap nantinya akan menyesatkan umat islam, apa memang begitu tugasnya..? Pemimpin umat islam itu ya untuk seluruh umat islam seluruh dunia, bukan lokal, kalau pemimpin di negeri ini di pertanyakan tuh agamanya...islam atau bukan, kemana dia ketika al qur’an di bakar, rosul di lecehkan, masjid di bakar, muslimah di perkosa...adakah yang bersuara,.. BISU....apakah anda kemudian anda membandingkan pemimpin islam seperti itu, lihatlah khalifah al mu’tasim billah satu orang wanita di lecehkan dia kerahkan seluruh pasukan untuk membelanya

#13. Dikirim oleh JOKO PITONO  pada  06/10   06:05 AM

Orang fakih dimata orang safih seperti orang safih dimata orang fakih…
Aku mau bertanya wahai ghazali ..apakah kamu seorang yang fakih?

#14. Dikirim oleh Abdurrahman  pada  06/10   04:58 PM

Sejarah Islam penuh perpecahan, kita bisa baca sejarah pecahnya Islam menjadi Syiah dan Sunni. Kemudian, dinasti Ottoman yang tak pernah akur dengan dinasti Safavid dan selalu terjadi permusuhan bin peperangan antar kedua dinasti Islam tsb. Ottoman pengikut Islam Sunni, dan Safavid Islam Syiah. Dewasa ini, Iran juga berbeda dengan Arab Saudi dan Arab lainnya, mereka punya gengsi masing-masing dan tak bisa bersatu.

Lalu, lihat sejarah Islam sekarang ini : lihatlah bagaimana OKI dan Liga Arab. Apakah ada SOLIDITAS diantara mereka? Masing-masing anggota organisasi negara-negara Islam tsb sulit sekali untuk bersatu karena egoisme masing-masing anggota. Gengsi telah mengalahkan persatuan. Dalam lingkup kecil, di Palestina, Hamas saling bunuh dengan Fatah s.d. saat ini. Bagaimana pula mau bicara soal kerukunan dalam Islam?

Jadi, bagaimana Islam mau jadi pemimpin dunia? Sejarah sejak 1400 tahun lalu membuktikan bahwa di dalam Islam selalu terjadi percekcokan sendiri, sampai hari ini. Tak henti-henti.

#15. Dikirim oleh Anton Isdarianto  pada  16/10   08:36 AM
Halaman 1 dari 1 halaman

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq