Surat Terbuka kepada Ketua MPR - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Kolom
21/02/2006

Surat Terbuka kepada Ketua MPR

Oleh Anick H.T.

Yang Mulia Bapak Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. Perkenankanlah saya menyatakan keprihatinan mendalam atas pernyataan Anda di Pekanbaru seperti dikutip kantor berita Antara pada 6 Februari. Dalam kesempatan menanggapi bergulirnya isu permintaan suaka politik ke Negara Kanada dan Australia oleh jemaah Ahmadiyah Indonesia yang menjadi korban persekusi itu, ada beberapa hal yang membuat saya tersentak.

Tulisan ini sebelumnya dimuat di Koran Tempo, 18 februari 2006.

Perkenankanlah saya menyatakan keprihatinan mendalam atas pernyataan Anda di Pekanbaru seperti dikutip kantor berita Antara pada 6 Februari.

Yang Mulia Bapak Ketua MPR Hidayat Nur Wahid.

Perkenankanlah saya menyatakan keprihatinan mendalam atas pernyataan Anda di Pekanbaru seperti dikutip kantor berita Antara pada 6 Februari. Dalam kesempatan menanggapi bergulirnya isu permintaan suaka politik ke Negara Kanada dan Australia oleh jemaah Ahmadiyah Indonesia yang menjadi korban persekusi itu, ada beberapa hal yang membuat saya tersentak.

Anda menyatakan bahwa permintaan suaka itu sebagai tindakan aneh. Apakah aneh jika para korban persekusi itu merasa tidak dilindungi oleh negaranya ("Polisi Tak Menjamin Keamanan Anggota Ahmadiyah”, Tempo Interaktif, 6 Februari 2006), kemudian meminta bantuan ke negara lain? Apakah tidak lebih aneh jika warga Indonesia yang lahir dan besar di Indonesia diusir dari tanah yang dimilikinya sendiri hanya karena berbeda keyakinan? Apakah tidak lebih aneh jika seorang warga Indonesia dilarang beribadah di masjidnya sendiri, sementara konstitusi menjamin kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya? Apakah tidak lebih aneh jika seorang bupati membuat surat keputusan yang secara terang-terangan melanggar konstitusi, tanpa ada teguran dari pejabat yang lebih tinggi, termasuk Anda sebagai pemegang amanat konstitusi?

Saya ingin mengingatkan kembali pernyataan Anda seperti dikutip kantor berita Antara. “Permasalahan Ahmadiyah sesungguhnya bisa dibuat tidak rumit jika mereka kembali pada konsistensi menjadi muslim sebagaimana muslim demokrat lainnya di Indonesia.” “Jika ada kawan-kawan yang menganut ajaran ini, kenapa tidak kembali saja pada arus besar umat Islam yang tidak punya nabi bernama Mirza Ghulam Ahmad itu.” “Jika mereka mengaku beragama Islam, batasannya sangat jelas. Saya kira lebih baik mereka berada dengan bangsa Indonesia di sini menjadi umat Islam sebagaimana umat Islam lainnya untuk menghadirkan kebersamaan yang kuat sebagai bangsa Indonesia.” “Jika ingin jadi umat Islam, apa sih susahnya untuk itu.”

Sungguh, saya betul-betul tidak mengerti mengapa seorang Ketua MPR bisa mengeluarkan pernyataan itu, yang bagi saya justru memunculkan kerumitan yang amat sangat, saat Anda sendiri ingin membuatnya tidak rumit. Ada beberapa hal yang menjadi ganjalan. Pertama, dalam kesempatan pidato menyambut hari raya Imlek beberapa waktu lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sempat melontarkan beberapa pernyataan yang sangat maju menyangkut kebebasan beragama. Salah satunya ditegaskan bahwa negara tidak lagi mengintervensi ajaran agama warganya.

Lalu, jika Anda sebagai Ketua MPR merasa bahwa Islam punya batasan yang jelas dan bisa Anda ukur, dan kemudian aparat negara berhak menggunakan ukuran tunggal itu untuk mempersekusi dan mengusir warganya, apakah kemudian Anda menganggap pernyataan Presiden Yudhoyono subversif? Atau, jika Anda menganggap pernyataan Yudhoyono sesuai dengan konstitusi, apakah berarti SK Bupati Lombok Barat subversif? Atau, karena ada fatwa Majelis Ulama Indonesia yang melarang ajaran Ahmadiyah, itu berarti bisa menjustifikasi pelanggaran konstitusi?

Kedua, permintaan Anda kepada anggota Ahmadiyah untuk kembali pada konsistensi menjadi muslim sebagaimana muslim demokrat lainnya di Indonesia, bagi saya, contradictio in terminis. Muslim demokrat, bagi saya, mereka yang menghargai keyakinan muslim lain meski tidak sesuai dengan yang diyakininya. Muslim demokrat adalah muslim yang berani berbeda dan berani membela hak hidup siapa pun yang berbeda pandangan dengan dia.

Ketiga, tampak sekali Anda menyederhanakan masalah dan menyepelekan keyakinan kelompok yang berbeda dengan Anda ketika bertanya retorik: apa susahnya anggota Jemaat Ahmadiyah kembali menjadi muslim seperti muslim lainnya? Apa pun argumen yang mendasari keyakinan seseorang (dan saya yakin warga Ahmadiyah memiliki argumen yang cukup kuat untuk itu, sekuat Anda meyakini Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir), saya kira orang lain tidak dapat begitu saja menganggap sepele keyakinan itu. Apalagi jika kita ingat bahwa jemaah Ahmadiyah sudah hadir dan memiliki pengikut di Indonesia sejak Indonesia belum merdeka.

Keempat, saya meyakini spektrum perbedaan antarkelompok Islam di Indonesia sangat luas, dan itulah sunatullah. Jika kejadian persekusi ini dibiarkan terus-menerus terjadi, nantinya tidak hanya warga Ahmadiyah yang menjadi korbannya. Kelompok-kelompok lain yang dipandang berkeyakinan di luar mainstream, yang menurut Anda ukurannya jelas itu, pada gilirannya memungkinkan diperlakukan sama.

Kelima, saya yakin Anda tahu betul bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini telah memiliki konstitusi yang jelas, yang melindungi kebebasan beragama semua warganya. Dan warga Ahmadiyah tidak bisa dikecualikan dalam hal ini. Saya juga yakin Anda tahu betul bahwa negara kita sudah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, dan tentang Hak Sosial, Ekonomi, dan Budaya, juga turut menyetujui Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948, dan telah pula memiliki Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia. Dipandang dari sudut ini, tentunya sangat tidak produktif--untuk tidak mengatakan gegabah--mengeluarkan pernyataan miring seperti itu, terlepas apakah Anda berbicara dalam kapasitas resmi sebagai Ketua MPR atau sebagai salah satu petinggi Partai Keadilan Sejahtera atau sebagai pribadi sekalipun.

Surat terbuka ini saya maksudkan sebagai bentuk rasa memiliki, bagian dari warga negara Indonesia yang tak ingin negaranya tercabik-cabik oleh rasa benci dan menang sendiri. Juga sebagai warga negara yang ingin memiliki pemimpin yang sejuk dan mendamaikan.

Anick H.T.
Pegiat Aliansi untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

21/02/2006 | Kolom | #

Komentar

Komentar Masuk (47)

(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)

Memang Betul Ahmadiyah mereka beriman kepada Allah dan Muhammad adalah Hamba

Posted by Kurdi  on  05/25  at  07:22 PM

saudara afandri...darimana anda bisa menyebutkan ahmadiyah seiman dengan umat islam yg lain?umat islam tidak pernah mengakui ada nabi ke -26 dst, tetapi ahmadiyah mengakui ada nabi setelah nabi besar muhamad saw,apakah itu anda bilang seiman?dari mana seimannya?secara prinsp akidah sudah berbeda,kalau akidah saja sdah berbeda jelas tidak seiman.Anda jangan memutar balikan perkataan,jangan seolah2 perkataan anda santun tetapi sebenarnya niat anda ingin merusak akidah.

Posted by 3k4  on  12/20  at  12:34 AM

apapun komentar anda yg ada di forum, tidak akan menggoyahkan umat islam.Apapun agama anda,islam tidak perduli.Tetapi jangan pernah mengganggu islam. Dalam islam sudah sagat jelas,nabi terakhir adalah Nabi Muhamad SAW.Selama ahmadiyah tidak mengatasnamakan islam,umat islam tidak perduli,tetapi siapapun orangnya,siapapun golongannya jika mengganggu agama islam,itu berarti apapun akan dikorbankan demi tegaknya agama allah swt. Sebenarnya yg mencari masalah itu siapa ya?pertanyaan saya,ada motif apa dibalik ahmadiyah?mengapa tidak mengatasnamakan agama lain?mengapa musti islam?apakah ini pesanan dari yahudi dan amerika?anda bebas berkeyakinan memeluk agama,tetapi jangan pernah mengganggu agama lain.jika anda merasa ahmadiyah merupakan agama,namakan saja ahmadiyah agama merah putih,agama tiang listrik,atau agama kebo hitam.Jika anda mengatasnamakan bukan islam,bagi umat islam jelas tidak ada masalah.

Posted by 3k4  on  12/20  at  12:21 AM

- Hai bangsa Indonesia, resapi dengan hati yang tenang dan fikirkanlah dengan akal yang cerdas:

- Sejak ratusan tahun yang lalu agama Hindu, Buddha, Islam, Nasrani, Ahmadiyah, Konghucu, dan lain sebaginya semuanya masuk dari luar yang katanya membawa ajaran kebenaran utusannya masing-masing telah mempengaruhi nurani hati dan akal fikiran Bangsa Nusantara yang sejak semula nenek moyangnya sebelum mereka datang semua mempunyai watak budi luhur yang tidak terkalahkan oleh bangsa manapun juga, yaitu Animisme “Ajaran Penghayatan Kepada Ketuhanan Yang Maha Esa” langsung melalui nalurinya tanpa utusan.

- Akibat kedatangan kebenaran berdasarkan utusan yang dari luar itu, maka bangsa Indonesia kenyataannya telah dipakai tempat ajang pertarungan katanya kebenaran.

- Marilah kita kembali kepada Az Zumar (39) ayat 45, Shahadat Tauhid, yang membawa naluri budi luhur, dan halau Shahadatain utusan, sesuai Ali Imran (3) ayat 80: yaitu watak hati ARBABAN/BERHALA/KULTUS/MENUHANKAN nabi/utusan. dan ARBABAN pemuka-agama selain Allah sesuai At Taubah (9) ayat 31.

- ARBABAN mengakibatkan menyimpang dari jalan lurus atau musrik sesuai Al Hajj (22) ayat 31.
- Musrik bunuh dengan ilmu persepsi tunggal sesuai At Taubah (9) ayat 5.
- Musrik najis sesuai At Taubah (9) ayat 28.
- Musrik perangi dengan ilmu sesuai 36.
- Musrik jangan do’akan sesuai At Taubah (9) ayat 113.
- Musrik tidak ada ampunya untuk tidak musrik sesuai An Nisaa (4) ayat 48,116.

-Camkanlah baik-baik didalam hati dan akal fikiran yang cerdas dari bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila dinegara kesatuan.

Wasalam, Soegana Gandakoesoema, Pembaharu Persepsi Tunggal Agama millennium ke-3 masehi untuk memenuhi An Nahl (16) ayat 93, yang tidak setuju sesat yang setuju diberi petunjuk.

Posted by Soegana Gandakoesoema, Pembaharu Persepsi Tunggal  on  07/27  at  12:46 AM

Ada baiknya kita memahami dahulu secara luas dan mendalam makna kata sesat, sebelum kita menudingkan kata tsb kepihak lain. Menurut yang saya coba pahami dari Quran :

- Menurut Allah orang yang paling sesat adalah orang yang mensekutukan Allah dengan yang lain.  - HANYA Allah-lah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dan siapa yang mendapat pentunjuk. - Semua manusia akan tersesat jika tidak diberi petunjuk oleh Allah. - Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyesatkan siapa yang Dia kehendaki. - Mensekutukan Allah termasuk dalam hal menyembah/ mempertuhankan/ mengikuti hawa nafsu. - Yang termasuk dalam hawa nafsu diantaranya: rasa permusuhan dan kebencian terhadap sesama makhluk Allah khususnya manusia, berkeluh kesah terhadap keadaan yang menimpa kita. dll dll.

Nah, dari poin2 di atas kelihatannya kita semua sulit untuk terbebas dari katagori sesat menurut pandangan Allah. Tentu saja sebaiknya kita berusaha sungguh2 untuk sedikit demi sedikit terhindar dari kesesatan dalam mensekutukan Allah, khususnya mengikuti hawa nafsu. Dan menurut hemat saya upaya tsb akan menyita segenap tenaga dan fikiran kita sepanjang hidup, sehingga tidak menyisakan energi yang memadai untuk ‘ngurusi’ orang lain. Kalaupun kita ingin menerapkan surat ‘Al Asyr’ atau ‘wal asri’ yaitu saling nasehat menasehati dalam kebenaran dan berlaku sabar, tentu harus kita pergunakan cara yang santun dan penuh kasih sayang, karena cara itulah yang digunakan Allah dan Rasul-Nya dalam menasehati kita.
-----

Posted by Yudi Azhari  on  01/23  at  12:01 AM

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq