Memahami Gagasan Islam Liberal - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Kliping
31/05/2002

Memahami Gagasan Islam Liberal

Oleh Redaksi

Tak pelak lagi gagasan Islam liberal sampai hari ini mengundang perdebatan karena oleh banyak kalangan dianggap lepas dari pakem pemikiran khas Islam Indonesia dan berkesan kebarat-baratan. Yang lebih tragis, ada asumsi pejoratif terhadap gagasan ini, yaitu dapat berakibat buruk terhadap autentisitas ajaran Islam.

Dari Suara Merdeka, 31 Mei 2002

Oleh: A. Riswanto

AKHIR-AKHIR ini kita disuguhi fenomena dinamis pemikiran Islam di Indonesia yang ditandai kemunculan pola dan gerakan pemikiran, terutama dipelopori anak muda, baik NU maupun Muhammadiyah.

Misalnya di Jakarta lahir Komunitas Utan Kayu, Paramadina, di Yogyakarta lahir LkiS, di Surabaya lahir LSAP, dan lain-lain. Komunitas muda ini lalu mengidentikkan pemikirannya sebagai mengusung gagasan ‘’Islam Liberal’’.

Hal itu diupayakan dalam rangka mendobrak stagnasi pemikiran Islam yang disebabkan oleh hiruk-pikuk kegagalan politik Islam di panggung kekuasaan seiring dengan kejatuhan Gus Dur.

Tak pelak lagi gagasan Islam liberal sampai hari ini mengundang perdebatan karena oleh banyak kalangan dianggap lepas dari pakem pemikiran khas Islam Indonesia dan berkesan kebarat-baratan. Yang lebih tragis, ada asumsi pejoratif terhadap gagasan ini, yaitu dapat berakibat buruk terhadap autentisitas ajaran Islam.

Sebenarnya gagasan ini bukanlah gagasan baru karena Leonard Binder telah menulis buku mengenai Islam liberal, 1988. Namun, di Indonesia gaya berpikir Leonard Binder tidak banyak ditiru, sedangkan yang dapat disebut memprovokasi pemikiran Islam liberal di Indonesia justru Charles Kurzman.

Buku yang ditulisnya lebih memperoleh apresiasi anak muda Islam kota, karena di samping merupakan buku antologi tulisan para aktivis dan intelektual terkemuka di dunia Islam, juga memuat pemikir Indonesia yaitu M Natsir dan Nurcholish Madjid.

Sepintas memang gagasan ini mengesankan citra negatif, karena istilah liberal, terutama dalam konteks kehidupan agama, telanjur dipahami secara hitam putih, bernada miring, dan mencitrakan pemikiran destruktif Islam.

Misalnya ada yang meyakini gagasan liberal ini adalah cara pandang kalangan agnostik yang ragu terhadap kebenaran otentisitas agama, mendesakralisasikan Tuhan, dan membongkar tatanan formal dan simbolik agama.

Namun sebenarnya istilah Islam liberal itu tidaklah negatif, karena meminjam ungkapan Charles Khurzman, Islam liberal justru ditempatkan dalam tataran netral.

Yaitu suatu upaya dalam memudahkan membuat pengategorian bahwa ada sekelompok intelektual Islam yang berusaha mengembangkan gagasan keislaman yang bersifat toleran, terbuka, dan progresif dalam merespons isu-isu global.

Namun tetap berpegang pada autentisitas Islam dan tidak menaruh kecurigaan terhadap sesuatu yang berasal dari Barat atau di luar Islam lain. Islam liberal juga meyakini sepenuhnya rujukan utama dalam menghadapi dinamika persoalan global umat Islam harus berpegang pada rel syariah Islam.

Implementasi

Pertanyaannya, bagaimana mengimplementasikan syariah versi Islam liberal itu untuk menjawab persoalan global yang begitu cepat? Dalam hal ini, Islam liberal menawarkan solusi sekaligus sebagai tipologi dalam percaturan global Islam, yaitu pertama tipe syariah yang diam. Menurut tipe ini, umat Islam memiliki kebebasan merespons persoalan global karena syariah, terutama yang berhubungan dengan kehidupan publik tidak memberikan bentuk yang rigit dan rinci. Karena itu, Islam dapat mengambil rujukan dari luar Islam.

Tipe kedua, syariah yang ditafsirkan. Tipe ini memberikan ruang yang luas pada ranah nalar dan tafsir kontekstual terhadap doktrin Islam agar dapat berselaras dengan perubahan zaman. Cara pandang seperti ini biasanya menggunakan pendekatan hermeunitik, terutama ditujukan dalam menegasikan cara tafsir tradisional yang lebih ortodoks dan eksklusif menuju tafsir-tafsir doktrin Islam yang inklusif dan menjauhkan pembiasan makna Islam fundamental. Islam seperti ini diharapkan menjadi Islam yang dapat memberikan pesan moral dan menempatkan substansi syariah. Yaitu berpihak pada keadilan dan menolong yang lemah dan papa.

Tipe ketiga, syariah liberal. Menurut tipe ini, sebenarnya syariah sejak awal bersifat liberal jika dipahami secara tepat. Watak liberal ini, selain melekat pada Alquran, juga terevidensi secara sempurna dalam historis Islam. Karena itu, sebenarnya Islam telah menyediakan argumen amat autentik dalam merespons persoalan-persoalan global yang dihadapi umat Islam.

Jika pola dan tipologi pemahaman syariah versi Islam liberal seperti tergambar itu, pertanyaan selanjutnya, apakah dapat kita tarik signifikansi bagi pengembangan dinamika Islam di Indonesia? Dalam hemat saya, justru pola, tipologi, dan cara-cara berpikir ala Islam liberal inilah yang amat dibutuhkan dalam pencerahan umat.

Harus jujur diakui, meski sebagai kelompok mayoritas, umat Islam di Indonesia masih kelihatan gagap dalam mengaitkan doktrin agama dengan persoalan publik seperti terlihat jelas dalam merespons politik, bentuk negara, penerapan legal formal syariah Islam, kesetaraan gender, dan lain-lain.

Dalam kehidupan politik, meminjam ungkapan Kuntiwijono (1995), umat Islam perlu melakukan objektifikasi doktrin agama agar dapat mengembangkan politik yang demokratis dan tidak memolitisasi agama untuk memperkuat kepentingan golongan, sehingga artikulasi umat Islam lebih cenderung pada unsur primordialistik dan komunal.

Dalam hal tuntutan penerapan legal formal syariah Islam, umat Islam perlu melakukan telaah ulang akan adanya perbedaan dalam pengertian syariah.

Pertama, syariah sebagai keseluruhan ajaran Islam yang diwahyukan Allah dan kedua syariah historis. Yang pertama memberikan pemahaman bahwa syariah model ini adalah keseluruhan kehidupan manusia harus diatur berdasarkan wahyu Tuhan (alquran) dan sumber rasul meliputi dunia dan akhirat.

Adapun yang kedua memberikan argumentasi bahwa ternyata dengan mengandalkan dua doktrin Islam itu tidaklah cukup mampu merespon semua persoalan kehidupan global, karenanya diperlukan alat bantu tafsir Alquran dan hadis, berupa proporsi nalar, ilmu pengetahuan, dan teknologi sehingga ia mengakomodasi pula aneka jenis teknologi, ilmu sosial, dan kealaman. Inilah yang disebut syariah historis.

Syariah yang merupakan sebagian dari mozaik tafsir Alquran dan hadis, tetapi inilah yang selama ini disosialisasikan melalui pendidikan, dakwah, dan khotbah-khotbah yang dituntut keberlakuannya secara konstitusional. Ironisnya, syariat pada taraf inilah yang diyakini umumnya pemeluk Islam sebagai keseluruhan ajaran Allah yang sakral, mutlak, dan sempurna serta diyakini mampu menyelesaikan semua masalah seperti dijanjikan Tuhan.

Kurang disadari, sisi syariah historis itu sejak 1.000 tahun lalu menimbulkan beda pendapat. Dukungan umat terhadap tipe pendapat itu lalu melahirkan aliran, di antaranya yang paling populer mazhab empat, yaitu Maliki, Hambali, Hanafi, dan Syafi’i. Bahkan kelahiran dua organisasi Islam dengan paham keagamaan yang berbeda, termasuk dalam syariat berkait dengan mazhab.

Karena itu, sesungguhnya pemberlakuan syariat historis bisa dilakukan melalui pengembangan sistem sospol, perundang-undangan, dan hukum publik yang menjamin praktik ekonomi, sospol, dan pemerintahan yang berkeadilan bagi rakyat. Dan, penyusunan itu dilakukan melalui debat publik dengan melibatkan dukungan mayoritas rakyat. Tujuan utamanya, bagaimana membebaskan warga dari kemiskinan, kebodohan, kesengsaraan, penindasan, serta perlakuan tidak adil.

Pendeknya, akar semua persoalan itu adalah paradigma berpikir umat Islam terutama pada cendekiawan Islam belum memadai. Akibatnya, hasil pemikiran cendekiawan muslim yang dimaksudkan sebagai respons terhadap persoalan publik berkesan dangkal, tidak utuh, dan parsial. Karena itu, Islam liberal patut dipertimbangkan sebagai acuan paradigma dalam mengembangkan pemikiran keislaman secara utuh dan mendalam pada masa depan.[]

A Riswanto, alumnus Pesantren Modern Islam Assalam Pabelan Solo dan mahasiswa S2 IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

31/05/2002 | Kliping | #

Komentar

Komentar Masuk (1)

(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)

Demi kemajuan dan kemakmuran ummat, saya sangat setuju dengan gagasan maupun ide Jaringan Islam Liberal.
-----

Posted by agus toni  on  05/22  at  10:05 PM

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq