Memahami Realitas PKS - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Kolom
27/10/2004

Memahami Realitas PKS

Oleh Happy Susanto

Membaca tulisan Sholahuddin, Menepis Fundamentalisme PKS, di harian ini (3/10) menggugah penulis untuk menanggapinya. Sholahuddin menyatakan bahwa PKS bukanlah partai Islam yang bergaya fundamentalis. Ia menyatakan bahwa sistem perjuangan PKS tidak sama dengan gerakan fundamentalisme Islam dari Timur Tengah.

Membaca tulisan Sholahuddin, Menepis Fundamentalisme PKS, di harian ini (3/10) menggugah penulis untuk menanggapinya. Sholahuddin menyatakan bahwa PKS bukanlah partai Islam yang bergaya fundamentalis. Ia menyatakan bahwa sistem perjuangan PKS tidak sama dengan gerakan fundamentalisme Islam dari Timur Tengah.

Perolehan suara PKS pada pemilu legislatif tahun ini mengalami kenaikan yang sangat pesat sekali. Hal ini disebabkan karena partai Islam yang satu ini menampilkan isu-isu publik yang berbau substantif dan strategis. Isu pemberantasan korupsi dan solidaritas kemanusiaan menjadi “barang jualan” mereka pada saat kampanye pada pemilu legislatif 5 April yang lalu.

PKS memang “partai kader”, bukan partai figur. Karena PKS adalah partai kader maka mereka tidak khawatir akan keberadaannya di hari-hari kemudian. Mereka tinggal mengembangkan program dan aktivitas yang dikelola secara profesional dan baik oleh kader-kader yang mereka miliki di berbagai tempat. Lambat laun massa PKS akan selalu bertambah melalui konsistensi dan militansi perjuangan para kadernya. Seperti biasanya, ketika menjelang pemilu dan selama masa proses kampanye, mereka sangat rajin dalam upaya mencari simpati massa publik melalui berbagai cara, dari turun ke jalan, publikasi di berbagai media elektronik, hingga terjun ke lapisan “masyarakat bawah” (grassroots). Tidak heran PKS memperoleh kenaikan suara yang sangat pesat.

Saya sendiri kaget dengan penampilan PKS pada pemilu kali ini. Kenapa isu agama tidak mereka tawarkan ke publik? Memang isu agama kurang begitu laku dan mengena sebagai agenda kampanye. Isu agama yang dimaksud di antaranya adalah isu seputar penegakan syariat Islam, pemberlakukan Piagam Jakarta, dan isu keagamaan lainnya. Prediksi yang pernah dikemukakan oleh William Liddle beberapa tahun yang lalu ternyata meleset. Isu agama ternyata tidak menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan. Semua partai Islam mencari sebuah isu besar yang lebih bisa dipahami masyarakat secara luas.

Dengan melihat peluang pasar masyarakat yang tidak lagi terlalu memperhitungkan simbol dan identitas agama (baca: Islam) sebagai dasar pilihannya, maka akhirnya PKS lebih suka mengangkat isu seputar pemberantasan korupsi ketimbang mengangkat isu tentang pemberlakukan syariat Islam. Penampilan mereka, dari jajaran elit sampai ke aktivis di tingkat ranting dikenal santun, moralis, dan bersih. Mereka juga sangat respek dengan soal-soal pemberdayaan masyarakat bawah dengan terjung langsung ke dalamnya untuk membantu masyarakat yang tak mampu dan dilanda kesusahan. Akhirnya, “wajah eksklusif” mereka sebagai partai Islam tidak lagi dikhawatirkan oleh masyarakat dari lapisan mana saja.

Itulah taktik dan strategi politik mereka yang sangat cerdik dalam upaya meraih simpati massa. Untuk membaca PKS, alangkah baiknya bila kita melihatnya secara dualitas: antara dakwah keagamaan dan dakwah politik. Dalam ruang politik, sikap keberagamaan PKS yang sebenarnya eksklusif dan fundamentalis menjadi tidak kentara. Mereka sangat memperhitungkan sekali bilamana simbol dan identitas keagamaan dipakai dalam momen-momem politik, maka eksistensi mereka kian terus dicurigai sebagai partai Islam yang fundamentalis.

Politik Keagamaan PKS

PKS tetaplah sebuah partai Islam yang fundamentalis. Pola pikir dan agenda perjuangan mereka masih hampir sama dengan model gerakan Islam yang ada di Timur Tengah. Pendapat Sholahuddin yang menyatakan bahwa PKS bukanlah partai Islam yang fundamentalis, dikarenakan ia melihatnya hanya pada ruang politik praktis di mana PKS bermain cantik di dalam kancah perpolitikan nasional. Pola pikir dan aktivitas keberagamaan PKS tidaklah mengalami “indigenisasi” dengan perkembangan kebudayaan dan masyarakat Indonesia. Bahkan mereka hanya melakukan copy-paste kebudayaan dan pemikiran keagamaan yang ada di Timur Tengah, seperti buku-buku panduan tarbiyah Ikhwanul Muslimin dan juga pemikiran-pemikiran dari Ibn Taimiyah, Ibn Qayyim, Hassan al-Banna, dan pemikir muslim konservatif lainnya.

Seringkali dipahami bahwa aktivitas politik PKS berbeda dengan aktivitas keagamaannya, seperti halaqah-halaqah yang rutin mereka lakukan di berbagai tempat. Dalam berbagai forum kajian halaqah, corak keberagamaan mereka terkesan eksklusif dan sempit. Persoalan akidah dan fiqih selalu mewarnai pemikiran keislaman mereka. Sering terjadi pengklaiman atas pemikiran yang dianggap berbeda dengan mereka. Ya, intinya keberagamaan mereka agak konservatif, tapi tidak pada dataran yang ekstrim karena mereka sangat mementingkan upaya dialog dan sikap anti-kekerasan.

Tapi, ketika masuk pada ruang politik mereka sangat hati-hati bersikap. Ruang politik adalah wilayah permainan dalam meraih kekuasaan. Jika mereka masih terpusat pada gaya berpikir seperti yang tercermin dalam pola pikir keagamaan model halaqah maka itu akan mengganggu aktivitas politik mereka. Modal utama mereka adalah moral dan kesantunan berpolitik. Di tengah kondisi bangsa membutuhkan perilaku politik yang damai dan santun, kehadiran mereka akan mudah dilirik oleh masyarakat kita. Dan itu terbukti pada pemilu legislatif 2004 ini. Dalam wilayah politik, mereka mencoba mengontrol emosi seputar pemberlakukan syariat Islam dan isu agama lainnya, dengan maksud agar tujuan politis jangka pendek mereka tidak terlalu terganggu. Padahal, secara diam-diam mereka masih menginginkan agar wacana syariat Islam terus disuarakan.

Politik bagi mereka adalah alat untuk mencapai tujuan-tujuan ideal yang diajarkan menurut keyakinan agamanya. Karena fungsinya sebatas alat, tidaklah menjadi persoalan apabila dalam proses politik itu isu-isu segar seputar agama kurang begitu ditampakkan. Yang penting adalah bagaimana moralitas dan kemanusiaan itu yang lebih dahulu dipentingkan dalam proses politik untuk memperbanyak simpati massa. Pandangan politik mereka sangat jauh ke depan sehingga pola pengkaderan yang dilakukannya berjalan dengan bagus sekali. Capaian politik mereka adalah 25 tahun ke depan. Jika sudah pada saatnya nanti, impian-impian yang telah mengakar kuat dalam keberagamaannya akan menjadi kenyataan.

Sungguh, keberagamaan PKS dalam wilayah politik sangat menarik. Masyarakat umum yang tidak mengetahui tentang pola pikir keagamaan mereka yang asli tercermin dalam halaqah-halaqah, tentu akan berpikir secara positif melihat penampilannya pada ruang politik praktis. 

Di sinilah, sebenarnya PKS melakukan sebuah “kemunafikan” dengan mengajukan standar ganda (double standard). Maksudnya, dalam pemikiran keagamaan mereka bersifat ideologis, sempit, dan eksklusif, tapi dalam sikap berpolitik mereka mencoba bertindak secara inklusif, tidak ideologis, dan mengusung moralitas. Padahal, keduanya sama saja karena mengarah pada eksklusivisme. Maksudnya, apa yang mereka perjuangkan dalam rentan waktu yang sedemikian lama adalah bermuara untuk mementingkan umat Islam dan kelompoknya juga.

Inilah realitas PKS yang sesunggunya. Pengalaman pemilu 2004 ini menunjukkan sebuah fakta tak terbantahkan bahwa semua partai Islam, termasuk PKS tidak mengusung idealisme untuk memperjuangkan umat Islam dan bangsa Indonesia ke arah perbaikan di masa depan. Partai Islam hanya mementingkan kekuasaan politik jangka pendek. Hal ini dibuktikan dengan sikap politik mereka yang ikut larut dalam upaya dukung-mendukung pasangan capres-cawapres yang akan maju ke pertandingan politik, dengan maksud agar bisa memperoleh “kursi kabinet” kekuasaan. Alangkah sangat disayangkan bila partai-partai Islam kini mulai kehilangan spirit perjuangan politik keumatan. Wallahu A’lam.[]

Penulis adalah Aktivis Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM), peneliti Pusat Studi Muhammadiyah (PSM) Yogyakarta, kontributor Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR).

27/10/2004 | Kolom | #

Komentar

Komentar Masuk (46)

(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)

Terus terang pada pemilu 2004, saya termasuk pemilih PKS. Tapi yang saya sesalkan, tak satupun anggota dewannya yang mengenal saya. Ini salah satu yang saya sesali setelah mereka menang. Padahal saya sudah memilih mereka berdasarkan hati nurani. Lalu ketika kedudukan mereka berjalan 4 tahun, sayalah yang datang bertamu ke rumahnya. Lalu 2 minggu sebelum pemilian 2009, mereka datang menemui saya. Sebenarnya saya sudah memikirkan untuk memilih partai ISLAM yang lain, sebak partai PKS benar benar tidak berguna buat saya. Tapi karena calegnya datang, saya merasa kasihan dengan partai ini. Bukan kasihan pada calegnya. Saya ingin caleg yang berguna buat saya ketika di dunia, dan saya ingin memilih partai islam. Lalu karena kedatangannya, saya terus merubah niat untuk mendukungnya. Saya punya keluarga yang hampir 100 pemilih terdapat di dalamnya. Kusarankan mereka kembali untuk memilih PKS, walau mereka baru mengenal saya 4 tahun setelah ia jadi anggota dewan. Tulisan saya berupa keluhan, tapi ini merupakan nasehat yang amat berharga buat para kader PKS. semoga PKS selalu memperhatikan rakyatnya.

Posted by Anwar Ashari  on  04/10  at  06:37 PM

Menanggapi tulisan Happy Susanto rasanya saya jadi malu sebagai kader Muhammadiyah. Sejak kecil sampai sekarang di usia 41 tahun saya dididik dan dibesarkan di kalangan/keluarga dan masyarakat Muhammadiyah. Nilai-nilai obyektifitas dan kejujuran hati senantiasa ditanamkan kepada setiap kader Muhammadiyah dalam menilai suatu persoalan. Tulisan Mas Susanto sangat tendensius dan “kurang jujur” melihat realitas PKS. Sesungguhnya apa yang diperjuangkan PKS secara substansi juga diperjuangkan oleh Muhammadiyah, hanya kadang kita malu untuk mengatakan karena takut dianggap “tidak nasionalis” dan “fundamentalis”. Cobalah Mas baca kitab-kitab pegangan dan juklak dari PP Muhammadiyah, sesungguhnyalah tujuan Muhammadiyah juga untuk penerapan syariat Islam walau dengan bahasa membentuk masyarakat madani (masyarakat seperti Umat Islam di Madinah ???). Jadi klo mau jujur bedah dulu konsep Muhammadiyah 25 atau 50 tahun yang akan datang. Saya sebagai kader Muhammadiyah sekarang ini jadi gamang karena konsep diri Muhammadiyah mengenai Islam teori dan aplikasi di masa depan semakin kurang jelas di mata kadernya, terutama kami yang ada di pedesaan. Yang jelas di tubuh Muhammadiyah terutama generasi mudanya semakin pinter ngotak-atik otak dan dalil, tapi kurang sholeh di bidang ritual ibadah dan akhlak. Himbauan kepada seluruh kader Muhammadiyah hendaknya keberadaan PKS menjadikan instropeksi ke dalam sehingga kita bisa membangun Muhammadiyah tetap solid dan lebih maju lagi baik di bidang kaderisasi, intelektualitas, dan keteladanan di semua bidang.Setujuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu???? Abupurwanto : Pengurus P.C. Muhammadiyah Kalibagor Banyumas
-----

Posted by Abupurwanto  on  05/02  at  10:06 AM

Kalo saja kalian mau berpikir jernih dan meneladani para founding fathers kita dalam fatsun politik dan muamalah seperi Buya Hamka, k.H Ahmad Dahlan, Jend Soedirman,etc. kok ngga dewasa2 jg ya kalian ini. mana ada tuh mereka ngomong kasar thd sesama muslim dan terhadap non muslim jg terbukti santun, apalagi sama saudara seimannya. Bayangkan Buya dihukum dan di penjara Soekarno krn sikap politiknya tp ketika Bung karno wafat beliau dgn ariefnya memimpin Sholat jenazah utk Pemekaman Bung Karno, Subhanallah! Lha ini kok anak muda sekarang kayak begini akhlaknya , ngerasa diserobotlah, apa anda lupa ? Semua yang ada di bumi dan isinya ini adalah milik Allah, jd ngga ada tuh aset milik NU, Muhammadiyah atao PKS . kalo semua terbukti utk kepentingan dakwah yah, Bukalah mata hati anda! secara fair berfastabiqul Khairat!!!! kalo kualitas Muslim muda masih seperti ini, menangis para Ulama2 kita dikubur mereka Wallahi!

Posted by dodo tanjung  on  04/08  at  07:04 AM

Semoga saja,artikel mas Happy ini bukan karena kekecewaannya atas suara2 PAN yang berpindah ke PKS. Cuma kritik mas, banyak orang PAN yang kecewa atas prilaku kader2 PAN sendiri sehingga mereka mencari alternatif lain,dalam hal ini PKS.

Oh,ya saya juga pernah nonton video ngambeknya pak Amien Rais ke PKS karena gembosnya suara PAN 

Posted by Jason Bourne  on  04/02  at  06:05 AM

setahu gw sih PKS adalah partai islam, yang akan merubah ideologi negara ini. kalo emang bener apa bedanya PKS sama PKI? PKI di bredelkan karena mau merubah ideologi negara ini, kenapa PKS enggak ... apa karena partai islam ???

Posted by Mr. Oncom  on  03/31  at  10:04 PM

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq