Menepis “Fundamentalisme” PKS - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Kolom
04/10/2004

Menepis “Fundamentalisme” PKS

Oleh Sholahuddin

Fokus tulisan ini lebih ditujukan pada PKS. Sebuah partai yang memiliki platfrom keislaman eksklusif serta memperjuangkan penegakan syariat Islam tetapi mendapatkan suara yang cukup siginifikan dalam pemilu legislatif? Dalam perkembangan terakhir misalnya diketahui PKS telah menggeser dominasi partai-partai lawas berasas Islam seperti PPP di daerah DKI Jakarta dan PAN di Sumbar. Apakah kita bisa mengaitkan fenomena kebangkitan PKS sebagai kebangkitan partai fundamentalisme Islam sebagaimana yang terjadi di Timur-Tengah?

Rangkaian terakhir pemilu 2004 baru saja berlalu. Dalam kurun waktu hampir 8 bulan lamanya masyarakat Indonesia diramaikan oleh tiga babak pemilu, yakni pemilu legislatif dan DPD 5 April, pemilu presiden dan wakil presiden (baca: pilpres) pertama 5 Juli dan yang paling anyar pilpres kedua 20 September.

Setidaknya ada catatan penting yang bisa digarisbawahi, khususnya terkait pelajaran politik dalam pemilu legislatif yang lalu. Ada dua partai politik baru yang memperoleh suara cukup signifikan dalam pemilu ini, PKS (Partai Keadilan Sejahtera) —“agak baru” karena reinkarnasi dari Partai Keadilan— dan PD (Partai Demokrat). Kedua partai politik ini mampu menyejajarkan dirinya dengan partai-partai lama laiknya PDI-P, Golkar, PKB, PPP dan PAN. Bahkan kedua partai fenomenal ini mampu melampaui electoral treshold sehingga otomatis menjadi kontestan pemilu 2009 tanpa melalui verifikasi atau merger dengan partai lain.

Tak aneh jika pada pilpres pertama dan kedua lalu, kedua partai ini begitu diperhitungkan. Apalagi, salah satu kandidat dari dua pasang capres dan cawapres yang maju ke babak final lolos melalui pintu PD, yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Yusuf Kalla. PKS sendiri mem-back up penuh kandidat yang disodorkan “saudara mudanya” itu dalam pilpres kedua lalu. Aneh bin ajaib, pasangan SBY dan Kalla yang “hanya” didukung dua partai baru ini mengalahkan Megawati-Hasyim Muzadi yang didukung Koalisi Kebangsaan yang dimotori partai-partai lama dan besar seperti PDI-P, Golkar, PPP, dan beberapa partai baru seperti PDS dan PBR. 

Sejatinya jika kita melihat infrastruktur kepartaian, terutama PKS, keberhasilan dalam pemilu legislatif dan kesuksesan mengusung SBY dan Kalla tak perlu diributkan. Mereka mempunyai infrastruktur yang lumayan kokoh meskipun tidak sekokoh Golkar atau PDI Perjuangan yang sudah “karatan” dalam jagad perpolitikan di tanah air.

***

Fokus tulisan ini lebih ditujukan pada PKS. Sebuah partai yang memiliki platfrom keislaman eksklusif serta memperjuangkan penegakan syariat Islam tetapi mendapatkan suara yang cukup siginifikan dalam pemilu legislatif? Dalam perkembangan terakhir misalnya diketahui PKS telah menggeser dominasi partai-partai lawas berasas Islam seperti PPP di daerah DKI Jakarta dan PAN di Sumbar. Apakah kita bisa mengaitkan fenomena kebangkitan PKS sebagai kebangkitan partai fundamentalisme Islam sebagaimana yang terjadi di Timur-Tengah?

PKS adalah partai yang berasas Islam, punya komitmen tinggi untuk pelaksanaan syariat Islam. Partai ini secara resmi didirikan 20 April 2002, dalam hal ini de facto PKS adalah metamorfosis dari PK yang tidak mempunyai suara signifikan dalam pemilu 1999. Karena keperluan electoral treshold, maka PK berubah dan dibubuhi kata “sejahtera” sebagai pembeda dari PK. Mitos bahwa ummat Islam adalah umat yang secara kuantitatif dominan dengan jumlah 88 persen menjadi sesuatu yang niscaya bagi para elit PKS untuk melangkah memenangkan pemilu. Mereka merasa lebih yakin dengan penggunaan asas Islam dapat mendulang suara dari pemilih muslim tradisionalis (NU) dan modernis (Muhammadiyah).

Ada dua dua model potret pemilih, pertama, traditional voters (pemilih tradisonal), yaitu pemilih yang mendudukkan pilihannya atas dasar ideologi, paham keagamaan dan juga otoritas kepemimpinan keagamaan. Jumlah pemilih tradisional ini kurang lebih mencapai 70 persen dari jumlah seluruh pemilih pemilu 2004. Kebanyakan mereka adalah kelas menengah ke bawah dan berdomisili di daerah pedesaan. Kedua, rational voters (pemilih rasional) yaitu pemilih yang mendasarkan pilihan mereka atas dasar visi dan misi serta bagaimana platform parpol pada pemilu 2004. Pemilih ini rata-rata berdiam di perkotaan dan kelas menengah ke atas. Jumlah mereka sekitar 30 persen dari total pemilih pada pemilu 2004.

PKS seolah menjadi harapan baru di tengah “ketidaksuksesan” pemerintahan Megawati, dengan militansi dan ketekunan sosialisasi program dan platfrom partai para eksponen PKS mampu menelusup ke relung hati para pemilih rasional yang ada di sekitarnya, sehingga mereka berhasil meraih simpati masyarakat menengah.

***

Beberapa hal yang perlu didiskusikan adalah anggapan PKS sebagai representasi partai fundamentalis Islam, karena jargon-jargon yang diusung mirip sekali dengan gerakan fundamentalis Timur Tengah. Menyamakan PKS dengan gerakan-gerakan sempalan di Timur Tengah —menurut saya--- merupakan pandangan simplistis: Pertama, Islam yang berkembang di Indonesia adalah Islam yang telah mengalami proses kontekstualisasi dan indigenisasi. Islam Indonesia merupakan “little” atau bahkan “local tradition” yang menyempal dari “great tradition” Timur Tengah. Islam Indonesia lebih akomodatif dan fleksibel terhadap budaya lokal. Islam Indonesia adalah Islam yang sudah mengalami pembacaan ulang dari “optik” budaya lokal, Islam yang mengalami proses “sinkretisasi”. Di dalam Serat Centhini misalnya diterangkan dengan jelas bagaimana proses sinkretisasi antara Islam dengan budaya Jawa.

Kedua, Indonesia mempunyai lingkungan sosio-politis yang berbeda dengan lingkungan sosio-politis Timur-Tengah. Gerakan fundamentalisme Islam Timur-Tengah lebih disebabkan state of nature dari rezim-rezim berkuasa di sana yang cenderung sangat opresif dan otoriter. Sedangkan di tanah air kecenderungan seperti itu hampir tidak dapat ditemukan sekarang ini. Bahkan di tanah air kebebasan telah dinikmati sedemikian rupa, sehingga dalam batas-batas tertentu kebebasan tersebut telah overloaded. Ketiga, jargon-jargon aktivis PKS yang dianggap “fundamentalis,” seperti an-nizham al-islamy (tatanan politik Islam) dan di bawah hakimiyyah (kedaulatan) Allah hanyalah “riak” kecil dari sebuah gumpalan “great tradition” Timur-Tengah saja. Gerakan-gerakan demonstrasi yang dilakukan PKS hanya sebatas luapan dan solidaritas emosional ummat Islam terhadap saudaranya sesama muslim.

Jadi tidak bisa digeneralisasi bahwa naiknya suara PKS adalah representasi naiknya gejala fundamentalisme Islam dalam kancah perpolitikan dewasa ini. Anggapan ini sekaligus menolak beberapa analisis yang mengatakan bahwa isu syariat Islam sudah tidak workable dan marketable dalam konteks pemilu yang lalu.

PKS sebagai salah satu dari partai baru yang sukses mendongkrak suara harus dilihat dari keseriusan mereka dalam mensosialisasikan visi dan misi partai serta komitmen yang tinggi terhadap pemberantasan penyakit-penyakit akut yang telah diidap bangsa ini. PKS juga cukup berhasil membangun citra sebagai partai yang punya komitmen terhadap pembentukan pemerintahan yang bersih. PKS cukup berhasil menciptakan dirinya sebagai partai terbuka, punya komitmen moral dan keinginan kuat untuk membangun Indonesia baru. Kalau citra inklusif seperti ini terus dipupuk dan dijabarkan dalam proses legislasi nanti, PKS adalah salah satu partai baru yang punya masa depan.

Pada akhirnya, PKS akan membantu mematangkan demokrasi yang sedang dibangun. Hampir seluruh rakyat Indonesia berkomitmen bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan terbaik bagi bangsa ini. Sistem ini dipercaya paling mampu mengelola secara damai perbedaan dan pertentangan yang ada di masyarakat. []

Sholahuddin,Mahasiswa Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS) UGM, Koordinator Litbang HTMA Ma’had Aly al-Munawwir, Jogjakarta dan kontributor Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR).

04/10/2004 | Kolom | #

Komentar

Komentar Masuk (7)

(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)

PKS SEHARUSNYA MENDUDUKI POSISI KE 2 (DUA)

Pada Pemilu Legislatif 2009 ini Iklan-iklan dari Partai-Partai peserta
pemilu meramaikan media elektronik dan cetak bahkan sampai kepada
pemasangan Baliho dipinggir-pingir jalan untuk mempengaruhi para
pemilih.

Yang sangat inovatif dan kreatif itu dari Partai Keadilan Sejahtera
(PKS), yang akan dapat mempengaruhi dan menarik pemilih-pemilih baru
itulah strategi maraup suara....

Contohnya dengan iklan sbb.:

- Pojok Kanan ataS (pojok kanan atas dari kertas suara)
- Emang MERAH, HIJAU, KUNING, BIRU Bisa PKS?
Demi Indonesia yang lebih baik, kenapa tidak?
- SBY Presidenku, PKS Partaiku

Dari jargon kata-kata diatas ternyata bukan menambah suara PKS malah
mengurangi suara PKS karena ada kontestan lain menggunakan kata-kata
iklan yang sama, begitu juga dengan Iklan mengenai Warna yang juga
mengurangi suara PKS notabena warna-warna tersebut milik partai lain.

Seperti SBY Presidenku, PKS Partaiku malah orang awam beranggapan
bahwa partai PKS dipemilu legislatif menusuk partainya SBY (Demokrat)
karena pada hari H-14 atau 2 minggu sebelum pemilu legislatif, Partai
Demokrat sangat gencar sekali mengiklankan SBY dan Demokrat disetiap
stasiun televisi sehingga masyarakat beranggapan PKS telah mendukung.

Jadi menurut Lembaga Survey Independet dan PANWASLU (Panitia Pengawas
LUCU) yang telah disurvey kemasyakat dan meneliti dengan seksama ada
beberapa kesalahan pemilih PKS yang telah mencontreng karena iklan
tersebut, diperkirakan suara PKS yang hilang 6 % jadi seharusnya
kedudukan PKS itu nomor 2 setelah Demokrat.

Penelitian dan Hitungan Lembaga Survey tersebut rata-rata sebanyak 1 %
suara yang hilang tiap iklan.

1. Pojok Kanan atas mereka saat memilih lupa yang dipilih itu Pojok
kiri atas Partai Hanura.
(hasil wawancara bilang, wah saya salah contreng sebelah kiri)
diperkirakan jumlahnya 1 % yang hilang
2. Emang MERAH, HIJAU, KUNING, BIRU Bisa PKS? Nah..ini banyak yang
bingung dipikir PKS itu BISA PDI-P, BISA PPP (P3), BISA GOLKAR dan
BISA PARTAI PAN jadi diperkirakan hilang 4 % suara yang hilang..mereka
berfikir memilih PDI-P sama dengan memilih PKS
3. SBY Presidenku ini PKS terlalu cepat-cepat mengiklankan SBY
seharusnya PKS menunggu selesai Pemilu LEGISLATIF jadi para pemilih
PKS tidak akan lari kepartai Demokrat karena ada sebagian yang
berpikir ini Pemilu Presiden jadi mereka memilih Partai Demokrat.

Lihat Tabel KPU dan TABEL Lembaga Survey tersebut.

HASIL PENELITIAN LEMBAGA INDEPENDENT

1 Partai Demokrat 19.58%
2 Partai Keadilan Sejahtera 14.15%
3 Partai Golongan Karya 13.62%
4 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 13.02%
5 Partai Amanat Nasional 5.25%
6 Partai Kebangkitan Bangsa 5.11%
7 Partai Persatuan Pembangunan 4.33%
8 Partai Gerakan Indonesia Raya 4.31%
9 Partai Hati Nurani Rakyat 2.63%
10 Partai Bulan Bintang 1.87%
11 Partai Lain-Lain 16.12%
TOTAL 100.00%

HASIL RESMI KPU
1 Partai Demokrat 20.58%
2 Partai Golongan Karya 14.62%
3 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 14.02%
4 Partai Keadilan Sejahtera 8.15%
5 Partai Amanat Nasional 6.25%
6 Partai Persatuan Pembangunan 5.33%
7 Partai Kebangkitan Bangsa 5.11%
8 Partai Gerakan Indonesia Raya 4.31%
9 Partai Hati Nurani Rakyat 3.63%
10 Partai Bulan Bintang 1.87%
11 Partai Lain-Lain 16.12%
TOTAL 100.00%

Jadi ini merupakan pelajaran untuk PKS agar lebih cermat lagi dalam
beriklan, menurut kepala penelitian tersebut agar nantinya suara yang
sangat berarti itu tidak pindah ke Partai lain mengingat PKS merupakan
partai yang sedang digandrungi ini.

Posted by parlin  on  04/25  at  01:35 PM

tulisan sholahuddin lebih menonjolkan aspek kepartaian dalam pemilu pilres jilid 2. dalam tataran politik banyak partai yang berkoalisi untuk memenangkan pemilu atau mengegolkan kandidatnya, termasuk koalisi kebangsaan. tetapi yang terjadi, kandidat yang dijagokan oleh koalisi tersebut tidak dapat mencapai suara yang dikehendaki dan dikalahkan oleh pasangan SBY-kalla. sebaliknya, masyarakat tidak lagi mamandang aspek konvensional, sebagaimana yang terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya. dalam jargon KPU tentang pemilu 2004, “pemilu 2004 beda”, maka masyarakat juga bersifat membeda dari perkiraan para elit politik. prediksi kaum politikus, dengan koalisi dapat menggalang suara maksimal. ternyata kandidat hasil koalisi hanya dapat gigit jari karena dikalaahkan oleh kandidt yang koalisi dengan sedikit partai. bahkan kandidat hamzah-agum dan mega-hasyim yang lebih berbau agama tidak mendapat mendapat suara signifikan, kecuali pasangan mega-hasyim dapat lolos ke babak 2. menurut saya, kemenangan PKS pada pemilu legislatif lalu tidak didasarkan pada asas kepartaiannya, agama. masyarakat telah dan terlalu bermimpi mendambakan partai baru yang benar-benar konsisten dengan jargonnya. sebagaimana kita ketahui, kampanye yang dilakukan PKS bersifat unik. artinya, PKS mengedepankan aspek-aspek kemanusiaan dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. PKS, misalnya, mengadakan semprot nyamuk malaria. tentu saja ini memunculkan stigma dalam benak masyarakat bahwa PKS sesuai dengan keinginannya. “Kampanyenya berbuat baik, bukan janji, apalagi sudah berkuasa. jadi masyarakat tidak memandang backgrund dari PKS yang islamis. tentang fundamentalisme PKS bisa dikatakan, ya. karena jargon yang dikeluarkan sesuai dengan dinamika islam historis. tetapi perlu dicatat bahwa PKS mampu menerjemahkan konsep syariat dengan kebutuhan kekinian.
-----

Posted by Mohammad Zainuddin  on  10/12  at  08:10 PM

Demi Allah, adanya kita di bumi ini adalah untuk menegakkan kalimat Allah secara haq, adapun kalau seandainya PKS akan menegakkan islam secara kaffah, mengapa kita harus menepisnya ?

Saudara Sholahudin, apa maksud saudara menulis artikel ini, adakah ketakutan saudara akan tegaknya kalimat allah di bumi ini ? sehingga saudara dengan serta merta menuliskan artikel yang bernada “ KETAKUTAN “ akan tegaknya “Islam yang Haq”.

Saya yakin kalau saudara adalah orang yang pandai, dan mungkin saudara bisa menelaah ulang siroh nabi SAW, bagaimana islam di tegakkan.

Posted by herry supriyanto  on  10/08  at  11:11 AM

Terakhir, dengan Terpilihnya Hidayat Nurwahid mjd ketua MPR menambah prestasi politik PKS lebih tinggi, namun lebih utama adalah mempertahankan positioning statement BERSIH DAN PEDULI untuk tak menapaktilasi apa yg terjadi di PDIP yg mengusung PARTAI WONG CILIK diujung hari menjadi PARTAI WONG LICIK

Kebersihan dan Kepedulian PKS yg sebelumnya dibangun oleh para kader di dalam dan diluar parlemen akan semakain kuat impact nya saat terjadi penambahan jumlah wakil di parlemen dan pertumbuhan massa konstituennya

Sebuah amanah yg perlu menjadi realitas dalam lima tahu n kedepan

Partai Demokrat dan partai lain yg sementara ini menjadi kawan seperjalanan perlu juga di ajak konsisten, mengingat partai baru seperti pdi p cenderung kaget dengan segala peluang dan konsesi material maupun kekuasaan.

Harapan meninggui di pompa oleh derasnya kampanye, ekspektasi rakyat yg tinggi ini harus diikuti dengan realisasi yg seoptimal mungkin

Pelajaran buat partai berlabel islam lain: Labelisasi adalah suatu konsep yang butuh pembuktian

Posted by Humam Haqqani Mufti  on  10/07  at  03:10 AM

Keberhasilan PKS mendapatkan suara yg signifikan terutama adalah hasil dari proses “penyembunyian” tujuan utama dari partai itu yakni pendirian suatu negara yang dipresideni oleh Tuhan. Itu juga yang menjelaskan kenapa pada 1999 PK gagal mencapai threshold, ketika program syariat Islam dan semua derivatifnya menjadi usungan utama mereka. Pada 2004 ini strategi mereka berubah dari isu utama syariat Islam menjadi bersih dan lebih perduli. Hal ini yg menjadi isu garapan mereka untuk membedakan mereka dengan partai lain (yg kebetulan brengsek semua). Hasil exit poll LSI membuktikan hipotesis tersebut ketika ideologi dan terutama agama menempati urutan 3 (atau 4?) dari pemilih PKS. Konstituen PKS yang mengerti dan mengamini tujuan jangka panjang PKS adalah supporter hard core mereka yang berjumlah sekitar 400,000 orang. Mayoritas yang memilih PKS diasumsikan tidak peduli atau ignorance dengan tujuan tersebut. Itu juga kenapa PKS misalnya tidak netral seperti PAN atau PKB dan mendukung SBY-JK, itu juga kenapa keputusan Majlis Syuro lebih cepat dibandingkan ketika mendukung Amien Rais di putaran I. Strategi mengepung pemerintahan benar2 dipahami PKS dengan benar. Dimulai dari DPRD DKI, MPR (?), pemerintahan, dan nanti pemda Tk I dan TK II apabila pemilihan langsung dijalankan. Prinsip “deception” ini akan memberikan hasil dalam jangka menengah-panjang, ketika para konstituen PKS bangun tidur dan mendapati suatu perubahan ketika hak-hak demokrasi mereka hilang oleh pemerintahan yang dipimpin oleh partai yang memperoleh kekuasaannya melalui demokrasi. Oleh pemerintahan yang menempatkan daulat Tuhan dibanding daulat rakyat dan Majelis Syuro sebagai pengganti MPR. Hal yang hampir sama hampir saja terjadi di Aljazair melalui “kudeta demokrasi” oleh FIS. However, taqqiya merupakan suatu hal yang wajar bukan?

PS: bagaimana membedakan massa PKS, KAMMI dan BEM?

Posted by daeng tiro  on  10/06  at  04:11 AM

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq