Wajah Ganda Kaum Islamis; Kasus Hamas dan IM - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Kolom
29/01/2006

Wajah Ganda Kaum Islamis; Kasus Hamas dan IM

Oleh M. Guntur Romli

Partisipasi Hamas (Harakah al-Muqâwamah al-Islâmiyah) dalam pemilu legislatif Palestina 25 Januari kemarin, menuai kecaman. Pihak yang mengecam bukannya rival politik Hamas yang terancam mereka kalahkan, yaitu Fatah, tapi pihak luar: Israel, Amerika, dan Uni Eropa. Sementara Presiden Palestina, Mahmoud “Abu Mazen” Abbas tetap membela partisipasi Hamas. Menurutnya, mengharamkan Hamas ikut pemilu berarti menciderai proses demokrasi.

Partisipasi Hamas (Harakah al-Muqâwamah al-Islâmiyah) dalam pemilu legislatif Palestina 25 Januari kemarin, menuai kecaman. Pihak yang mengecam bukannya rival politik Hamas yang terancam mereka kalahkan, yaitu Fatah, tapi pihak luar: Israel, Amerika, dan Uni Eropa. Sementara Presiden Palestina, Mahmoud “Abu Mazen” Abbas tetap membela partisipasi Hamas. Menurutnya, mengharamkan Hamas ikut pemilu berarti menciderai proses demokrasi.

Karena itu, tak sedikit yang menyesalkan sikap Israel, Amerika, dan Uni Eropa. Menurut mereka, sikap negara-negara tersebut tidak demokratis, memasung kebebasan, dan berlebihan mengintervensi urusan negara lain. Namun, jika standarnya demokrasi, pertanyaan yang juga perlu dialamatkan pada Hamas adalah: apakah dengan pemilu Hamas benar-benar telah menerima proses demokratisasi Palestina?

Pemilu legislatif Palestina kali ini merupakan pemilu legislatif kedua. Yang pertama digelar tahun 1996. Pemilu reguler merupakan hasil Kesepakatan Oslo tahun 1993. Selain pemilu, Kesepakatan Oslo juga membentuk Otoritas Nasional Palestina (al-Sulthah al-Wathaniyah al-Falisthiniyah) yang berfungsi seperti pemerintah, karena Negara Palestina belum berdiri (1994).

Hingga kini, Hamas tetap menolak Kesepakatan Oslo, mengingkari Otoritas Nasional Palestina, dan pernah memboikot pemilu legislatif 1996. Mereka selama ini juga menentang perundingan damai dengan Israel. Setiap kepakatan damai dijajaki, Hamas selalu berusaha menggagalkan dengan bom-bom bunuh diri yang mengundang Israel untuk menyerang dan merebut kembali wilayah-wilayah damai yang telah disepakati.

Inilah akar pengecaman atas Hamas. Mereka dituding hanya ingin membajak demokrasi karena pemilu adalah mekanisme yang sah untuk meraih kekuasaan dan legtimasi. Bagi mereka, demokrasi identik dengan kekuasaan itu sendiri. Padahal, menyelesaikan konflik lewat jalur perundingan, membina hubungan internasional, dan menciptakan perdamaian juga merupakan elemen penting proses demokrasitisasi. Rezim yang otoriter dan tiran, cenderung menyelesaikan konflik lewat senjata.

Namun, Hamas tidak melihat semua itu sebagai bagian dari demokrasi. Jika menang pemilu, mereka berikrar tetap melakukan perlawanan bersenjata (intifâdhah), dan menolak perundingan damai. Karena itu, wajar bila banyak yang memprediksi kalau Hamas menang, mereka hanya akan mengancam proses perdamaian dan demokratisasi Palestina. Kemenangan Hamas diyakini hanya akan memperuncing konflik dan kekerasan.

Sementara itu, di Israel terjadi perubahan peta politik yang cukup radikal. Ariel Sharon yang dulunya dikenal sebagai buldozer dan tukang jagal (al-saffâh), kini tampaknya mendambakan perdamaian seperti mendiang Yitzak Rabin. Secara mengejutkan, ia menarik mundur pasukan Israel dari jalur Ghaza serta menggusur pemukiman Yahudi. Kebijakan tersebut ditentang Partai Likud, partainya Sharon sendiri, sehingga memaksanya untuk keluar dan mendirikan partai baru bernama Kadima; sebuah partai berhaluan nasionalis moderat.

Kadima yang beda haluan dengan Partai Likud yang ekstrem-kanan dan Partai Buruh yang kiri, diprediksi akan menang di pemilu 28 Maret nanti. Meski kini Sharon masih berjuang melawan maut dan karir politiknya divonis telah tamat, penggantinya, Ehud Olmert, tetap berjanji akan meneruskan cita-cita politik Sharon.

Dengan konstelasi politik demikian, sebenarnya ada peluang perdamaian dan kemerdekaan bagi negara Palestina. Namun, perubahan orientasi politik yang radikal pada Sharon, kini belum terjadi pada Hamas. Paras politik Hamas tampak masih penuh amarah, dendam, dan kekerasan.

*******

Di Mesir, kegelisahan internasional juga muncul seiring bangkitnya Ikhwanul Muslimin (IM) dalam pemilu legislatif, Desember 2005 lalu. Mereka mampu mendulang 88 kursi parlemen, berbanding 17 kursi pada pemilu 2000. Kelompok minoritas Kristen Koptik tampak mulai gelisah. Seorang tokoh senior Koptik Mesir, Milad Hanna (81) menyatakan akan eksodus dari Mesir bila IM berkuasa dan berharap meninggal sebelum hari itu datang (al-Syarq al-Awsath, [22/11]). Kalangan Koptik berada dalam dilema. Mereka tidak lagi mendukung Mubarak, tapi khawatir IM akan mengubah Mesir menjadi negara Islam yang memperlakukan mereka sebagai “masyarakat kelas dua”.

Akar persoalan IM sama dengan Hamas. IM belum dipercaya akan setia pada demokrasi. Seperti halnya Hamas, IM juga diyakini akan menjadikan demokrasi sebagai alat untuk meraih kekuasaan, lalu melancarkan agenda-agenda islamis mereka. Kekhawatiran itu coba ditepis oleh tokoh IM, Isham ‘Uryan. Menurutnya, lâ mubarrir lil qalaq (tak ada yang perlu dikhawatirkan) dari bangkitnya IM (al-Syarq al-Awsat [27/11]). Bagi dia, IM akan menjamin kebebasan agama lain dengan jargon “Islam sebagai agama kebebasan” (al-Islâm dînul hurriyah).

Namun dalam praktik, IM menggunakan “wacana ganda” (al-khithâb al-muzdawij). Wacana politik yang terucap, bertolak belakang dengan wacana agama yang mereka yakini. Ada perbedaan jelas antara retorika politik dan doktrin teologis IM. Inilah “paras ganda” IM. Dalam politik, mereka berjanji akan mengakui hak penuh Koptik sebagai warganegara; menjamin kebebasan beragama, dan mengakui peranan politik kaum perempuan. Demokratisasi, reformasi, dan suksesi, adalah prioritas agenda yang mereka klaim. Paras politik itu digambarkan oleh aktivis-aktivis IM seperti Isham ‘Uryan, Abd Mun’im Abul Futuh, dan caleg-caleg lainnya.

Namun wacana agama yang mereka kembangkan tetap yang dulu-dulu juga. Formalisasi syariat Islam tetap jadi tujuan utama. Demokrasi hanya prosedur antara menuju pemeritahan agama. Paras agama mereka antara lain dapat dikenal lewat majalah al-Dakwah. Simaklah keterangan mufti berpengaruh IM, Syekh Muhammad Abd Allah al-Khathib soal hukum membangun gereja di negeri Islam. Pertama, jika kawasan itu sejak awal dibangun kaum muslimin, maka tak satu pun gereja boleh dibangun. Kedua, jika kawasan itu ditaklukkan lewat perang, gereja juga tidak boleh dibangun (lagi), dan menurut sebagian ulama, yang ada harus dihancurkan. Ketiga, jika kawasan itu ditaklukkan secara damai, maka gereja yang ada akan dibiarkan tanpa boleh ada penambahan. Intinya, menutup kemungkinan pembangunan gereja.

Syekh al-Khatib juga menyebut tempat alami dan abadi bagi perempuan adalah rumah. Mereka tidak boleh menjadi pemimpin publik. Wacana pembebasan perempuan adalah bid’ah, bermotif Salibis dan hanya mengibarkan panji-panji kolonialis. Suara perempuan aurat, dan anak-anak perempuan wajib dikhitan untuk mengurangi syahwat mereka.

Karena itu, banyak yang sudah terlanjur yakin kalau wacana agama seperti inilah paras IM sesungguhnya. Tampilan politik mereka dinilai hanya retorika dan propaganda. Pada akhirnya, paras agama itulah yang akan tetap menentukan gerak-gerik mereka. Dan sayangnya, paras agama yang mereka tampilkan bukanlah aspek yang membebaskan. IM dinilai hanya pandai menyulap paras politik mereka, tapi bukan pandangan-pandangan dan sikap mereka dalam beragama.[]

Mohamad Guntur Romli, aktivis Jaringan Islam Liberal

29/01/2006 | Kolom | #

Komentar

Komentar Masuk (16)

(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)

Sebenarnya, saudara-saudara kita di JIL ini sedang kebakaran jenggot, karena kiblat mereka, BARAT, ternyata tidak sepenuhnya mengusung paham pluralisme yang, konon kabarnya, bisa membawa dampak positif buat kehidupan umat beragama !!! walhasil, liberalisme yang diusung menjadi senjata untuk memangsa pihak lain yang tidak sependapat (bahkan menghina ;’simbol’ teragung dalam suatu agama!!!). walhasil, liberaliyyun ini tidak beda dengan orang-orang yang mereka sebut radikal konservatif. Malah kayaknya, yang radikal dan konservatif ini lebih beradab deh !!!  Gimana JIL, ada pendapat ???
-----

Posted by Jumad  on  02/08  at  05:03 PM

Jika kita mau menyikapinya secara bijak, maka kemenangan Hamas dalam pemilu Palestina sebenarnya merupakan penegasan yang konkrit bahwa tidak selamanya aliran “islam humanis” cocok diterapkan dalam semua kondisi. Dalam kondisi tertentu, seperti di Palestina, Chechnya, Irak justru “perlawanan” yang selama ini identik dengan cap “fundamentalis”, “teroris”, “radikal” dll menjadi lebih berarti ketimbang kata-kata manis dalam meja perundingan. Bukankah demokrasi itu sendiri lahir dari sebuah gerakan perlawanan yang bernama Revolusi Perancis ?

Posted by Kresna  on  02/08  at  06:02 AM

Sudah jamak, setiap partai “Islam” yang menang dalam Pemilu, pihak “Barat” akan bersikap sangat “apriori”. Ingat kemenangan PM Turki Necmetin Erbakan, tahun 1995, bahwa mereka akan meninggalkan liberalisme dan menuju pemerintahan yang “Islami”. Ada contoh pula , kemenangan partai FIS, Aljazair, 1992, bahwa para pemuka FIS ditangkapi dan partai itu dilarang dan dibubarkan.

Jadi, Mas Guntur, kita bisa memprediksi kira-kira “nasib” HAMAS, 2 tahun mendatang seperti apa nantinya. Lagipula Pemilu ini kan mainan dari negara-negara Barat yang diterapkan di negara ‘Islam”, kalau sekarang HAMAS menang, ya salahkan saja rakyatnya, kenapa mereka mau “ditipu” dengan “propaganda” HAMAS ?. Kalau Fatah kalah, memang perubahan itu sesuatu yang harus terjadi untuk pembebasan Palestina. Suara rakyat adalah suara Tuhan, bukan begitu pepatah demokrasi dari Barat.

Bung Romli (saya lebih senang memanggil Anda dgn nama ini, lebih ‘islami’), janganlah terlalu miring ke Sharon. Mbok ya diingat, Ariel Sharon yang lagi stroke sekarang ini adalah Sharon yang pembantai pengungsi di kamp Shabra-Satila tahun 1982, lebih dari 8.000 orang tewas.

HAMAS mungkin sama saja pernah membunuh tentara Israel, tetapi ini kan perang Bung! Kalau Israel membunuh begitu banyak orang Palestina, dimana dong keadilannnya, masak HAMAS tidak boleh membalas.

ORANG paling berbahagia adalah orang yang menjadi dirinya sendiri, dan berpikir dengan hati nurani.

Tetapi jika Anda ‘menulis’ dan ‘berkarya’ dengan mengharapkan ‘getting something to eat and wear’, layani saja terus sponsor-sponsor Anda. karena PASTI kekuatan ALLAH azza wa jala, melebihi kekuatan Asia ‘Jews’ Foundation.

Silahkan saja muat tulisan ini, berarti Anda, Bung Romli, seorang gentleman, jangan ada lagi “pemberangusan” kekebasan komentar di website ini. Itupun kalau Anda masih punya nyali!!

Posted by Anandita Budi Suryana  on  02/08  at  12:02 AM

Pemenang pemilu dalam sistem demokrasi, ya itulah pilihan rakyat. Siapapun dia. Berarti, rakyat sudah sepakat dengan pilihannya. Terlebih rakyat Palestina, biarlah mereka menentukan pilihan mereka. Mereka lebih faham yang mereka alami. Mereka yang merasakan penjajahan Israel. Mereka yang merasakan standar ganda AS dan Eropa terhadap kebengisan Israel selama ini.

Dan, entah mengapa, JIL yang biasanya menjunjung tinggi demokrasi kini mengecam hasil demokrasi. Semakin jelas, kepada siapa JIL berkiblat. BTW, kok JIL nggak komentar soal pelecehan Rasulullah SAW melalui kartun?

Posted by muradief  on  02/06  at  06:02 PM

Mas Gun, siapa sih yang berwajah ganda? Kalau ada orang ikut pemilu, apa pun motifnya, paham tidak paham arti pemilu, tetap saja dia berhak seberhak-berhaknya atas demokrasi (demokrasi bukan hanya untuk orang pintar dan merasa moderat saja—sejak kapan Anda boleh mengklaim seperti ini?)

Di sisi lain, kalau ada orang yang tanah airnya dijajah, lalu melakukan perlawanan dengan cara apapun itu adalah halal—Soekarno tidak menjadi lebih heroik ("islami ala JIL") karena menempuh jalur perundingan bila dibandingkan orang-orang NU yang mati dengan senjata bambu runcing melawan Inggris di Surabaya.

Saya kira judul artikel Anda sudah sangat bias. Ada wajah ganda Amerika dan Israel, yang anda tembak Hamas dan IM… Saya jadi semakin tidak paham ideologinya kawan-kawan JIL. Sesekali, jujurlah, karena jujur juga bagian dari liberalisme dan demokrasi.

Posted by Aufani  on  02/05  at  01:02 PM

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq