Al-Banna - Komentar - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Editorial
09/08/2004

Al-Banna

Oleh Novriantoni

Banyak orang keberatan jika Islam diasumsikan tidak mengatur dunia politik. Alasan mereka, Islam bukan sekedar “ajaran langit” yang tidak menyentuh kehidupan riil umat manusia. Islam sebagai agama, tidak lengkap kalau tidak mengatur semua perkara umat manusia, sejak bangun tidur sampai kembali tidur.

09/08/2004 06:09 #

« Kembali ke Artikel

Komentar

Komentar Masuk (4)

(Tampil semua komentar, ascending. 20 komentar per halaman)

Halaman 1 dari 1 halaman

“Bagi al-Banna, kekuasaan politik seperti negara, sedikit sekali membawa kemaslahatan agama dibanding kerusakan-kerusakan yang ditimbulkannya. Ketika masuk ke areal politik, agama hanya akan berfungsi sebagai legitimator kekuasaan dan akan bersifat sangat destruktif.” saya tertarik dengan kalimat ini karena dalam pandangan saya, agama sebagai pengikat moral dalam kehidupan sehari2, sangat bermaslahat apabila dapat digunakan sebagai pengatur. Dan “sesuatu” yang bisa mengatur adalah sesuatu yang mempunyai legitimasi yang kuat. Bukankah agama mempunyai kadar legitimasi yang kuat? orientasi kultural yang diajukan, menurut saya terlalu idealis. Pada realitasnya penggunaan agama sebagai orientasi kultural tidak akan bisa lebih efektif untuk membawa masyarakat yang lebih baik

#1. Dikirim oleh mehdinsareza w  pada  10/08   03:09 PM

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabaraktuh,

Sebagai orang awam saya ingin menanggapi artikel Al Banna (Novrianto).

Bagi saya, seorang muslim yang mukmin, sehat akal & konsekwen, adalah seseorang yang tidak hanya beribadah mengikuti ajaran Islam, tapi dia juga akan berpolitk secara Islam, berekonomi secara Islam, bermasyarakat secara Islam, berbudaya secara Islam dst. Apalagi ajaran Islam bukan hanya ajaran agama saja, tapi juga ajaran politik, ajaran ekonomi, ajaran kemasyarakatan, ajaran budaya, ajaran moral dst.

Seorang kristen saja yang sehat akal & konsekwen, pasti akan berpolitik secara Kristen, berekonomi secara Kristen, bermasyarakat dan berbudaya secara Kristen dst. Padahal tidak ada yang namanya ajaran politik Kristen, ekonomi Kristen dst. Yang ada adalah ajaran moral Kristen yang diharapkan mengejawantah kedalam semua aspek kehidupan ummatnya. Kalau tidak demikian ia adalah seorang Kristen yang hipokrit.

Bahkan seorang liberal ataupun seorang komunis pun yang berakal sehat dan konsekwen pasti berpolitik liberal atau komunis, berekonomi liberal atau komunis dst. Bila tidak demikian ia seorang liberal atau komunis gadungan.

Juga seorang yang tidak beragama, seorang atheis atau vrijdenker akan berpolitik atheistic dst. Itu bagi yang konsekwen.

Bagi yang tidak konsekwen, seperti banyak kita lihat di masyarakat kita, mereka mengalami split personality, misalnya seorang yang beragama Islam, berpolitik secara liberal, berekonomi secara kapitalistik, bermasyarakat secara primitive, berbudaya secara pop dst (masih banyak kombinasi lain). Ini disebabkan oleh mental yang inferior, minderwaardigheidscomplex yang berlebihan. Orang-orang yang mengalami split personality justeru terdapat paling banyak pada saat ini di kalangan para pejabat, ulama dan cendikiawan. Berbeda dengan para pejabat, ulama dan cendikiawan pra dan pasca kemerdekaan hingga jaman orla. Mereka memiliki kepribadian yang utuh dan konsekwen.

Jadi bagi saya seorang muslim yang berkepribadian utuh, tidak mengalami split personality atau bermental inferior pasti berpolitik secara islami, berekonomi secara islami, bermasyarakat dan berbudaya secara islami dst. Apalagi Islam bukan hanya ajaran agama, tapi juga ajaran politik, ajaran ekonomi dst.

Demikian pandangan saya yang awam.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

R. Ludiana K. Ratjani

#2. Dikirim oleh R. Ludiana K. Ratjani  pada  17/08   11:08 AM

kelihatannya sejarah ‘politik’ Islam yang anda nukil bukan bersumber pada fakta sejarah ketika Nabi SAW masih hidup, di mana pelaksanaan syariat Islam bisa bersinergi dengan kehidupan masyarakat luas, baik Islam maupun non, di dalam berbagai aspeknya, sprti pengadilan, dagang, angkatan bersenjata, zakat, bantuan sosial untuk rakyat tidak mampu, dll. yang anda lihat hanyalah kegagalan pemerintahan Muslim saat baru2 ini yang sebenarnya sistem kenegaraan mereka pun sudah tidak sesuai dengan saat Nabi SAW masih hidup, seperti sistem kerajaan yang turun temurun, padahal Nabi SAW dan Khalifah penerusnya selalu memakai sistem musywarah untuk mufakat untuk memilih gubernur untuk daerah di luar arab (lebih baik drpd sistem demokrasi di mana yang mayoritas pasti menang; nah klo yang mayoritas penjahat gimana dong???)

yang pasti keterlibatan kristen dalam kerajaan sangatlah berbeda dengan keterlibatan Islam pada jaman Nabi SAW dalam ‘politik’ mengurus ummat.

mari untuk melihat implementasi Islam yang sebenarnya cari contoh2 dari jaman kehidupan Nabi SAW via Hadist dan Al-Qur’an tentunya (akan lebih baik jika kita baca, kaji dan pelajari Al-Qur’an dan Hadist secara keseluruhan/kaffah sebelum kita ‘menilai’ apa itu Islam, karena pelaksanaan dengan teori bisa berbeda. jika yang anda liat jelek, belum tentu Islam mengajarkan demikian).  jangan alergi dengan penerapan syariat Islam karena toh itu agama kita sendiri yang merupakan rahmat bagi seluruh alam yang berserah diri ke dalamnya (manusia Muslim dan non, laki dan perempuan, jin, binatang, tumbuhan, benda mati, dll).

wassalam

#3. Dikirim oleh bee  pada  23/08   04:09 PM

Saya setuju dengan Al Banna yang memisahkan agama dan politik. Itu baru betul. Saya pikir R.Rudiana K. Ratjani agak kurang memahami mengenai agama dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Bisakah anda memberi contoh apa itu ekonomi kristen, ekonomi hindu, ekonomi ateis, ekonomi buddha, ekonomi shinto, ekonomi katolik, ekonomi advent, ekonomi syiah, ekonomi sunni, ekonomi wahabbi, ekonomi yahudi, ekonomi badui, dan ekonomi-ekonomi lain yang berasaskan agama ataupun ateis? Saya yakin anda pasti tak akan bisa. Sudahlah, lebih baik kita merujuk pada S.Takdir Alisyahbana. Dalam salah satu tulisannya di majalah Humor ia mengatakan bahwa Indonesia adalah bangsa paling bodoh di dunia. Karena tak punya pendirian. Dikenalkan agama Hindu oleh orang India masuk Hindu. Lalu masuk Buddha. Datang orang Arab masuk Islam. Dijajah Belanda masuk Kristen.  Terlepas anda setuju atau tak setuju, tulisan sastrawan terkemuka Indonesia itu perlu diperhatikan. Untuk apa? Untuk meredam kefanatikan yang tak perlu dari masing-masing pemeluk agama di Indonesia. Meminjam istilah Gus Dur, Gitu aja kok repot!
-----

#4. Dikirim oleh Gunawan S  pada  30/08   06:09 AM
Halaman 1 dari 1 halaman

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq