Derita Abadi Umat (DAU) - Komentar - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Editorial
27/06/2005

Derita Abadi Umat (DAU)

Oleh Hamid Basyaib

Uang jamaah haji yang dikumpulkan selama puluhan tahun itu ditimbun di laci Departemen Agama yang diberi nama Dana Abadi Umat (DAU). Inilah kas penampung “sisa” ONH dari ratusan ribu jamaah. Jumlahnya ratusan miliar rupiah per tahun. Pembelanjaannya mutlak diatur oleh Departemen Agama, tanpa diketahui oleh pemilik sah.

27/06/2005 21:12 #

« Kembali ke Artikel

Komentar

Komentar Masuk (11)

(Tampil semua komentar, ascending. 20 komentar per halaman)

Halaman 1 dari 1 halaman

katanya depag kok bikin malu aja sih. depag kan berbasis agama apalagi yang berkaitan dengan agama islam. tolong dong citra kita kan dah jelek dimata agama-agama lain dan negara-negara lain sedikit punya kredibilitas yang bisa dibanggakan napa biar bisa dipertimbangkan. ya setidaknya bisa mengangkat citra jelek itu dikit ga usah banyak-banyaklah. karena saya yakin dikit aja susah apalagi banyak.  kalau dipikir-pikir, apa mereka ga kuatir ya dengan hukum yang allh tetapkan. atau memang mereka ga pernah berpikir ataupun menganggap hukum allah itu ada. kasihan sekali mereka. kalau dah gini kita mesti menyalahkan siapa ya. pendidikan agamanya yang kurang atau keluarganya yang kurang ngajarin tetang agama sama mereka atau siapa ya. ya, tapi begitulah moga-moga mereka cepat sadar dan moga allah membuka pintu hati mereka tuk dapat menerima kebenaran yang hakiki dan menyadarkan mereka betapa dzolimnya mereka.

#1. Dikirim oleh sri fitrianingsih  pada  28/06   12:07 AM

kenikmatan dunia memang sangat menarik untuk setiap orang tidak terkecuali orang-orang yang mengerti ajaran agama dengan sangat baik. apalagi mereka tahu caranya bertobat dengan memanfaatkan sifat rahmatnya Alloh swt lebih tinggi dari murkanya, dan hitungan laba rugi pahala dan dosa dimana pahala dibalas oleh alloh swt 700 kali lipat sedang dosa cukup dicatat sekali. itulah gaya orang-orang mengerti agama dengan mengakali hukum-hukum agama untuk kepentingan dunia. padahal merekalah yang akan dimintai pertanggung jwaban oleh alloh diakherat kelak atas kemerosotan akhlak ummat, sangat menakutkan. “ ya Alloh tunjukilah jalan yang lurus jalan yang engkau ridhoi kepada para pemimpin agama dan para ulama sehingga dapat membawa ummat kepada akhlak yang baik menurut agama” amin.

#2. Dikirim oleh eko ph  pada  28/06   05:07 PM

Judul diatas sengaja kami ambil, bahwa jika Menag dkk itu malaikat apa iya mereka korupsi. Karena mereka bukan malaikat maka “wajar” mereka korupsi. Kewajaran melakukan tindak korupsi sudah menjadi bagian dari gaya hidup kita sekarang ini, sudah menjadi tradisi. Hal ini disebabkan karena harta menjadi tujuan bukan menjadi sarana. Karena menjadi tujuan, maka jalan apapun akan dipakai untuk mencapainya. Coba kita lihat dan dengar komentar sebagian besar orang tua kita, bahwa anak-anaknya Bapak Fulan sekarang sudah jadi “orang”, maksudnya sudah memiliki harta kekayaan yang lebih dari cukup, kalau masih dibawah garis kemiskinan dianggap belum jadi orang, walaupun secara perilaku ia lebih berakhlak mulia, pintar ngaji dan sebagainya. Kita tidak akan cerewet dengan menanyakan harta yang diperoleh dari mana? Paling cuma menjadi gunjingan atau grundelan dalam hati, bahwa kekayaan yang ia dapatkan tidak sejajar dengan gaji atau penghasilan yang ia peroleh. Apalagi kalau si kaya? itu sangat baik dan dermawan, serta tidak pelit dalam urusan sumbang-menyumbang entah untuk kegiatan keagamaan maupun sosial, sudah pasti masyarakat disekitarnya akan masa bodoh si kaya itu memperoleh uang dari mana? Jadi penyakit korup itu akan menyebar kemana-mana dan masyarakat yang masih mengidap “miskin phobia” akan gampang terkena penyakit semacam itu. Tidak peduli dana dari mana yang ia korup. Jadi memang harus ada hukum yang kejam untuk membuat jera para pelaku dan calon pelaku, hukum potong tangan dan kaki secara bersilang, hukuman ini memang diperuntukan untuk perampok yang membunuh korbannya. Tetapi sesungguhnya koruptor lebih keji dari tindak perampokan, karena itu dapat berakibat pada kematian dan kesengsaraan banyak orang. Jadi koruptor harus mati. Cina yang menganut aliran komunis saja bisa, masa kita yang mengaku anti komunis malah “melindungi” korupsi.

#3. Dikirim oleh Ismail  pada  29/06   02:07 AM

mereka sebaiknya diadili dengan hukum islam. potong tangan mereka. Mereka adalah sekumpulan birokrat tak bermoral, haus akan kehidupan duniawi. Kita tak perlu ragu menjatuhkan hukuman berat seperti itu, karena banyak hikmah yang terkandung di dalamnya. pertanyaan kita sekarang, maukah kita memberlakukan hukum Islam di indonesia? Saya kira tidak perlu dipertanyakan lagi, kita wajib melaksanakannya.

#4. Dikirim oleh aminuddin  pada  29/06   07:06 PM

menyikapi permasalahan yang terjadi pada kasus dana abadi uat,tersebut ternyata meghentakkan kita, bahwa ternata tak selamanya sesuatu yang diformalkan pelaksanaannya oleh negara dapat berjalan dengan baik. DAU adalah salah satu contoh bahwa negara ternyata tak mampu untuk mengorganisir suatu kegiatan ritual agama dengan baik,depg yang selama ini seolah-olah pemegang sah kedaulatan beribadah,ternyata mengurusi dirinya sendiri tidak mampu karena itu renungkanlah lagi peran negara untuk mengatur ibadah seseorang,kembaalikan lagi fugsi ibadah sebagai suatu hal yang privat dan bukan bersifat publik!

#5. Dikirim oleh rynal may f  pada  29/06   07:07 PM

Melihat prilaku umat beragama tentang penyalahgunaan Dana Abadi Umat (DAU)oleh departemen Agama yang terjadi baru-baru ini memang sangat memalukan umat islam, mungkin umat seakan-akan telah kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah.Bagaimana tidak, pemerintahan yang merupakan panutan masyarakat islam sendiri hemat saya yang sering melakukan perbuatan tercela, mungkin bisa di bayangkan kalau pemerintahan yang notabene memehami agama saja bisa berbuat seperti itu, apalagi departemen yang tidak berkaitan dengan urusan agama mungkin bisa lebih parah korupsinya.Hemat saya seharusnya mereka itu yang memberikan tauladan yang baik,karena bagaimanapun departemen agama adalah cerminan dari sebuah pemerintahan.Pemerintah saat ini memang sudah harus mengakhiri intervensinya terhadap prilaku keberagamaan, atau memang harus segera enyah departemen agama dari pemerintahan,karena kalau sudah terjadi seperti ini yang malu bukan saja pemerintah tapi umat islam indonesia,karena ulah setitik menjadi tercemarlah nama islam. Hemat saya urusan beragama saat ini sudah harus sepenuhnya di serahkan kepada masing-masing pribadi(need personality),sehingga tidak ada kehawatiran lagi akan adanya tikus-tikus yang akan bersembunyi di balik ajaran Tuhan.inilah ternyata buktinya kalau ternyata pemerintah mencampuri urusan agama,agama selalu di jadikan alat kekuasaan (legitimasi) buat mereka untuk mengelabui umat.Saya pribadi sudah tidak percaya lagi dengan agama, karena agama hanyalah simbol yang akan mudah di jadikan alat oleh mereka.mungkin biarkan orang tidak beragama sekalipun tapi mereka masih di berikan kebebasan untuk selalu merindukan Tuhan.

#6. Dikirim oleh Ida Wahyudi  pada  03/07   10:07 PM

Bung Hamid, Aku udah berkali-kali bilang, kalu agama “dedepartemenkan” ya jadinya kayak Depag RI itu: dari luar kelihatannya bersih, suci tak bernoda, orangnya (kelihatan/sepertinya)alim, saleh, pake jubah, berpeci, bersurban, tetapi apa yang terjadi sekarang, Anda lihat sendiri. Maka, jalan terbaik memang kita harus memisahkan wilayah “agama” dan “negara”. Ini artinya, Depag dibubarkan saja,urusan haji diserahkan “private” (swasta),sementara urusan madrasah atau Perti Islam serahkan saja pada departemen pendidikan, bereskan?? Daripada dibikin proyek oleh Pak Haji-Pak Haji itu....

#7. Dikirim oleh sumanto al qurtuby  pada  12/07   08:08 AM

Said Aqil Al-Munawwar, seorang menteri agama dan juga seorang ustadz, harus mengakui kesalahannya dalam ‘menilap’ uang amanat rakyat. Baik orang intelek atau orang awam, sudah mengetahui betul dosa-dosa Said Aqil dan beberapa anggota departemen agama dalam memanipulasi Dana Abadi Umat menjadi kepentintingan pribadi kaum Pejabat dan Birokrat.

Di Metro TV, saya lihat, Ayu F Shahab (Kuasa Hukum Said Aqil Al-Munawwar) berusaha semaksimal mungkin untuk melindungi Said Aqil dari dakwaan menyelewengkan dana umat. Ia terlalu banyak berkelit di balik topeng “birokrasi”. Saya kira beliau ini tidak pandai berbohong, namanya juga Departemen Agama (badan pemerintah)..masa baru menyadari ada kesalahan prosedural birokrasi setelah beliau dituntut di pengadilan? Badan pemerintah macam apa yang tidak tahu sama sekali prosedur pengalihan tanggung jawab? Bukan itu persoalannya! Ini suidah sangat jelas, bahwa Dana Abadi Umat telah dikorupsi demi kepentingan para pejabat di Departemen maupun yang lainnya!

Tentunya kaum habaib (alawiyyin) merasa malu juga melihat kenyataan bahwa salah seorang saudara mereka berlaku kriminal dibalik jubah agama yang ia pimpin, meskipun ini bukan hal yang baru dalam sejarah islam. Tapi, ini sebuah kemajuan demokrasi di Indonesia untuk bisa menyidang pejabat tinggi dan kaum agamawan lainnya. Dan saya rasa yang berlaku seperti ini juga bukan hanya Said Aqil dan Departyemen Agama...melainkan, biro-biro perjalanan haji swasta pun melakukan hal yang sama. Dan mereka seharusnya malu dan sadar…

Bagi saya, akan lebih mudah jika Said Aqil Al-Munawwar mengakui saja kesalahannya dalam mengelola Dana Abadi Umat (DAU) ke masyarakat umum, untuk membuktikan bahwa beliau seorang agamawan yang jujur dan bijaksana.

#8. Dikirim oleh Hikmawan Saefullah  pada  13/07   02:08 AM

Assalam Depag Sebagai Intitusi Negara yang merupakan refresentatif dari Pemerintah ternyata mencerminkan kebobrokan pemerintahan ini, Apakah ada Negara yang selalu membuat susah rakyatnya......? ada Yaitu Indonesia ini, pada intinya semua sendi dalam bernegara sudah salah, tidak adanya persamaan hukum tidak adanya keadilan yang bersosial, tidak adanya keberpihakan negara pada rakyatnya, yah +/- 100% negara ini salah. Tapi apakah dengan kesalahan yang mencapai +/- 100% ini Negara harus bubar? jawabanya pasti tidak, begitupun dengan Depag apakah harus bubar...? jawaban saya sama yaitu tidak. Masalah yang timbul dalam penyelenggaraan Haji adalah Koreksi kita bersama mencari Format yang terbaik untuk kemaslahatan rakyat, menyerahkan penyelenggaraan Haji pada swasta menurut saya bukan jalan yang bijak, Kenapa saya bilang itu..? satu jawaban saya apakah ada yakin 100% bahwa dengan penyelenggaraan haji pada swasta tidak ada masalah yang timbul di kemudian hari....? Apalagi smapai membubarkan Depag.....? Kemana saja anda selama ini....? Orang punya masalah bukan lari tapi hadapi cari solusi yang terbaik....! makasih....  Wassalammm
-----

#9. Dikirim oleh Iwan Mertady  pada  12/07   08:07 PM

coba aja klik http://uk.youtube.com/eyangsapujagat. dalam kasus Kusuma Indrajaya itulah penyimpangan dan korupsi dana abadi ummat. Gawat ya Pak, kalau Depag sudah begitu. Kapan Depag itu jadi tauladan bagi departemen lainnya. padahal depag itu kan departemen pembina moral bangsa.

#10. Dikirim oleh Manau  pada  19/09   10:56 AM

ass....pak menag yang terhormat,saya hanya ingin memberitahukan sesuatu yang mudahan berguna bagi agama yaitu dana abadi umat ini tolong dikelola dengan baik dan digunakan untuk zakat,jadi yang yang akan pergi haji mendapat 2 pahala sekaligus

#11. Dikirim oleh efriamon  pada  20/04   11:10 AM
Halaman 1 dari 1 halaman

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq