Ismail atau Ishak? - Komentar - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Editorial
16/01/2006

Ismail atau Ishak?

Oleh Abd Moqsith Ghazali

Seluruh kitab suci yang berada dalam rumpun tradisi abrahamik mengisahkan peristiwa penyembelihan Ibrahim terhadap puteranya. Karena itu, umat Islam, kristiani, dan kaum Yahudi mengimani bahwa penyembelihan itu bukan mitos yang perlu dijebol, tapi fakta yang harus diimani. Begitulah.

16/01/2006 01:07 #

« Kembali ke Artikel

Komentar

Komentar Masuk (18)

(Tampil semua komentar, ascending. 20 komentar per halaman)

Halaman 1 dari 1 halaman

Menanggapi tulisan-tulisan Pak Moqsith Ghazali baik yang terdahulu maupun yang sekarang, menurut saya sarat dengan pemikiran dan membuka ruang berpikir juga pada akhirnya, kita dihadapkan pada sebuah wacana berpikir yang bisa kita utak-atikan seperti halnya kita bermain puzzel.

Dalam hal ini kita harus pandai menempatkan diri lagi dan melihat posisi sehingga pandangan yang kita ambil tidak keliru dan tidak salah penafsiran. Kalau boleh kita pakai dengan istilah ‘pandangan burung’yang semuanya kelihatan, agar tidak ada keraguan di dalamnya. Kalau saya umpamakan; kita senang membaca program filmnya yang akan ditayangkan atau melihat filmnya langsung? tentu umumnya film langsung, karena jelas dan faham akan cerita dan ada kenikmatan yang dirasa.  Begitu pula dengan cerita ismail dan ishak, karena kalau dari ceritanya saja tentu banyak penafsiran yang berbeda, lebih baik kita langsung melihat pada hakikatnya, sehingga pandangan semua sama, dan kebenaran saja yang ada, karena yang punya cerita, pembuat cerita, pelakon cerita, dia-dia juga, yang punya hidup kita. sementara itu dulu tanggapan saya. salam plural pak ghazali.

Andi Suandi.

#1. Dikirim oleh andi suandi  pada  16/01   10:02 PM

Kalau PL menyebut yang disembelih itu “anakmu yang tunggal itu,” maka kemungkinan besar anak tersebut adalah Ismail, karena hanya Ismail yang pernah mengenyam status anak tunggal sampai dengan lahirnya Ishaq. Tapi mengapa PL menyebut nama Ishaq sebagai anak tunggal? Apakah PL tidak mengakui Ismail sebagai anak Ibrahim? Wallahu a’lam.

#2. Dikirim oleh Kunrat Wirasubrata  pada  17/01   03:01 AM

Kalau kita mau jujur mengakui terlepas dari background keyakinan kita, kita akan mengecek validitas sumber informasi yang menjadi pegangan mengenai siapa yang dikorbankan, apakah Ishak atau Ismael?

Keduanya sama saja mempertentangkan validitas Injil dan al quran. Jadi menurut saya lebih tepat jika mendasarkan pada al quran, bukan kitab Injil yang walaupun muncul terlebih dahulu, sejarah penulisannya sangat sarat dengan korupsi ayat dan revisi yang bahkan hingga kini terus berlangsung.

#3. Dikirim oleh ikhwan  pada  17/01   05:02 AM

Tepat sekali waktunya ( bulan Hajj ) bagi sdr AM.Ghazali, Mengupas acara Qurban, dengan mengajukan argumentasi pendapat2 mengenai sejarah Qurban; siapa yg akan dikurbankan? Ishaq atau Ismail? Dengan mengajukan alasan Alquran secara tegas tidak menerangkan siapa yg akan diQurbankan, (Ya Tuhanku jauhkanlah kami dari cara berfikir seperti ini ).

Juga beliau mengajukan hasil “riset” terhadap Alquran dengan konklusi “Sejumlah KISAH yg disajikan Alquran tak sepenuhnya bisa dan boleh di cek secara ILMIAH menyangkut validitas datanya”. Mungkin perlu kita ingatkan kepada umat muslim yg taqwa sebuah ayat dari surah AlHajj ayat 55, “Mereka yg menolak kebenaran ,Tidak akan berhenti dalam menyebarkan KERAGUAN tentang AlQuran, Sampai detik terakhir yg tiba2 datang kepadanya atau datang kepada mereka hari yg tanpa malam”.

Terima kasih

#4. Dikirim oleh Subkhan BN  pada  17/01   05:02 PM

Mungkin tanggapan tidak banyak mendapat perhatian dari bapak, tapi mudah-mudahan dapat menjadi sekedar bahan renungan. Sebelum menyampaikan pendapat bapak, sudahkah bapak memeriksa dengan teliti dan cermat atas pendapat yang bapak sampaikan? beberapa poin yang perlu bapak perhatikan ;

1. Di kitab manakah bapak menemukan bahwa beberapa Shahabat seperti Abdullah ibn Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Umar bin Khaththab, Jabir, Abdullah bin Umar, dan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhum Ajmain, berpendapat bahwa yang diqurbankan oleh Nabi Ibrahim Alaihis Salam adalah Nabi Ishak Alaihis Salam dan buukannya Nabi Isma’il Aliahis Salam?

2. Al Qur’an mungkin tidak menyebut secara eksplisit bahwa yang diqurbankan adalah Nabi Isma’il Alaihis Salam, tapi Al Qur’an juga tidak menyebutkan bahwa yang diqurbankan itu adalah Nabi Ishak Alaihis Salam.

3. Di dalam Alkitab dengan jelas disebutkan bahwa yang diqurbankan adalah anak Nabi Ibrahim Alaihis Salam yang tunggal. Saya kira bapak cukup memahami bahasa Indonesia bahwa yang dimaksud dengan anak yang tunggal itu tentu bukanlah anak yang lebih muda usianya.

4. Kami menghormati kepercayaan kalangan non-Muslim bahwa menurut mereka yang diqurbankan adalah Nabi Ishak Alaihis Salam.

Mungkin itu saja sekedar tanggapan dari saya.

Wallahu a’lamu bishshawab.

#5. Dikirim oleh Suryansyah Al MAdurie  pada  17/01   08:01 PM

Perbedaan tentang kurban yang melibatkan 3 kitab suci (atau lebih) mengenai Ismail dan Ishak, saya pikir tidak perlu dipermasalahkan. Alasannya, pertama, kejadiannya sudah sangat lama dan sangat sulit mengungkap kebenaran faktanya. Sementara fakta sejarah yang ada (disertai makin panjangnya rantai “perawi berita”), sangat dimungkinkan terjadi “distorsi”.

Kedua, kalau kitab Suci tersebut diyakini dari Tuhan, maka kebenarannya pun harus diserahkan kepada Tuhan pula. Implementasinya, dalam mensikapi makna dan hakekat kebenaran yang ada, bukan atas dasar tafsir yang dibuat manusianya—apalagi rekayasa/kira-kira/duga-duga maupun logika-logika. Ia pasti mutlak kebenarannya, dan digenggam oleh Tuhan sendiri.

Ketiga, karena Tuhan Maha Kuasa dan manusia zaluman jahula (kejam lagi bodoh) maka sebagai pihak yang bodoh harus bisa menempatkan diri, mau “ngrumangsani” kalau dirinya sebenarnya bodoh (dalam arti bodoh dihadapan Tuhan, kalau dihadapan sesama manusia, tak masalah kalau merasa ngerti/ merasa pandai/ merasa hebat/ merasa berpengalaman/ merasa intelek/ merasa tokoh penting/ merasa profesional/ dlsb). Tahu dirilah kalau memang bodoh. Implikasinya, mau mengakui bahwa diturunkannya Rasul semenjak Adam, diantaranya dalam rangka membebaskan manusia dari kebodohannya, sekaligus melakukan “revisi” dan “penyempurnaan” atas syareat yang dibawa oleh para rasul sebelumnya.

Sedangkan substansi masalahnya adalah : bagi seorang ayah (Ibrahim), pertama, merupakan wujud ketaatan atas perintah Tuhan. Sebagai parameter sejauh mana cintanya kepada Tuhan melebihi cintanya kepada wujud selain Wujud-Nya. Kedua, sebagai latihan meniadakan/menafikan dari dalam hati kecintaan (rasa senang) terhadap hal-hal lain selain Wujud Tuhan. Dalam hal ini bentuknya bisa menyembelih anak, mengorbankan harta, jiwa raga, bermacam-macam jenis amal shodaqoh, bermacam-macam zakat, dan yang paling berat adalah “korban perasaan”.

Bagi seorang anak (Ismail/Ishak), pertama, realisasi patuhnya seorang anak dihadapan orang tuanya—yang nota bene sang ayah adalah rasul-Nya. Kedua, patuh dan tunduknya seorang hamba dihadapan-Nya (yang disampaikan oleh rasul-Nya) disertai dengan tekad yang kuat, walaupun harus mengorbankan nyawanya sendiri. Tidak membantah sedikitpun walau semisal rambut dibelah tujuh. Mencontoh watak malaikat dalam memberlakukan diri patuh dan tunduk di hadapan khalifah/rasul-Nya.

Hikmah yang dapat diambil, pertama, sebagai hamba harus menerima sepenuhnya atas ajaran yang dibawa oleh rasul-Nya. Kedua, menyadari bahwa berbagai macam pengorbanan yang harus dilakukan adalah demi kepentingan manusianya sendiri, bukan demi kepentingan Tuhan. Ketiga, tanpa adanya latihan-latihan (dengan berbagai macam pengorbanan), hati manusia itu selamanya akan dijajah oleh nafsu, yang berupa mencintai dunia (wujud lain selain Wujud-Nya). Keempat, bila latihan-latihan berkorban tersebut dikerjakan dengan sesungguhnya, sangat dimungkinkan Tuhan akan memberikan rahmat dan fadhal-Nya, menarik hati hamba-Nya patuh dan tunduk terhadap ketentuan-Nya, sebagaimana patuhnya Ibrahim dan Ismail/Ishak. Kelima, perintah apapun yang datang kepada kita, yang disampaikan oleh para ulama, harus dipikir dan ditafakkuri secara jernih apakah ia merupakan bentuk perintah (kepanjangan) dari Tuhan, atau bukan (dari nafsu penyampainya).

#6. Dikirim oleh Roni Djamaloeddin  pada  18/01   08:02 PM

Mengenai pendapat saya bahwa yang dikorbankan adalah jelas-jelas Ishak donk, karena jaman dulu yang namanya anak dari gundig (Siti Hagar) tidak berhak anaknya disebut ahli waris. Karena Sarah kasihan dengan Ibrahim tidak punya anak Ia menyuruh Ibrahim untuk mengawini Hagar (tadinya hanya budak Ibrahim).

#7. Dikirim oleh ikhwan bin sontol  pada  19/01   02:02 AM

Saya salut dengan kejelian Bapak dalam memilih topik dan kelugasan membahas masalah yang tidak sederhana ini. Meski demikian ada beberapa hal yang mungkin bisa saya share dalam diskusi ini.

Analisa yang Bapak paparkan cukup tajam. Hanya sayangnya, anda tidak menyebutkan sumber rujukannya (kitab/buku), terutama pendapat tentang beberapa sahabat dan tabiin yang menjadi pendukung pendapat pertama maupun kedua. Dengan menyebutkan beberapa sahabat terkenal seperti Abu Bakar ra dan Ali bin Abi Thalib ra pada pendapat yang kedua, akan menggiring para pembaca untuk “lebih” cenderung pada pendapat ini (tanpa punya kesempatan untuk mengecek kebenarannya melalui buku/kitab yang tidak Bapak sebutkan).

Saya juga cukup menyayangkan ketika di akhir tulisan Bapak, ada sebuah pernyataan yang cukup “tendensius” dengan mengatakan “Sejumlah kisah yang disajikan Alquran tak sepenuhnya bisa dan boleh di cek secara ilmiah, menyangkut akurasi dan validitas datanya. Sebab, terlalu banyak orang yang berkeberatan jika Alquran diperlakukan secara demikian”. Ini mengisyaratkan bahwa pada tingkat tertentu Bapak kurang objektif.

Menurut hemat saya, akan lebih baik jika pada bagian akhir tulisan lebih menekankan pada sisi hikmah dari peristiwa ini. Ketika, misalnya, Al’quran tidak menyebutkan secara spesifik tentang peristiwa tersebut, berarti ada hal yang lebih penting “beyond” kisah qurban tersebut. Hal yang lebih penting itu tentu saja adalah hikmahnya. Maka daripada terus meributkan tentang siapa yang disembelih, kenapa kita tidak bahas saja nilai-nilai positif yang bisa kita contoh dari peristiwa bersejarah tersebut.

#8. Dikirim oleh Misbahul Huda  pada  19/01   11:02 PM

Sebagai bukti pengorbanan dan cinta kepada Tuhan, Ismail lebih masuk akal;

1. Pengorbanan cinta Ibrahim thd anaknya demi cintanya pada Tuhan akan kurang dramatis jika sang anak adalah Ishak. Karena kalau Ishak, Ibrahim tua masih punya Ismail (Ismail lebih tua 14 tahun dari Ishak, Kej 16:16, Kej 21:5). Anak dari istri pertama atau kedua tidak relevan dg rasa cinta seorang ayah. Siapapun ibunya, anak anda (seorang suami) adalah anak anda, darah daging anda. Naluri seorang ayah (yang normal) pasti mencintai anaknya. Apalagi seorang ayah yang baru mempunyai anak setelah umur 84 tahun dan selama 13 tahun kemudian belum ada tanda akan memiliki anak lagi karena umurnya yang tua.

2. Bacalah PL Anda dengan baik, setelah peristiwa penyembelihan itu, Abraham membawa anak tersebut (Ishak menurut PL) ke Bersyeba (Kej 22:19). Bukankah Bersyeba tempat tinggal Hagar setelah lari dari Sara (Kej 21:14) sedangkan Sara tinggal di Hebron sampai akhir hayatnya (Kej 23:2). Bukalah peta pada Alkitab anda.

Tidakkan anda merasa aneh, kenapa Abraham tidak membawa pulang anaknya Ishak kepada Ibunya di Hebron?

Shalom

#9. Dikirim oleh lae_togol  pada  03/02   12:03 AM

Terus terang dari dulu saya bingung untuk mengambil hikmah dari kisah ini. Benar kisah ini berhikmah? Ada beberapa alasan :

1) Begitu absurdkah perintah yang diberikan Tuhan kepada manusia, sehingga ia harus membunuh anaknya sendiri? (Dengan alasan apapun). Apakah Abraham tidak dapat bernalar sendiri secara logis bahwa perintah Tuhan seharusnya tidak mengingkari hakikat kemanusiaan?

2) Jika ini disebut ujian kesetiaan dan demi Allah akhirnya Abraham berniat menyembelih anaknya, apakah ini bukti kesetiaan, atau sebuah tanda di mana Abraham justru tidak dapat membedakan perintah Tuhan yang sesungguhnya? Apakah kesetiaan kepada Tuhan harus dilakukan dengan menumpahkan darah, apalagi darah keluarganya sendiri?

3) Dan ketika Abraham akhirnya melakukan juga sehingga Tuhan akhirnya memberikan binatang sebagai korban - yang diperingati hingga saat ini - adalah untuk menghentikan pemahaman Abraham bahwa mengorbankan nyawa manusia demi nama Tuhan adalah kesalahan yang SANGAT FATAL, dan tentu saja PASTI BUKAN bukti kehebatan Abraham SAMA SEKALI SALAH dalam memaknai perintah Tuhan.

Kalau saya jadi Abraham, saya akan menolak perintah itu sehingga tidak ada satu tetespun darah yang dikorbankan termasuk darah binatang. Dan Allah pasti LEBIH BANGGA dengan tindakan ini dibandingkan ketika IA BANGGA karena pemahaman Abraham telah diluruskan.

Namun sayangnya refleksi ini tidak ada dukungan tekstual  Jadinya ya sudahlah manusia mengartikan teks, dan lupa mengartikan hakikat. Diberkatilah mereka yang hidup dari apa yang tidak kelihatan, sebab yang kelihatan sementara namun yang tidak kelihatan kekal adanya.

#10. Dikirim oleh tatag triyahyo adi  pada  03/02   07:02 AM

Salaam,

menarik sekali Pak Suryansyah, benar di Torah dikatakan demikian. Dan tambah menarik lagi dengan fakta di Qur’an (Qur’an: As-Saffat(37):112-113) Yang menceritakan akan kedatangan Ishak.

“Dan kami beri dia -Ibrahim- kabar gembira dengan Ishak(Isaac), seorang nabi yang termasuk orang2 yang saleh” (Q:37:112)

Dan banyak yg mentafsirkan ini adalah kelahiran Ishak. Yang bikin menarik adalah, urutan ayat 112-113 tadi adalah setelah 102-107 yang menceritakan pengurbanan Ibrahim tadi. Tapi sekali lagi, tolong hal ini jgn kita persitegangkan!

Salaam =JS=

#11. Dikirim oleh Jeffry Syam  pada  03/02   08:03 PM

Saya kira ada maksudnya kenapa Tuhan tidak menyebutkan dengan jelas siapa yang hendak disembelih oleh Ibrahim. Sebagaimana juga Tuhan melarang kita berdebat tentang jumlah “orang yg tertidur di gua” (Qur’an, Al-Khafi(18):22). Sementara banyak orang menamakan cerita tersebut sbg “seven sleeper”.

Menarik juga untuk mengetahui, bilamana di Torah (Taurat menyebutkan, kalau Ibrahim/Avraham mendapat perintah Tuhan dari mimpi tersebut. Di Qur’an, justru tidak pernah Tuhan mengatakan bahwa penyemblihan itu adalah perintahnya. Tuhan hanya menceritakan bahwa Ibrahim bermimpi dan menceritakan hal itu kepada anaknya (tidak disebutkan siapa) -(Qur’an - As-Saffat(37):102). Walaupun kemudian Tuhan mengasihi Ibrahim karena kepatuhan dan kepercayaannya (Q:37:104-105) dan akhirnya Tuhan membenarkan bahwa itu adalah suatu ujian yg nyata (Q:37:106)

Intinya, hal2 di atas tidaklah perlu diperdebatkan, AMBIL HIKMAHNYA! (Mungkin sbb:) Yaitu Kecintaan Ibrahim kepada Tuhan melebihi segalanya, Ibrahim adalah seorang ayah yang egaliter yg selalu meminta pendapat anaknya, Ismail/Ishak adalah anak yang taat pada Tuhan dan orang tua, dan yang lebih penting Tuhan tidak pernah membenarkan pembunuhan manusia sebagai jalan beriman (sehingga Tuhan sesegera menggantikan Ismail/Ishak dengan binatang sembelihan -juga tidak disebutkan apa jenisnya- (Q:37:107))

Maha benar Tuhan dengan segala perkataannya Wass-Salam JS

#12. Dikirim oleh Jeffry Syam  pada  03/02   08:03 PM

Pertanyaan tentang siapakah yang disembelih atau dikorbankan oleh Ibrahim. Pertanyaan itu salah mutlak. Pertanyaan yang benar adalah apakah yang dikorbankan oleh Ibrahim? Karena yang dikorbankan adalah kambing domba. Esensi dari kisah itu adalah ketaatan Ibrahim apakah ia bersedia mengorbankan anaknya. Entah siapakah anaknya - Ismail ataupun Ishak - yang menjadi inti adalah masalah ketaatan Ibrahim terhadap ujian/tantangan dari Allah.

#13. Dikirim oleh Bonar Siahaan  pada  04/02   05:03 AM

Karena Sarah (Sara) belum juga punya anak, Sarah memberikan budaknya Hajar (Hagar) ke Ibrahim (Abraham) untuk dihampiri (ditiduri).

kemudian mengandunglah Hajar dan melahirkan Ismail.

karena Hajar mempunyai anak, Hajar memandang rendah Sarah. Kemudian Sarah meminta suaminya Ibrahim untuk mengusir Hajar, dan Ibrahim pun mengusir Hajar dan Ismail.

Setelah itu baru Sarah melahirkan Ishak dan ada perintah ke Ibrahim untum menyembelih anaknya.

Jadi kesimpulannya, yang akan disembelih itu Ishak. Ibrahim tidak mungkin akan menyembelih Ismail, karena sudah diusir sebelum Ishak lahir.
-----

#14. Dikirim oleh Miko Antonio  pada  14/02   05:03 PM

Saya heran kenapa manusia sekarang pada umumnya memperdebatkan hal-hal yg bersifat keilahian,,,,(saya mencoba melepas ideologi keyakinan saya terhadap SANG PENCIPTA, dan mencoba bersikap netral) yg saya pahami dalam membaca, mendengar ataupun pencerahan dari Sang Maha Kudus (hati nurani) bahwa dari semua kitab yang saudara-saudara perdebatkan atau perbincangkan semua adalah BERLOMBA-LOMBA untuk berbuat KEBAIKAN !!! saya rasa tidak ada agama (JAHUDI, KRISTEN, ISLAM --- menurut tahun sejarah-red)yg mengajarkan ttg keburukan. saya lebih baik dibilang tidak beragama tapi melakukan hal-hal yg KUDUS (kebaikan) dari pada memiliki agama tapi NOL dalam hal pelaksanaan HUKUM maupun IBADAH (kegiatan) sehari-hari yg positif.Mungkin para saksi sejarah (Tokoh-tokoh Suci Kenabian)akan “menagis” apabila melihat umatNYA LEBIH SIBUK MEMPERJUANGKAN IMANNYA TAPI TIDAK TERSIRAT DALAM PERBUATAN SEHARI-HARI DALAM HIDUPNYA. Hikmah yg da[at saya ambil dari semua yg saudara-saudara sekalian perbincangkan adalah “saya akan menunggu hari penghakiman terakhir (KIAMAT) dan yg berhak sbg HAKIM AGUNG yg dapat memutuskan kemana saya akan dibawa (Sorga-Neraka)sesuai dalam kitab perbuatan saya selama hidup !!!!itu saja” Salam damai bagi Indonesia ku.

#15. Dikirim oleh Lolo  pada  18/10   04:50 PM

Menurut Alkitab, TUHAN menampakkan diri kepada Abraham (Ibrahim) pada waktu berumur 99 tahun. Kita tahu Ismail lahir waktu umur Abraham 86 tahun. Pada waktu itu TUHAN mengadakan perjanjian SUNAT dengan Abraham (Kejadian 17).
Tetapi perlu diperhatikan bahwa sebelum perjanjian itu nama Abraham sebelumnya adalah Abram (Kejadian 17: 4) dan isterinya nama sebelumnya adalah Sarai (Kejadian 17: 15).
Jadi jika Ismail yang dikurbankan maka nama bapaknya seharusnya Abram. Judul ceritapun seharusnya adalah ABRAM MENYEMBELIH ANAKNYA YANG TUNGGAL.
Seturut dengan itu maka peristiwa seharusnya terjadi sebelum usia Abraham 99 tahun dan masih bernama Abram dan sebelum Ismail berusia 13 Tahun (paling tinggi 12 tahun), itu karena pada waktu itu TUHAN kembali menampakan diri kepada Abraham masih pada usia 99 tahun dimana TUHAN menjanjikan bahwa tahun depan Sara akan mempunyai anak (Kejadian 18: 10).
Tapi agak ganjil juga kalau kita memperkirakan usia Ismail 13 tahun waktu pencobaan penyembelihan lalu TUHAN sesaat itu juga menjanjikan anak kepada Abraham.
Peristiwa tersebut pun akan terjadi sewaktu Abraham, Ismail dan semua laki-laki di rumahnya belum disunat.
Yang menjadi pertanyaan adalah jika Ismail yang dikurbankan, untuk apalagi TUHAN menampakkan diri untuk menjanjikan kelahiran seorang anak. Padahal kita tahu sewaktu Abraham benar-benar tidak ada rasa ragu untuk menyembelih anaknya, TUHAN mencegahnya dan karena kepercayaannya itu ia diberkati dengan berkat yang amat sangat besar.
Untuk apalagi kelahiran seorang anak kalau setelah peristiwa itu ada janji berkat TUHAN yang tidak terkira bagi Abraham dan itu seharusnya melalui Ismail.
Padahal Ismail telah diberkati TUHAN sebelumnya bahwa ia akan beranak-cucu sangat banyak, 12 orang raja-raja akan lahir untuk dia dan itu benar-benar terjadi karena Ismail mempunyai 12 orang anak.
Dengan mengambil perkiraan usia Ismail 12 tahun sebagai anak tunggal, maka ia masih sangat muda sekali karena menurut kitab suci Abraham (Abram) membebankan kayu bakar ke anaknya, apakah ia mampu? Juga anak tersebut berkata-kata cukup bijak kepada ayahnya.
Kita tahu bahwa jaman Abraham usia manusia adalah cukup panjang lebih dari 2 kali rata2 usia manusia jaman sekarang. Itulah makanya di jaman Abraham (juga jaman Israel kuno) anak sampai usia 20-an tahun masih disebut budak (anak kecil). Menurut kitab suci, Abraham meninggal pada usia 175 tahun. Jadi usia 12 tahun adalah usia yang amat belia mungkin barangkali setara dengan anak usia 6-7 tahun jaman sekarang.

Hal-hal ini yang membuat ada keraguan bahwa Ismail yang disembelih karena akan memaksa kita untuk menempatkan peristiwa itu terjadi sebelum adanya SUNAT, sebelum Abraham berganti nama, sebelum Sodom Gomora dihancurkan, sebelum Abraham mengungsi ke tanah filistin di daerah Berseba (sebelum ke filistin ia tinggal di daerah selatan Kanaan di antara Betel dan Ai). Padahal menurut kitab suci, peristiwa penyembelihan terjadi di bukit Moria di daerah berseba. Itu juga berati bahwa Abraham barangkali belum berpisah dengan keponakannya Loth (Luth).

Tetapi kalau kita setuju bahwa Ishak yang disembelih maka akan lebih mudah menempatkan peristiwa tersebut sesuai dengan masa atau waktunya.
Kejadian 22 tentang peristiwa itu diawali dengan tulisan “Sesudah semuanya itu” (Atau terjemahan lebih lama “Beberapa waktu kemudian” seperti memberi informasi kepada kita bahwa ada satu periode yang cukup lama TUHAN tidak menampakkan diri kepada Abraham.
Peristiwa ini kemungkinan sudah mendekati masa Sara meninggal dunia (Sara meninggal pada usia 120 tahun sehingga Ishak berusia 30 tahun karena ia lahir waktu umur Sara 90 tahun) dan sebelum Abraham berusia 130 tahun (mungkin berusia sekitar 120 tahun).
Banyak kalangan meragukan kemungkinan masa ini dimana Abraham berusia 120 tahun apakah kuat menyusun kayu bakar dan mengikat anak yang sudah besar.
Tetapi hal ini bisa dijelaskan bahwa fisik manusia jaman Abraham apalagi jaman sebelumnya jauh lebih kuat dan lebih panjang umur dibanding dengan jaman sekarang. Apalagi melihat tutup usia beliau yang 175 tahun dan sebelum meninggal, Beliau masih mempunyai isteri ketiga bernama Ketura dan mempunyai keturunan yang kelak mewariskan ahli-ahli kitab tempat Nabi Musa belajar karena mertua Musa dari keturunan ini.
Dapat disimpulkan bahwa Abraham masih cukup kuat pada usia di sekitar 120-an tahun tersebut.
Demikian. TUHAN MAHA TAHU.

#16. Dikirim oleh Mrsudae  pada  09/01   04:29 PM

SAAT INI LEBIH COCOK DENGAN PENDAPAT SEORANG SAHABAT / JR, TERNYATA SAMA SAJA.... KISAH KEDUA-DUANYA TIDAK ADA YANG JADI DISEMBELIH.

#17. Dikirim oleh CH.SUPRAPTO  pada  20/01   04:30 AM

kalau injil sendiri mengatakan “anakmu yang tunggal”, sudah barang tentu itu mengacu kepada Ismail. karena anak pertama ibrahim adalah Ismail yang lahir dari istri keduanya(St. Hajar). juga menurut logika, kalau Allah ingin menguji apakah cinta Ibrahim kepada Allah berubah derajadnya setelah memiliki anak yg dinanti-nantikannya sekian lama, maka anak itu tentulah anak yg pertama & satu-satunya. sebab kalau setelah memiliki Ishak, tentu permintaan Tuhan berbunyi: korbankanlah anakmu yang kedua yang sangat engkau kasihi.

#18. Dikirim oleh Arifin HB  pada  08/09   01:48 PM
Halaman 1 dari 1 halaman

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq