Membangun Pluralitas Alquran - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Editorial
26/08/2001

Membangun Pluralitas Alquran

Oleh Burhanuddin

Alquran adalah sebuah teks yang kaya akan simbol dan metafor, dan karenanya menjadi multiinterpretasi. Di sinilah peran Alquran sebagai raison d’etre revolusi pemikiran dalam masyarakat Muslim. Bagaimana tidak, teks Alquran yang sama, berjumlah 6660 ayat dan 144 surat, ditafsirkan menjadi beribu-ribu kitab tafsir. Tak terhitung pula jumlah para mufassirnya yang bergelut pada metode dan hasil penafsiran yang berbeda-beda.

Dalam studi tentang teks, kita mengenal tiga teori
besar: dunia penulis (the world of the author), dunia pembaca (the world of the reader) dan dunia teks sendiri (the world of the text). Ketika teks “dibakukan,” dalam bentuk buku misalnya,
ia akan melepaskan diri dari “jeratan” penulisnya. Ia akan bebas
melanglangbuana sesuai dengan kehendaknya sendiri.

Alquran adalah sebuah teks yang kaya akan simbol dan
metafor, dan karenanya menjadi multiinterpretasi. Di sinilah peran Alquran
sebagai raison d’etre revolusi pemikiran
dalam masyarakat Muslim. Bagaimana tidak, teks Alquran yang sama, berjumlah
6660 ayat dan 144 surat, ditafsirkan menjadi beribu-ribu kitab tafsir. Tak
terhitung pula jumlah para mufassirnya
yang bergelut pada metode dan hasil penafsiran yang berbeda-beda.

Seperti diuraikan banyak ahli tafsir, ideologi dan
kecenderungan penafsir serta metode tafsir sangat menentukan keluarnya produk
tafsir yang inklusif atau sebaliknya. Atau dalam kata-kata Piscatori, bahan
baku Alquran sangat multi-interpretatif. Artinya, Alquran seperti jamuan
prasmanan dari Tuhan yang menyediakan “lauk pauk,” “nasi” dan “minuman” yang
beraneka ragam. Dari dulu, Alquran selalu dimanfaatkan untuk melegitimasi
kediktatoran dan demokrasi, monarki dan republik, ekslusifisme dan
inklusivisme, penindasan dan emansipasi, dan lain-lain.

Tugas kita adalah bagaimana menghadirkan Alquran yang
inklusif dan menghargai pluralisme dan demokrasi. Caranya adalah dengan
mengangkat ayat-ayat yang diabaikan atau disembunyikan oleh para penguasa atas
dukungan para ulama-kolaborator.

Metode tafsir juga harus diperbaharui dengan
senantiasa melihat konteks yang dihadapi umat Islam sekarang ini. Pluralitas
adalah realitas ilahiyyah di mana Tuhan sengaja menciptakan ummat, suku dan bangsa yang berbeda-beda, baik bahasa maupun
warna kulit (Q.S Hud: 118-119, Q.S Ruum: 22, Q.S al-Hujurat: 13, Q.S Maidah
46-48). Tuhan juga tidak pernah mempertentangkan asal-usul primordial manusia.

(Burhanuddin)

26/08/2001 | Editorial | #

Komentar

Komentar Masuk (4)

(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)

Salamun ‘alaikum
Salut buat bang Burhan,artikel yang cerdas sekaligus menggelitik semangat dan fanatisme terhadap salah satu ‘karya’ Sang Khaliq.
Terbaca dalam artikel ini motivasi untuk terus ‘membumikan Al Qur’an’ (meminjam istilah Ust. Quraish S.) yang dengannya diharapkan akan mampu mengikat hati umat untuk senantiasa mencintai dan menerapkan nilai-nilai Qur’ani dalam kehidupan nyata.
Benar bahwa Al Qur’an itu kaya, yang dengannya segala intelektualitas dapat menggapai dan menerima hidayah.
Satu masukan buat bang Burhan,
Tolong diperluas lagi pemaparan artikel ini, semoga akan lebih banyak hikmah yang didapat para pembaca.

Wassalam

Posted by banghakim  on  01/27  at  08:44 AM

assalamualikum wr Wb artikel yang cukup menarik. memang benar banyak sekali ahli tafsir dan karyanya pun beribu-ribu. penulis mengisaratkan bahwa setiap orang boleh menafsirkan ayat-ayat Al-Quran sekehendak hatinya. segelintir orang tatkala dia menemui suatu masalah lalu ingin memecahkannya dia mengambil ayat-ayat tertentu dari Al-Quran. kemudian dia menafsirkan ayat tersebut yang kemungkinan besar dipengaruhi kehendak pribadinya atau dengan kata lain ditafsirkan sekehendak perutnya saja, artinya mencari “pembenaran” dari al-Quran atas perbuatannya terlepas dari benar atau salah, bukan mencari “kebenaran”. dia bisa saja memotong ayat tertentu yang bisa dijadikan dalil atau menafsirkan kalimat atau kata kata tertentu dari Al-Quran. disini saya mau sedikit membuat suatu pemisalan tentang kebebasan penafsiran suatu kata atau makna. pertama, misalkan saja saya berkata “ tolong pinjami saya uang Rp.10.000,-!” lalu anda meminjamkan uang tersebut. beberapa hari kemudian karena anda memerlukan uang tersebut anda berkata kepada saya “ tolong kembalikan uang saya yang anda pinjam sebesar Rp.10.000,- tempo hari. saya sedang membutuhkan uang tersebut.” lalu saya menjawab “ maaf, saya tidak mau mengembalikan uang anda, memang benar tempo hari saya pinjam uang kepada anda tapi saya cuma mengatakan ‘tolong pinjami uang’ bukan ‘tolong pinjami saya uang, nanti saya kembalikan’.” atau bisa saja saya menjawab “saya menafsirkan kata pinjam itu bukan untuk kemudian dikembalikan, terserah anda mau menafsirkan apa terhadap kata pinjam tersebut. toh setiap orang bebas menafsirkan kata tersebut”. jadi bukankah ada kaidah-kaidah tertentu yang sudah disepakati dalam menafsirkan suatu hal?! pemisalan yang kedua, tatkala setiap orang berhak menafsirkan Al-Quran walaupun dia cuma punya ilmu sedikit tentang tata bahasa arab atau kaidah ushul yang sangat minim. sama saja ketika anda sakit gigi, anda ingin berobat. tentu saja dalam hal ini setiap orang berhak mengobati sakit gigi anda. akan tetapi jika saya seorang tukang bangunan yang bermodal sekop, apakah anda bersedia diobati oleh saya yang miskin ilmu kedokteran gigi? begitu pula dengan penafsiran. perlu seorang ahli yang memang kompeten dibidangnya. yang faham tentang ilmu-ilmu islam. yang mana yang akan dipilih tentu saja yang punya hujjah terkuat dan tidak menyalahi sunnah Rasulullah, dan ijma para sahabat terdahulu yang merupakan generasi islam terbaik. saya tidak mau mengikuti para penafsir yang otaknya telah terkotori faham-faham barat yang orang bodoh pun tahu kalo mereka sama sekali tidak mengusung ide-ide islam yang murni dari Allah.  lalu apakah anda bersikeras mau mengobati sakit gigi anda kepada tukang bangunan? silahkan kalau mau gigi anda rontok semua. wallahualam bisshawab saya percaya situs ini amanah wassalamualaikum wr wb
-----

Posted by eva nurlaela  on  06/19  at  11:07 PM

Assalamualaikum Wr.Wb.

Buat saya menarik sekali artikel sdr. Burhanuddin. Melihat judul yang ada kata"pluralisme" saya berasumsi bahwa pemikiran beliau mewakili pandangan ISLAMLIB pada umumnya.

Sebagai orang awam saya sudah keblinger duluan kalau memasuki toko buku agama Islam karena saking banyaknya buku buku tafsir yang terpampang disitu dan membuat saya bingung mau yang mana dulu yang saya mau baca sedangkan waktu, lingkungan dan keuangan sangat membatasi kita.

Pluralisme penafsiran ALQur’an memang perlu untuk mengumpulkan semua keterangan, pendapat 2 dan buah fikiran orang. Tetapi pada akhirnya mungkin perlu suatu badan yang menyimpulkan bahwa pendapat inilah yang cocok untuk saat ini untuk kita jadikan sebagai doktrin yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan manusia.

Sebab kalau tidak “kebenaran” hanya ada dialam maya yang tidak menyentuh sisi kehidupan kita.

Saat ini kita memerlukan suatu doktrin yang bisa mengajak kita keluar dari kemelut, carut marut, kekusutan dari segala bidang yang dihadapi. Perjalanan sejarah kita membuktikan bahwa isme isme yang ada seperti Kapitalisme, Komunisme, Nasionalisme (ajaran nenek moyang) telah gagal meyakinkan kita bahwa sanya isme tersebut bisa memberikan jawaban. Pada akhirnya kita kembali berharap bahwa agama bisa kembali memberikan solusi karena memang dahulunya ISLAM telah berhasil memberikan solusi bagai Perdamaian dan Kebahagiaan dunia.

Tetapi mengapa setelah Nabi Muhammad wafat yang telah menjabarkan ILMU ALLAH (AlQur’an) kedalam kehidupan nyata dengan tepat dan berhasil guna (Hadits), para Ulama belum berhasil seperti membuat karya sebaik Nabi dan para sahabatnya ?

Begitu banyaknya penafsiran-penafsiran yang ada tetapi tidak pernah terfokus ke dalam suatu doktrin yang tepat guna. Malahan yang terjadi adalah perpecahan perpecahan.Sebagai contoh bagaimana partai yang berazaskan Islam yang berjumlah 24 yang kalah dalam Pemilu lalu akan terpecah lebih dalam lagi dalam Pemilu yang akan datang.Belum lagi label negara “korup” yang menghantui kita. DLL.

Penafsiran-penafsiran yang begitu banyaknya itu baru menghasilkan suatu pandangan Ulumudinniyah yang berujung pada Fiqih, Tauhid, Tasawuf, Tharikat yang selama bertahun tahun bahkan berabad belum berhasil merubah atau mengangkat harkat derajat kaum Muslimin pada umumnya. Kalau kita mengutip artikel diatas “..teks Alquran yang sama ,berjumlah 6660 ayat dan 11 surat , ditafsirkan menjadi beribu-ribu kitab tafsir.Tak terhitung pula jumlah para muffassirnya yan begelut pada metode dan hasil penafsiran yang berbeda-beda.” Membuat saya tercenung ,kalau begitu bagaimana kita bisa memahami tasir tafsir tadi menjadi suatu doktrin yang mudah difahami dan mudah dijabarkan dalam kehidupan nyata ? Padahal, suatu doktrin yang tepat guna, mudah difahami dan gampang dilaksanakan itulah yang kita perlukan sekarang.

Ada beberapa cara yang mungkin dapat dilakukan. Cara pertama, ialah seperti yang diusulkan sdr. Burhanuddin yaitu membangun Pluralitas Alquran, yang kemudian harus dilanjutkan untuk memilih/menyimpulkan mana yang paling tepat untuk kita laksanakan saat ini.Ada suatu doktrin yang dihasilkan nantinya. Pasti disana akan ditemui banyak pro dan kontra akan berbagai hal. Namun referensi pada AlQur’an adalah suatu hal yang akan sangat menolong.

Yang kedua, mari kita periksa lagi/kembali kepada AlQur’an.Buatlah suatu metode yang harus kita sepakati bersama. Lihatlah metode pertama, bagaimana AlQur’an menerangkan tentang dirinya yakni ayat satu diterangkan oleh ayat yang lainnya. Bukankah ada ayat ayat muhkamat yang mudah difahami bersama dan ayat ayat musytasyabihat yang perlu dimusyawarahkan?

Sekiranya ada yang kurang jelas, mungkinkah ada keterangan dalam Hadits yang memperjelas AlQur’an tadi, sebagai metode ke dua? Bukankah ada ILMU ALLAH tak langsung dari alam raya yang terpancar dalam bentuk Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, yang bisa membantu memperjelas AlQur’an, sebagai metode ke tiga? Ataukah kita perlu ijtihad untuk menyesuaikan Ilmu Allah (AlQur’an) dalam lingkungannya (kontekstual), sebagai metode selanjutnya?

Cara yang kedua ini tentulah dengan catatan bahwa dalam menempuh hal ini kita harus meninggalkan dulu tanggapan tanggapan lama yang sangat dipengaruhi oleh Fiqih, Tauhid, Tasawuf, yang banyak pertentangan di dalamnya.

Pada akhirnya kita mengharapkan adanya suatu doktrin sebagai suatu kesimpulan pemahaman AlQur’an, yang mudah dipahami oleh semua orang, dari tukang batu sampai Presiden, yang sederhana, tidak terlalu tebal. Mungkin seperti buku saku.Untuk dipakai sebagai pedoman bagi Muslimin dan Muslimat serta sekaliannya demi tercapainya kebahagiaan ummat manusia.

Billahi Taufik wal hidayah.

Wassalamuallaikum Wr.Wb.

Posted by Abu Cholid  on  09/09  at  09:10 AM

Alhamdulillah, dengan adanya artikel yang di ajukan saudara Burhanuddin, insya Allah artikel ini DIPAHAMI OLEH MASYARAKAT MUSLIM YANG HANYA melihat Islam dari satu aspek tertentu saja. Mudah-mudahan kita dapat untuk mengamalkan apa yang disarankan oleh saudara Burhanuddin tersebut.

Posted by jaka hendra nasution  on  07/10  at  09:08 PM

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq