Pada Akhirnya, Akal Yang Menghukumi Agama - Komentar - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Wawancara
17/07/2006

Ahmad Abdul Mu’thi Hijazi: Pada Akhirnya, Akal Yang Menghukumi Agama

Oleh Redaksi

Salah seorang sastrawan dan intelektual Mesir, Ahmad Abdul Mu’thi Hijazi, pekan lalu berkunjung ke Indonesia untuk membacakan sajak-sajak berbahasa Arab-nya dalam perhelatan Indonesian International Poetry Festival di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Mohammad Guntur Romli dari Jaringan Islam Liberal (JIL), sempat mewawancarai lulusan Sorbonne yang sempat menjadi dosen sastra Arab di Universitas Paris dan Sorbonne (1974-1990) itu. Berikut petikannya.

17/07/2006 05:15 #

« Kembali ke Artikel

Komentar

Komentar Masuk (5)

(Tampil semua komentar, ascending. 20 komentar per halaman)

Halaman 1 dari 1 halaman

pada dasarnya saya sangat setuju dengan pendapat Ahmad Abdul Mu’thi Hijaz. menurut saya pemikiran beliau sangat terbuka daripada kaumnya. mungkin yang perlu kita ketahui adalah bahwa Tuhan tidak menciptakan agama pada saat Ia menciptakan alam semesta. mungkin Tuhan sudah tahu bila Ia menciptakan agama maka akan terjadi banyak pertentangan diantara umat manusia. lagipula jika Tuhan itu adalah Satu, mengapa di dunia ini banyak sekali agama dan merasa agamanya selalu yang paling benar. mungkin umat manusia masih perlu banyak belajar dari Tuhan bukan dari agama itu sendiri karena Tuhan lebih besar daripada agama.

#1. Dikirim oleh totok  pada  19/07   12:08 AM

Assalamualaikum wr.wb.

Kalaulah semua orang-orang Mainstream Islam dan Ulama-Ulama Mereka (Ulama Uhum mentalis kufur seperti sebagian besar ulama-ulama semisal MUI , FPI , MMI ) itu mencoba membaca kembali kitab Suci mereka Al-Qur’an itu tentulah mereka tidak menuduh secara gegabah dengan macam-macam tuduhan dan melansir fitnah mereka terhadap Jamaah Ahmadiyah yang diindikasikan oleh mereka sebagi satu-satunya kelompok kafir dan berada diluar Islam. Pada hal dalam beberapa hadist secara jelas disebutkan bahwa hanya satu golongan saja yang yang betul-betul Islam, yaitu golongan “illa millatan wahidah”, yakni satu golongan yang menurut beliau Rasulullah SAW dikecualikan dari neraka diantara tujuh puluh tiga golongan yang diprediksi oleh beliau SAW akan menghuni neraka itu.... (Tirdmidzi).

Kenyataan pada zaman sekarang sangat sulit untuk diingkari bahwa indikasi satu golongan yang dikecualikan dari neraka diantara 73 golongan yang sekurang-kurangnya ada dalam Islam sekarang ini memang telah wujud ada dihadapan kita. Mereka para ulama-ulama itu juga telah sepakat memutuskan dengan fatwa mereka bahwa Jamaah Ahmadiyah adalah satu-satunya golongan yang kafir dan berada diluar Islam. .... Satu golongan yang dikecualikan diantara 73 golongan lain yang mengaku Islam dan umat Muhammad SAW telah dikafirkan oleh 72 golongan lainnya yang juga semuanya mengaku Islam dan umat Muhammad SAW.

“Ulama-Ulama Uhum itu (MUI dan kroni-kroninya ) yang sukanya mengkafir-kafirkan orang-orang Islam itu laksana orang-orang yang bopeng dengan bercak-bercak hitam diwajah mereka , namun memaksa orang-orang lain untuk bercermin meneliti wajah mereka.Mereka tidak tahu adanya kebopengan diwajah mereka karena mereka tidak pernah mengaca diri melihat wajah mereka sendiri sebelum menyodorkan cermin itu kepada orang lain.. Mereka seakan-akan sedang berbugil diri beramai-ramai diatas panggung namun masih saja mencoba berteriak menganjurkan orang-orang yang telah berbusana dihadapan mereka agar memasang kembali pakaian mereka...Ada istilah yang begitu populer ditengah masyarakat kita dimana memang ada orang maling malah berteriak kemalingan ... “maling teriak maling”....Anda tidak percaya? Berikut di ketengahkan tiga contoh saja diantara sekian contoh yang bisa di ketengahkan di milis ini sebagai bukti ketidakbenaran apa yang mereka fitnahkan itu…

Pertama, tentang Kitab Suci Al-Qur’an dan Kitab Suci Tadzkirah yang mereka hebohkan itu. Mereka mengatakan bahwa Kitab Suci orang-orang Ahmadiyah adalah Tadzkirah dan Tadzkirah itu berbeda dengan Al-Qur’an kitab Suci mereka dan orang-orang Islam yang mayoritas itu.  Mereka juga memaksakan kehendak mereka agar orang Ahmadiyah mau mengakui bahwa Tadzkirah itu benar-benar ada dan benar-benar Kitab Suci mereka , dan Tadzkirah yang menurut mereka itu adalah merupakan Kitab Suci yang berbeda dengan Al-Qur’an yang mereka punyai.

Sebenarnya cara mereka memaksakan kehendak itu saja sudah berlawanan dengan Al-Quran yang menurut mereka adalah satu-satunya Kitab Suci dan panduan hidup mereka. Nah anda-anda semua , kebodohan yang demikian itulah yang telah mereka pertontonkan dihadapan kita-kita semua.Apakah mereka tidak pernah membaca dan mengetahui bahwa yang berkitab sucikan Tadzkirah itu bukannya orang-orang Ahmadiyah saja tetapi mereka juga berkitab sucikan Tadzkirah itu. Sayangnya mereka tidak pernah membaca dan memahami Kitab Suci Tadzkirah mereka itu. Mereka hanya pandai membaca Tadzkirah itu meniru-niru beo, tetapi tidak pernah memahami apa yang terkandung dalam Tadzkirah itu sehingga Tadzkirah yang mereka lagukan itu ,syair dan melodinya tidak sama dengan Tadzkirah yang mereka baca itu.  Layaknya keledai yang membawa setumpuk buku-buku dipunggungnya namun ia tidak mampu membacanya…

Ulama-2 itu laksana keledai-2 yang membawa kitab dipunggungnya sebagaimana yang dikatakan oleh Tadzkirah itu.  Anda jengkel dan penasaran inilah buktinya sebenarnya bahwa al-Qur’an itu sesungguhnya identik dengan Tadzkirah sebagai mana kutipan ayat-ayat Al-Qur’an berikut ini… “Kalla innahu Tazkirah...Famansya ‘a zakarah… Waman yazkuruna illa an yasya ‘a llahu , huwa ahlul taqwaa, wa ahlul maghfirah...” yang artinya sbb: “ Sekali-kali tidak demikian halnya . Sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah Tazkirah ( peringatan).... Maka barangsiapa menghendaki niscaya dia mengambil pelajaran daripadanya (Al-Qur’an). Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran daripadanya kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dia (Allah) adalah Tuhan Yang patut (kita) bertaqwa kepadaNya dan berhak memberikan pengampunan....(QS. Al-Muddatstir 74:54, 55, dan 56). dikutip dari Al-Qur’an dan Terjemahnya dari Departemen Agama RI) Penerbit CV Gema Risalah Press, Bandung… 1993). Dengan demikian yang dikatakan Tadzkirah itu sendiri adalah Al-Qur’an , sayangnya mereka tidak memahami dan mengetahuinya…

Kedua, MUI mengeluar fatwa mereka yang mengatakan bahwa orang-orang Ahmadiyah adalah kafir, murtad , sesat dan menyesatkan dan mereka meminta agar Pemerintah melarang keberadaan Jamaah Ahmadiyah dan memohon agar Jamaah Ahmadikyah membubarkan dirinyanya .  Nyanyian senada juga didendangkan oleh oleh Ketua MUI Sumatera Barat, Buya Masoed Abidin bersama-sama dengan Irfanda Abidin dari FUI Sumatera Barat , dan beberapa anggota Kelompok Paganagari secara koor bersama mengulang-ulang lantunan lagu dalam ratapan dan himbauan Menteri Agama Maftuh Basuni agar orang-orang Ahmadiyah jangan melakukan ritual-ritual Islam dan agar mereka mencari atau membuat agama sendiri selain Islam karena Jamaah Ahmadiyah telah menodai Islam satu-satunya agama yang diredai Allah itu....

Siapa sesungguhnya yang telah menodai Islam? Kalaulah mereka membaca dan memahami ajaran Islam yang mereka anut tentulah himbauan mereka terhadap orang Ahmadi agar mereka mencari dan membuat agama baru selain Islam tidak akan mereka lakukan. Apakah mereka tidak membaca Al-Quran yang menyerukan agar orang-orang masuk kedalam Islam secara kaffah bukan mengeluarkan orang-orang telah Islam kepada kekafiran dan kesesatan sebagaimana yang mereka perbuat ini. Mereka tidak mengajak orang-orang kepada Islam bahkan mengeluarkannya bahkan menyuruh orang-orang yang telah Islam agar mencari agama selain Islam… ! Apakah mereka sengaja mencoba melawan Al-Quran yang mengatakan bahwa “ barang siapa yang mencari agama selain Islam tidak diterima agama itu dari padanya dan diakhirat dalam keadaan merugi..... Mereka mengecam orang yang murtad dari Islam tetapi mereka melakukan pemurtadan terhadap orang yang telah Islam.. Aneh memang nyata… Memang orang-orang bodoh sering bertindah aneh yang mereka tidak menyadari keanehan yang mereka perbuat...Orang-orang Ahmadi mereka suruh mencari agama selain Islam pada hal mereka mengetahui bahwa “barang siapa yang mencari agama selain Islam tidak diterima agama itu dari padanya”...(QS. 3:80)

Nah ini yang ketiga, mereka mengatakan orang-orang Ahmadiyah tidak mempercayai Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi terakhir dalam pengertian mutlak yakni tidak mempercayai bahwa Islam agama yang juga Terakhir dan sempurna. Mari kita lihat siapa yang tidak mempercayai Muhammad SAW sebagai Nabi Terakhir secara mutlak dan tidak mempercayai Islam agama yang Terakhir dan sempurna itu. Berikut keterangan kami bahwa apa yang mereka tuduhkan itu tidak benar dan bagaikan bumerang dari Papua itu , yang tidak mengenai alamat dan sasarannya dan malah kembali mengenai dan menohok mereka sendiri.

Mereka mengatakan Muhammad SAW sebagai Nabi terakhir dalam pengertian mutlak. Betapa indahnya pengakuan mereka itu bila dilihat dari kacamata Islam. Namun sayangnya yang demikian hanyalah ucapan mereka dibibir saja. Betapa tidak bisa diterima akal sehat disatu pihak mereka meyakini Muhammad SAW sebagai Nabi terakhir dilain pihak mereka meyakini juga Nabi Isa yang datang sebelum Muhammad SAW itu “masih hidup hingga masa kini” dan “akan turun dari atas langit diakhir zaman sebagai juga Nabi Terakkhir seperti halnya juga Nabi Muhammad SAW .

Ketika dikatakan kepada mereka bahwa kepercayaan mereka Nabi Isa hidup dilangit dan turun dari langit diakhir zaman itu akan mengarahkan mereka kepada keyakinan bahwa Nabi Isa yang menjadi Nabi Terakhir , mereka berdalih berdalih bersilat lidah dengan mempermainkan makna dari perkataan Nabi Terakhir itu. Kata mereka ......"bahwa Muhammmad SAW adalah Nabi yang terakhir datangnya namun duluan matinya , sementara Nabi Isa yang Nabi datang duluan dari Muhammad SAW namun adalah Nabi paling belakangan matinya . Siapa yang terakhir sebenarnya? Orang-orang yang berakal pasti menjawab bahwa Nabi Yang Terakhir adalah Nabi yang paling akhir pergi atau wafat… anak-anak kecil saja logikanya pasti menjawabnya demikian… Atau kedua-duanya sama-sama Nabi Terakhir? Semakin tidak mungkinlah yang demikian akan terjadi. Kalau seandainya begitu keadaannya maka kemungkinan yang lain adalah bahwa kedua-duanya bukanlah Nabi Terakhir ... Jadi siapa Nabi Yang Terakhir dengan pengertian mutlak sebagaimana yang mereka katakan itu? Mereka akan kebingungan bila menjawabnya. Suatu kontradiksi dalam keimanan mereka yang menurut mereka hanya bisa diselesaikan dengan menganjurkan kekerasan sebagaimana yang telah mereka lakukan terhadap Jamaah Ahmadiyah.

Dengan demikian semakin jelaslah bagi kita bahwa merekalah yang tidak mempercayai sepenuhnya bahwa Muhammad SAW adalah Nabi Terakhir, namun sayangnya mereka tidak mengerti dan memahami apa yang ada dalam hati mereka sendiri. Mereka mengatakan apa yang tidak mereka perbuat… Kaburan ma’tan an taqulu ma latafaluun.. Amat besar murka Allah kepada orang-orang yang mengaku beriman tetapi tidak mengamalkan apa yang dikataknnya itu.... (QS. 61:3).

Yang ini masih dari pengakuan mereka , “Islam adalah agama sempurna dan tidak ada tambahan apa-apa lagi dan telah disempurnakan oleh Muhammad SAW lewat Syahadatain “ Asyahadualla ila ha ilallah, wasyahadu anna Muhamaddarasululullah.”.... Tidak ada syahadat yang lain dari itu dan tidak ada penggantian dan tambahan lain-lainnya… Yang dikatakan mereka itu benar adanya tidak bantahan dari Jamaah Ahmadiyah dan semua orang-orang yang mengaku Islam.Namun apakah MUI dan ulama-ulama itu mengamalkan apa yang mereka katakan dan sepakati itu ?

Apa yang sering kita dengar dari mulut-mulut mereka ketika mereka berkhotbah atau berdiri gagah didepan mimbar-2 masjid mengkhotbahi orang-orang Islam?  Dari mulut mereka “sangat sering “keluar ucapan syahadat yang ditambah-tambahi pada ujungnya dengan perkataan “ La Nabiya Bakda...”. Sebagian besar orang-orang Islam yang memang bodoh ini meniru-niru syahadatain mereka itu, dengan menambah-nambahi perkataan “la nabiya bakda” diujung syahadat mereka…

Ucapan syahadatain yang begini jelas sama sekali tidak diajarkan oleh Rasulullah SAW, juga sahabat-sahabat beliau dan sama sekali tidak pernah kita dengar dalam lafaz Adzan, Iqamat dan Attahiyat dalam sholat… Apakah menurut mereka Rasulullah SAW belum menyempurnakan syahadatain yang merupakan gerbang pertama dalam Rukun Islam itu maka mereka perlu menambah-nambahinya dengan lafaz “la nabiya bakda itu”...?

Itu saja dulu ada puluhan tindakan dan ucapan mereka yang bila kita cermati jelas-jelas mencoba melawan Islam… Wahai “Ulama-Ulama Uhum” kenapa kalian hanya berkata tetapi tidak mengamalkan apa yang kalian katakan?  Tidak kah kalian mengetahui bahwa dalam kitab Tadzkirah itu ada tertulis” Kabura ma’tan indallahu an taqulu mala tafaluun..? Amat besar murka Allah kepada mereka (orang-orang yang mengaku beriman) yang hanya berkata tetapi tidak mengamalkan apa yang dikatakannya..(QS. 61:3)

#2. Dikirim oleh H.Nadri Saaduddin  pada  23/07   11:07 PM

Sungguh akal manusia diciptakan dalam kondisi yang sangat terbatas. Walaupun ia belajar hingga strata sepuluh pun, tak akan mampu menggali hakikat hakikat agama dan Tuhan.

Apapun sistem atau pandangan hidup yang diciptakan oleh akal manusia adalah sangat kondisional dan temporary. Ia tak akan mampu memecahkan segala persoalan yang ada dan muncul di setiap masa.

Hanya agama (Islam) lah yang dapat dijadikan Pegangan hidup disetiap kondisi dan masa ....

Allahu Akbar ... (gak dimuat juga gak ape ape ....he he ... kasihan deh looo)

#3. Dikirim oleh hardinosky as salay  pada  24/07   01:07 AM

Sangat beralasan untuk mengatakan akal merupakan potensi primer untuk memahami dan tempat bagi agama untuk beradaptasi. Bahwa agama tanpa akal merupakan suasana yang sama sekali sunyi dari berkembangnya nilai-nilai etika dan peradaban manusia juga adalah hal yang bersemai dalam ranah kebudayaan Islam sejak manusia mengenal apa itu Islam.

Namun memproyeksikan agama sebagai sesuatu yang bertempat pada suatu kotak tanpa ada campur tangan terhadap hal lain di sekelilingnya adalah pernyataan yang agaknya perlu di tinjau ulang.

Walaupun tidak dapat dilatakan bahwa agama merupakan satu tiang tegak yang membentuk seluruh bangun peradaban manusia, dimana ia sebagai satu - satunya standar dasar bagi tertanamnya kebenaran di permukaan bumi, namun –khususnya dalam islam- agama mempunyai format yang memungkinkan ia berinteraksi dengan dimensi lain dari peradaban manusia.

Dengan seni, dengan formatnya yang khas, agama telah menjelma bukan saja sebagai dasar etika bagi tingkah polah seni, melainkan lebih jauh ia juga memberikan contoh dalam dirinya sendiri.

Keindahan, keserasian, kesinambungan, dan pala yang sangat berperasaan yang merupakan segi paling penting bagi terciptanya nuansa seni menjelma secara luar biasa dan dengan kapasitas yang tidak sedikit di pelataran dan seluruh dimensi agama. Dalam hal ini harus diakui bahwa agama menempatkan dirinya dalam satu posisi yang mengungkapkan romansa seninya tanpa factor yang oleh sebagian orang dipahami sebagai pengadilan tanpa kompromi.

Agaknya dalam hal inilah agama menempatkan dirinya sebagai pilar yang senantiasa menantang akal untuk menemukan romansa keindahannya.
-----

#4. Dikirim oleh Khaled el-Nazhyf  pada  29/07   04:07 AM

Bukan Akal Yang Menghakimi Agama.
Tetapi Agama Menghakimi Akal.
Bukan Agama Yang Dihakimi Akal.
Tetapi Akal Yang Dihakimi Agama.

Pembuktiannya Hukum Dasar/Azas Hukum:

1. Semua Nabi/rasul diwajibkan Allah (Agama) untuk menyampaikan Risalah Tuhan/Allah sejak Adam sampai kiamat, sesuai Al Maidah (5) ayat 67 (tiap-tiap rasul), Al An Aam (6) ayat 124,125 (Allah sendiri menyesuaikan kepada janji-Nya), Al A’raaf (7) ayat 62,60 (Nuh), 68,65,66 (Hud), 79,75 (Saleh), 93,88 (Syuaib), 144,109 (Musa), Al Ahzab (33) ayat 38,39,40 (Muhammad atau siapa saja yang hidup hari ini), Al Jinn (72) ayat 23,26,27,28 (rasul yang dirido’i).
2. Yunus (10) ayat 100: Beriman (kepada Risalah Tuhan/Allah) itu izin Allah, dan manusia tidak mempergunakan akalya dimurkai/dihinakan Allah, jadi Akal mengikuti Agama, untuk menyampaikan Risalah Tuhan/Allah.
3. An Nisaa (4) ayat 150,151,152: Tiap-tiap umat beragama hanya menyampaikan salah satu nabi/rasul yang dilarang Allah, bahkan divonis “benar-benar kafir”, yang menyebabkan perselisihan, perpecahan persepsi agama sesuai Al Baqarah (2) ayat 111,112,113,120,130,135,145, Ar Ruum (30) ayat 32, Al Mu’minuun (23) ayat 53,54.
4. Ali Imran (3) ayat 80: Perselisihan dan perpecahan disebabkan sifat pikiran/hati ARBABAN/BERHALA/KULTUS/MENUHANKAN nabi-nabi.
5. At Taubah (9) ayat 31: Perselisihan dan perpecahan disebabkan sifat pikiran/hati ARBABAN kepada PEMUKA-AGAMA selain Allah.
6. Al Hajj (22) ayat 31: Arbaban = musrik, menyimpang dari jalan lurus dan tidak sampai kepada tujuan Risalah Tuhan/Allah.
-Musrik bunuh dengan hujjah ilmu agama Risalah Tuhan/Allah sesuai At Taubah (9) ayat 5.
-Musrik najis sesuai At Taubah (9) ayat 28.
-Musrik perangi dengan hujjah ilmu agama Risalah Tuhan/Allah sesuai At Taubah (9) ayat 36.
-Musrik jangan dido’akan untuk tidak musrik dan sampai kepada Risalah Tuhan/Allah, sesuai At Taubah (9) ayat 113.
- Musrik tidak ada ampunnya untuk tidak musrik, dan sampai kepada Risalah Tuhan/Allah, sesuai An Nisaa (4) ayat 48,116.
7. Maka oleh karena itu, agar manusia tidak musrik, wajib menyampaikan Risalah Tuhan/Allah, sejak Adam sampai kiamat seperti para nabi/rasul, artinya Agama Yang Menghukumi Akal, bukan Akal Yang Menghukumi Agama
8. “Ulama” mengaku pewaris nabi/rasul, padahal selama hidupnya mereka tidak pernah menyampaikan Risalah Tuhan/Allah, seperti para nabi/rasul yang sebenarnya mengakibatkan agama yang satu sesuai An Nahl (16) ayat 93, yang tidak setuju disesatkan Allah dan yang setuju diberi-Nya petunjuk; akan tetapi “ulama” hanya menyampaikan salah seorang nabi/rasul yang dilarang.
Hai para “ulama” carilah wujud Risalah Tuhan/Allah siklus 10.000 tahunan itu, dimana nabi Muhammad saw. melukiskan Risalah Tuhan/Allah siklus 10.000 tahunan itu pada syiar-syiar Allah dalam manasik haji: tawaf keliling Kabah, sa’i antara Safa dan Marwa, wukuf di-Arafah, mabit Musdalifah dan jamarat Ula-Wusta-Aqaba, sesuai Al Baqarah (2) ayat 125,158,189,196,197, Al Hajj (22) ayat 26,27, Ali Imran (3) ayat 96,97, Al Maidah (5) ayat 97, atau membongkar rahasia Isro-Mikraj sesuai Al Isro (17) ayat 1, An Najm (53) ayat 1-18, yang sama dengan arti mendirikan Agama, mendirikan Shalat, mendirikan Taurat, Injil dan yang turun kemudian, sesuai Asysyuuraa (42) ayat 13, Al Baqarah (2) ayat 43, Al Maidah (5) ayat 66,68, bila ingin disebut beragama dan tidak ingin disebut Allah durhaka dan kafir.
Jadi bongkarlah rahasia manasik haji dan Isro-Mikraj dan Perintah Shalat yang sama dengan maksud Risalah Tuhan/Allah yang disampaikan oleh semua para nabi/rasul, baru itu namanya “ulama”, baru itu namanya manusia beragama yang mempunyai “Persepsi Tunggal Agama”, akibatnya menjapai perdamaian “medinah dan hudaibiyah” zamani sesuai Ali Imran (3) ayat 103, An Nashr (110) ayat 1,2,3, pada era globalisasi sesuai Al Isro (17) ayat 104, Al Kahfi (18) ayat 99, Al Qaari’ah (101) ayat 4, untuk kepentingan masyaratkan P.B.B. (United Nations Communities) sesuai Asysyuuraa (42) ayat 7 dan Al An Aam (6) ayat 92.

Wasalam, Soegana Gandakoesoema, Pembaharu Persepsi Tunggal Agama millennium ke-3 masehi.

#5. Dikirim oleh Soegana Gandakoesoema, Pembaharu Persepsi Tunggal  pada  22/08   04:04 AM
Halaman 1 dari 1 halaman

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq