Perang (tidak) Suci - JIL Edisi Indonesia
Halaman Muka
Up

 

Editorial
20/12/2005

Perang (tidak) Suci

Oleh Abd Moqsith Ghazali

Perang fisik (qital) itu tak pernah suci, walau para pelakunya kerap menghendaki demikian. Ia tidak suci karena menumpahkan darah. Perang mengandung bau busuk yang menyengat. Bagaimana mungkin perang bisa disebut suci kalau di dalamnya penuh dendam dan angkara murka. Agama pun sering dipakai sebagai sampiran dari sebuah kebrutalan.

Perang fisik (qital) itu tak pernah suci, walau para pelakunya kerap menghendaki demikian. Ia tidak suci karena menumpahkan darah. Perang mengandung bau busuk yang menyengat. Bagaimana mungkin perang bisa disebut suci kalau di dalamnya penuh dendam dan angkara murka. Agama pun sering dipakai sebagai sampiran dari sebuah kebrutalan. Kuplet-kuplet dari kitab suci sengaja ditampilkan dalam wujudnya yang mentah untuk dijadikan dinamit yang menyeramkan. Lihatlah perang salib yang meletus pada zaman lampau--konon dimotivasi oleh faktor keagamaan--telah menelan korban manusia yan tidak sedikit. Begitu juga konflik Hindu dan Muslim di India dahulu, pertikaian antara Israel dan rakyat Palestina yang belum berujung. Cukup tragis. Agama yang satu seakan bisa survive hanya dengan menggilas agama yang lain. Umat yang satu seperti predator buat yang lain. Masihkah sekarang ada sekelompok orang yang menggendong semangat penghancuran ini?

Di mana-mana perang selalu menyebalkan. Dan tentu saja menyakitkan. Terutama buat mereka yang kalah. Para peserta perang yang masih hidup sangat boleh jadi akan mengalami cacat fisik permanen, sedemikian rupa sehingga mereka tidak bisa bekerja secara produktif. Peperangan juga telah menciptakan anak-anak yatim dan janda yang terlantar. Betapa banyak anak yang kelaparan karena orang tuanya yang nota bene sebagai tulang punggung perekonomian keluarga telah meninggal dalam peperangan. Janda-janda kehilangan jangkar ekonomi. Tangisan balita meraung-raung akibat ayahandanya terkapar di depan mata kepalanya sendiri. Gelombang pengungsi pun tak terelakkan. Dalam peperangan, cinta menjadi mustahil dan perkampungan penduduk harus roboh dan terjungkal. Rumah-rumah Tuhan hancur akibat ulah tangan manusia yang naifnya juga mengatasnamakan Tuhan. Tuhan dibawa serta dalam peperangan bak seorang prajurit. Pedang dihunus dalam teriakan allahu akbar.

Perang bukanlah penyelenggaraan ilahi. Ia adalah ekspresi kebencian dan keberingasan manusia. Pada mula dan pada akhirnya, qital tak bisa suci. Perang dalam sosoknya yang ganas itu tak bisa disakralisasi dengan dalil agama manapun. Perang yang bisa diberi ajektif suci hanya perang untuk melawan kemiskinan, kelaparan dan keterbelakangan. Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman orang yang tidur dengan perut kenyang, sementara ia mengetahui tetangganya meronta menahan lapar, kata Nabi Muhammad tandas. Tentu saja, pengertian tetangga tidak terbatas pada sekumpulan fuqara` terdekat, melainkan juga tetangga terjauhnya. Bukan hanya tetangga yang seagama dan seetnis, tapi semua tetangga, apapun latar belakang dan asal-usulnya. Zainuddin al-Malibari dalam Fathul Mu’in menyebutkan bahwa salah satu makna jihad adalah memberikan bantuan sandang, pangan, papan, dan kesehatan terutama bagi yang membutuhkannya, baik beragama Islam maupun tidak [.... wa daf’u dharar ma’shum min muslim wa dzimmiyin wa mustamanin, ja`iin lam yashil li halat al-idhdhirar aw ‘arin aw nahwihima...].

Jenis perang inilah yang mestinya dinyalakan. Yaitu, perang terhadap kelaparan, kemiskinan, kejumudan, dan keterbelakangan yang hingga sekarang masih melilit, seperti kelaparan di Kabupaten Yahukimo Papua, busung lapar dan gizi buruk di Nusa Tenggara Timur, grafik kebuta-hurufan yang masih tinggi. Tapi, pada saat yang sama, pantang untuk membakar rumah ibadah, menghunuskan pedang, dan menjatuhkan bom, buat diri sendiri maupun orang lain, karena itu adalah kesia-siaan yang nyata. Sungguh, membangun lebih susah daripada menghancurkan. Perang dalam bentuknya yang positif-suci ini pasti lebih rumit dan melelahkan ketimbang perang negatif-kotor yang hanya berupa melemparkan granat di mana-mana. Amma ba’du, kaidah fikih menyatakan, khudz ma shafa wa da’ ma kadara; ambil yang suci dan jauhi yang kotor. []

20/12/2005 | Editorial | #

Komentar

Komentar Masuk (12)

(Tampil maks. 5 komentar terakhir, descending)

Ass. wr.wb,

saya disini cuman orang awam yang pengen tau, apakah kita seorang muslim berhak datang ketempat perayaan ibadah umat lain walaupun bukan di tempat ibadat resminya?

Lalu apa relevansinya dengan surat al kafirun ?

Apakah kita boleh datang ke tempat ibadat agama lain lalu menghormat kepada sesuatu yang disembah umat tersebut walaupun bukan sujud tetapi dengan membungkuk saja?
-----

Posted by Jurasa  on  01/07  at  07:02 AM

Pak Santrimo, saya rasa Bapak perlu lebih mendalami artikel Pak Ghazali yang bagus ini. Perang yang dikatakan tidak suci itu adalah perang yang penuh dendam dan angkara murka. “Agama pun sering dipakai sebagai sampiran dari sebuah kebrutalan. Kuplet-kuplet dari kitab suci sengaja ditampilkan dalam wujudnya yang mentah untuk dijadikan dinamit yang menyeramkan.” “kuplet-kuplet dari kitab suci sengaja ditampilkan dalam wujudnya yang mentah...” Pak Santrimo, saya yakin perangnya Nabi Muhammad saw itu suci, karena ayat-ayatnya tidak dalam wujud yang mentah. Beliau memang diperintahkan untuk berperang. Sedangkan perang-perang akhir-akhir ini, (menurut saya) kebanyakan mengambil “bentuk-bentuk mentah” itu tadi. Jadi menurut saya ya, tidak ada perintah yang “matang” untuk melakukan perang itu. Pak Santrimo menulis, “Sekarang anda bayangkan bila agama anda diinjak2 oleh orang kafir dan mereka menghina Nabi Saw. apakah anda sebagai umatnya akan diam begitu saja? kalau kita diam begitu saja berarti kita sama dong dengan mereka dan bagaimana pertanggungjawaban kita nanti bila menghadap Rabbul ‘Izati?” Saya sendiri tidak begitu mempermasalahkan apabila ada orang yang menginjak-injak agama saya. Apa yang bisa dilakukan pada suatu nilai? Selama dia tidak menghapuskan nilai-nilai, dan cuman menginjak-injak, ya tidak masalah. Agama saya tetap luhur, seberapa keras pun diinjak. Dan saya tetap ikhlas melaksanakan apa yang diinjak-injak itu. Soal menghina Nabi, ya sama saja. Nabi saja dulu sering dihina, dan beliau tidak pernah membalas. Menurut saya lagi, hinaan, dalam bentuk serendah apapun, ya sekedar hinaan. Tidak mereduksi objek hinaan itu sendiri. Jadi, kalo Nabi Muhammad saw dihina serendah apapun (apabila tidak ada efek negatif yang lain), ya saya tidak akan menantang perang. Buat apa? Nabi tetap mulia, agama tetap luhur. Ya saya pasti tidak senang mendengar hinaan-hinaan itu, tapi “perang”? Tidak perlu.

Posted by Harwan Sudian  on  12/09  at  07:13 AM

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Menurut pendapat saya, Kalau perang tidak pernah suci yang seperti anda bilang, maka perangnya Nabi Muhammad SAW.bersama para sahabat tidak suci dong.Sekarang anda bayangkan bila agama anda diinjak2 oleh orang kafir dan mereka menghina Nabi Saw. apakah anda sebagai umatnya akan diam begitu saja? kalau kita diam betigu saja berarti kita sama dong dengan mereka dan bagaimana pertanggungjawaban kita nanti bila menghadap Rabbul ‘Izati? Contoh lain sewaktu negara kita dijajah oleh Belanda dan Jepang.Apakah kita sebagai warga negara hanya diam dan mau begitu saja dijajah bangsa lain,padahal Nabi Muhammad Saw. memerintahka untuk hubbul wathon.Disini sudah jelas bahwa anggapan seperti itu sangat salah.Memang dimana2 perang selalu menimbulkan korban dan sangat menyedihkan,tapi kalau dengan perang bisa membawa kemasahatan itu harus dilakukan, seperti perangnya Nabi Besar Muhammad Saw. Semuanya itu sudah diatur oleh-NYA,kita hanya menjalankan saja.Dan jihad yang paling utama adalah memerangi hawa nafsu seperti hadist Nabi Muhammad Saw.Janganlah kita tertipu oleh syaiton,karena mereka memnpunyai beribu2,bahkan berjuta2 cara untuk menyesatkan kita.Ingat musuh kita yang paling utama adalah iblis yang terlaknat. Mohon maaf jika ada kata2 yang kurang tepat, karena saya hanyalah manusia biasa yang banyak dosa dan yang paling hina didunia ini.Semoga Allah SWT. memberikan hidayah dan rahmat-NYA kepada kita semua. Wa’alaikumsalam Wr. Wb.

Posted by Santrimo  on  04/30  at  09:04 AM

Perang pada dasarnya merupakan bentuk perlawanan tertinggi dari dari pribadi atau komunitas pribadi untuk mempertahankan eksistensi, integritas, dan sesuatu yang dihargai dan perang itu pun alamiah.

ketika di situ ada ambisi, emosi, dan hasrat, maka perang berubah menjadi kebrutalan, (see: tentara romawi dan persia)

Ajaran Islam telah mengatur secara jelas mengenai perang dan tata krama dalam berperang, seperti tidak menyerang wanita dan anak, sampai-sampai larangan tidak membunuh tumbuhan.

Di dalam piagam PBB pun diatur secara tegas mengenai tata krama berperang. Namun di lapangan konsep ini berbeda jauh.

Yang harus diperjelas dalam konsep ini ialah, konsep pengertian perang berdasarkan landasan aturan dan hukum mana yang anda gunakan?

Posted by Hamonangan A  on  02/15  at  10:02 PM

Terima kasih saya ucapkan kepada editor yang telah memuat tanggapan saya.  Sekali lagi terima kasih.

Ada yang perlu saya luruskan dari komentar editor bahwa semua tanggapan saya baik kepada penulis artikel maupun artikelnya tidak mengandung kata2 tidak senonoh semacam makian dan sejenisnya.  Karena saya yakin hal semacam itu bukanlah ciri-ciri dari kaum terdidik dan terpelajar semacam kita ini.

Semoga Editor bisa adil dan konsisten di dalam melaksanakan tugasnya, mengedit setiap tanggapan yang masuk.  Adil disini maksudnya sesuai dengan semangat JIL yaitu “kebebasan” atau “Liberalisme” sehingga setiap tanggapan itu wajib ditampilkan (dengan catatan tanggapan tersebut tidak mengandung kata makian dan sejenisnya) agar semua pembaca bisa membacanya dan menilainya sendiri secara bebas.

Ada satu pertanyaan buat semuanya, apakah sebenarnya definisi “kebebasan”? Apakah “kebebasan” itu bisa direalisasikan dalam kehidupan nyata?  (Dengan mengandaikan semua aliran/sekte/golongan dari agama/ateis, tidak perduli semua aliran/sekte/golongan tsb saling bertentangan ataupun sepemikiran, bisa hidup bebas dan berdampingan di dalam alam kehidupan nyata)

Posted by The true Liberal People  on  01/03  at  07:02 PM

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq