Sumber: Kick Andy.com
|
Jumat, 18 Oktober 2013 21:30 WIB
Berbuat baik tidak harus menunggu sampai kita mapan atau sukses. Yang terpenting dalam melakukan sebuah tindakan adalah niat tulus dan ikhlas untuk berbagi kepada sesama. Hal ini dilakukan oleh narasumber Kick Andy berikut ini, dengan segala keterbatasan mereka tetap semangat untuk melakukan pemberdayaan masyarakat luas. Chusniyati (39 tahun), adalah sosok penggiat lingkungan di kawasan mangrove Gunung Anyar, Surabaya. Ia berhasil mengubah kampung nelayan yang dulunya kotor dan gersang menjadi hijau dan bersih. Perempuan yang hanya lulusan SD ini, melakukan pembibitan mangrove di sepanjang muara sungai yang mengarah ke laut. Tidak hanya sampai disitu, untuk mendorong warga agar ikut menjaga kebersihan lingkungan berdirilah Bank Sampah di kawasan ini. Suami Chusniyati yang seorang penjual bubur pun turut membantu mengambil sampah-sampah dari warga. Sampah-sampah yang terkumpul kemudian dijual ke pengepul dan sebagaian didaur ulang menjadi berbagai kerajinan tangan. Keuntungan dari usaha ini digunakan untuk membiayai kebersihan dan perawatan lingkungan. Chusniyati membuka bagi siapa saja yang ingin belajar membuat produk olahan dari buah mangrove. Bersama kelompok miliknya, ia membuat sirop dari mangrove dan juga pembuatan mie instan dari buah mangrove. Corlina Konda Ngguna (42 tahun) dan Marlina Rambu Meha (42 tahun) adalah dua perempuan sumba yang menjadi penggerak perempuan di daerahnya. Sebagai bagian yang terpisahkan dari manusia sumba, kaum perempuan sumba memiliki peranan penting dalam mencukupi kebutuhan keluarganya. Namun tak dipungkiri di daerah pedesaan masih banyak kaum perempuan yang masih dianggap sebagai objek pelengkap semata. Di desa Mbatakapidu, Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur berdiri sebuah kelompok tani bernama Tapa Walla Badi yang memiliki arti sadar dan berusaha untuk berubah. Kegiatan yang dilakukan oleh kelompok wanita tani ini adalah sanggar tenun ikat, pertanian, arisan, tabungan anak hingga usaha simpan pinjam. Kelompok yang berdiri sejak tahun 2000 ini dirintis oleh Corlina Konda Ngguna dan Marlina Rambu Meha. Pengalaman pribadi mereka yang hanya lulusan SD dan SMP ini menjadi sumber inspirasi untuk memperbaiki daerah tempat tinggal mereka. Sebagai orang tua mereka sadar bahwa pendidikan adalah kunci sukses bagi anak-anak mereka dalam meraih sukses di masa depan. Di kota Surabaya, seorang seniman bernama Sugianto secara giat terus melestarikan seni Reog Ponorogo meskipun mengalami jatuh bangun dan semakin terhimpit oleh serbuan budaya asing. Pria yang hanya mengenyam pendidikan sampai kelas 2 SD ini telah menggeluti dunia tari sejak masih kecil. Ia adalah generasi ketiga penerus Grup Reog Singo Mangkujoyo. Grup ini beranggotakan anak-anak berusia 6 tahun hingga orang dewasa yang berusia 62 tahun dan terbuka bagi siapa saja yang mau belajar. Hal yang terpenting bagi Sugianto adalah semangat mereka untuk menekuni seni tradisional ini. Sehari-hari Sugianto bekerja sebagai satpam disebuah perusahaan konstruksi. Profesi ini telah ditekuninya sejak tahun 1996 dan terus dilakukan unutk menghidupi kebutuhan rumah tangga. Hingga kini Reog Singo Mangkujoyo telah pentas diberbagai daerah hingga luar negeri diantaranya Haiti, Spanyol dan Australia. Apa yang dilakukan oleh para narasumber ini membuktikan bahwa keterbatasan ekonomi, sosial dan juga latar belakang pendidikan tidak menghalangi mereka untuk bergerak dan berbuat sesuatu. Ini merupakan persembahan mereka untuk negeri ini. |
Tag: Kliping Media, Kick Andy |