JIL Edisi Indonesia

Profil Jawdat Said: “Islam Yang Menghidupkan, Bukan Mematikan”

Oleh Novriantoni Kahar

Agama, bagi Said, lebih kurang sama dengan cinta. Ia tidak akan tumbuh dan mekar dengan cara-cara paksaan. Agama, sebagaimana cinta, tidak hidup dan bersemi dari represi. Ia justru tumbuh subur hijau berseri dengan adanya perbuatan baik (ihsân). Sejarah menurut Said membuktikan, para tiran yang senantiasa memaksakan kehendaknya dengan cara-cara represi akan terjerembab, dan keimanan sebagaimana kekufuran, selamanya tidak akan bisa dipaksa. 

24/07/2008 | Tokoh | Komentar (19) #

Revolusi Agama, Modernitas, dan Pasar

Oleh Khamami Zada

Sayangnya, revolusi agama diterjemahkan umat Islam di Indonesia sebagai menghadirkan agama dalam cara pandang kapitalisme. Karena itu, yang muncul adalah kapitalisme agama yang mendasarkan pada pasar dan modal. Fenomena paling nyata dalam persoalan ini adalah bagaimana agama berselingkuh dengan kapitalisme, modal, dan pasar, terutama dalam industri hiburan. Beberapa tahun belakangan ini kita disuguhi fenomena maraknya sinetron-sinetron relijius dalam tema azab kubur, hidayah, dan kesalehan relijius. Sinetron-sinetron ini tidak hendak menghadirkan aspek pendidikan kepada masyarakat, melainkan imajinasi-imajinasi relijius. 

22/07/2008 | Kolom | Komentar (11) #

Citra Keliru tentang Bahasa Arab

Oleh Ulil Abshar-Abdalla

Sebagaimana kita tahu, kekuasaan politik Islam saat itu mencakup wilayah yang dahulunya berada di bawah kekuasaan imperium “kafir” pra-Islam, antara lain Persia dan Romawi. Setelah Islam berhasil menaklukkan wilayah kedua imperium itu, bahasa Arab menjadi bahasa komunikasi utama yang dipakai oleh bangsa-bangsa yang ditaklukkan oleh kekuasaan Islam.

16/07/2008 | Kolom | Komentar (28) #

Gus Dur di Mata Dunia

Oleh Saidiman

Posisi Gus Dur sebagai politisi dan pejuang HAM sekaligus adalah sesuatu yang memang langka. Dan kemampuannya melakukan pembedaan secara jernih mengenai posisinya itu adalah sesuatu yang mengagumkan. Perjuangannya untuk tetap membela hak-hak minoritas tak pernah surut kendati tampak tidak menguntungkan secara politik. Ketika kebanyakan politisi angkat tangan dan bungkam terhadap kasus minoritas Ahmadiyah, Gus Dur justru tampil di garda depan sebagai pembela hak-haknya. Bagi Gus Dur, adalah hak pengikut Ahmadiyah untuk hidup sebagaimana rakyat Indonesia pada umumnya. Jaminannya adalah Konstitusi.

15/07/2008 | Editorial | Komentar (89) #

Irshad Manji: “Saya Seorang Pluralis, Bukan Relativis”

Pengetahuan kita amatlah terbatas, sehingga kita tidak bisa berlagak laiknya Tuhan. Hanya Tuhan lah Tuhan. Sementara kita di atas bumi ini harus menciptakan sebuah tatanan masyarakat di mana kita dapat berbeda, berdebat, dan bertentangan satu sama lain secara damai, beradab dan tanpa rasa takut. Jika kita melakukan itu, berarti kita sedang memuja Tuhan, karena dengan demikian berarti kita menyadari bahwa hanya Allah-lah yang memiliki kebenaran mutlak.

15/07/2008 | Wawancara | Komentar (25) #

Pencerahan Berjamaah Ikhwanus Shafa

Oleh Novriantoni Kahar

Intinya, harmonisasi agama dan filsafat mereka bukanlah menghimpun kebenaran-kebenaran filosofis dengan kebenaran-kebenaran agama. Mereka tidak menunjukkan penilaian yang berat sebelah kepada salah satunya untuk kemudian sampai kepada sintesis yang menghimpun antara unsur-unsur yang sama dan berkesesuaian sebagaimana dilakukan al-Farabi dan Ibnu Sina. Namun upaya mereka tak lebih dari menghindarkan pertentangan (raf’un nizâ`). Dalam bahasa Adil Awa, mereka senantiasa berada di persimpangan jalan (fî muntashaf at-tharîq) antara iman dan akal, agama dan filsafat. 

14/07/2008 | Tokoh | Komentar (0) #

Menjaga Keseimbangan NU

Oleh Rumadi

Bukan hanya soal tragedi Monas, dalam isu-isu lain seperti soal Ahmadiyah, RUU Anti Pornografi dan lainnya, NU di bawah HM juga seolah menari dalam irama yang ditabuh “Islam kanan” yang dikomando MUI. NU menjadi sering dijadikan legitimasi gerakan kelompok-kelompok fundamentalis. Tidak bisa diingkari, dalam tragedi Monas ini, PB NU tampak setali tiga uang dengan kelompok fundamentalis Islam. Justru Muhammadiyah yang terlihat lebih moderat.

14/07/2008 | Kolom | Komentar (32) #

Urgensi Islam Mazhab Indonesia

Oleh Abd A’la

Islam dapat berkembang terus di bumi Nusantara karena yang dikedepankan sejak awal adalah coral Islam yang sejuk, ramah, dan mampu berdialog dengan tradisi dan budaya lokal. Beberapa studi menunjukkan, Islam yang datang pertama kali di Nusantara adalah Islam sufistik yang mampu menyapa dominasi mistik yang banyak dianut masyarakat Nusantara melalui strategi dan pola penyampaian yang juga akrab di kalangan mereka. Sejarawan Merle Ricklefs menyebutnya sebagai agama sintesis mistik (mistic syntetism). Dengan demikian, masyarakat Nusantara dapat menerimanya tanpa suatu resistensi berarti.

10/07/2008 | Kolom | Komentar (11) #

SKB dan Mitos Islam Moderat

Oleh Hatim Gazali

Karena kemunculannya yang demikian, SKB—walau tidak dikenal dalam tata urutan perundang-undangan di Indonesia—memberikan peluang memunculkan kekerasan dan konflik sosial. Ketika MUI mengeluarkan fatwa sesat terhadap JAI, sejumlah kekerasan dan penyerangan terhadap tempat-tempat ibadah dan rumah-rumah pengikut Ahmadiyah berlangsung semarak. SKB ini potensial disalah-gunakan untuk melakukan kekerasan di Tanah Air. Dia bisa dijadikan sebagai licence to kill oleh sebagian kalangan yang ekstrem. 

10/07/2008 | Kolom | Komentar (20) #

Menghargai Kaum Difabel

Oleh Slamet Thohari

Di Alqur’an banyak dijelaskan bahwa perbedaan itu biasa, lumrah dan memang sudah titah. Tapi memang selalu saja datang orang-orang “kafir” yang anti terhadap titah Allah. Allah menganalogikan mereka sebagai orang yang “tertutup” atau “kafara”. Dalam surat al-Baqarah ayat 117 dan al-Anfal ayat 22 disebutkan bahwa orang-orang kafir adalah orang yang buta, tuli, dan bisu. Tentu bukan secara fisik, akan tetapi sebagai analogi untuk orang-orang yang tertutup: tidak mau mendengar dan melihat kekuasaan Allah dan Islam yang damai. Jadi “buta” menurut Alquran adalah mereka yang angkuh, egois, dan tidak bisa menghargai keragaman sebagai bagian kekuasaan Allah. 

10/07/2008 | Kolom | Komentar (9) #
Halaman: 5 dari 105 « First  <  3 4 5 6 7 >  Last »

comments powered by Disqus


Arsip Jaringan Islam Liberal ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq