Dituntut 2 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta Subsider 4 Bulan Kurungan, Akankah Agus-Erfan Bebas?
Sumber: Selebaran “Cahaya Reformasi”, 03-01-2012
Agus Imam Subegjo
(Foto: Cahaya Reformasi/Tino Adi Prabowo)
Dua rekan kita, Agus Imam Subegjo dan Erfan Suhartanto, kini tengah menjadi pesakitan di pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) Jakarta. Keduanya didakwa telah melakukan korupsi.
Dalam dakwaan primernya jaksa menegaskan bahwa Agus dan Erfan adalah “orang yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” (pasal 2 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi). Sedangkan dalam dakwaan sekundernya, jaksa menyatakan bahwa kedua kawan kita itu sebagai “orang yang melakukan atau turut serta melakukan perbuatan yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan wewenang, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” (pasal 2 UU nomor 31 tahun 1999). Sebuah dakwaan yang sangat serius, bukan main-main. Artinya, Agus-Erfan telah resmi menyandang predikat “terdakwa korupsi”, sebuah stigma yang sangat amat ditabukan dalam konstelasi pergaulan publik masa kini. Koruptor, buang saja ke laut, bakar saja, hukum mati saja! Demikian masyarakat menghujat.
Fakta sebenarnya memang bertolak belakang dengan dakwaan jaksa tersebut dan fakta persidangan. Di ruang sidang jaksa dan saksi-saksi dari satker (Kementerian PU) menyatakan seolah-olah dua orang pegawai KPPN Percontohan itulah yang bersalah. Pejabat perbendaharaan dan petugas satker yang berperan sebagai saksi bahkan mengesankan kalau mereka tidak tahu-menahu atas SPM yang bermasalah itu. Kata orang, mana ada sih maling teriak maling.
Kasus itu sendiri timbul ketika SPM nomor 00155/440372/XI/2008 tanggal 19 November 2008 yang diterbitkan oleh salah satu satker Ditjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum tidak diakui oleh satker penerbitnya. Padahal, SPM senilai Rp8.824.221.000,- tersebut terlanjur dicairkan oleh KPPN Jakarta II.
Yang lebih menyakitkan, dalam bagian dari dakwaannya jaksa secara meyakinkan menyebutkan bahwa Agus-Erfan tidak melakukan penelitian yang mendalam SPM sehingga keduanya disimpulkan tidak mematuhi Peraturan Dirjen Perbendaharaan nomor 66 tahun 2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Keduanya juga oleh jaksa diyakini melanggar Keputusan Dirjen Perbendaharaan nomor 297 tahun 2007 tanggal 28 Desember 2007 tentang Standard Operating Procedure (SOP) KPPN Percontohan. Emangnya siapa lu? Emangnya lu Dirjen Perbendaharaan atau Menteri Keuangan, berani-beraninya mengatakan pegawai Kemenkeu melanggar aturan internalnya. Bukankah yang berhak mengatakan itu adalah Dirjen Perbendaharaan atau Menteri Keuangan. Begitu komentar salah seorang pengunjung sidang.
Terbukti, kemarin (Rabu, 28/12/2011) dalam tuntutannya jaksa menyatakan bahwa Agus-Erfan terbukti melanggar SOP dengan tidak melakukan penelitian secara mendalam atas SPM sehingga menguntungkan orang lain atau korporasi serta merugikan keuangan negara dan perekonomian negara.
Meski berpendapat bahwa tidak terdapat fakta hukum bahwa Agus-Erfan menikmati hasil/ mendapatkan keuntungan pribadi, akan tetapi jaksa menyimpulkan bahwa Agus-Erfan terbukti bermaksud menguntungkan orang lain atau korporasi, terbukti menyalahgunakan wewenang, serta terbukti merugikan keuangan negara dan perekonomian negara (dakwaan sekunder). Agus-Erfan, menurut jaksa, terbukti secara sah dan meyakinkan turut serta melakukan tindak pidana korupsi.
Leave a Reply