Rhoma For RI-1
Sumber: AgroFarm, 03-04-2014

AgroFarm
Siapa tak kenal Rhoma Irama. Dunia panggung sudah dijamah dan menjadi pujaan semua orang sejak puluhan tahun lalu. Rhoma sudah menjadi penyanyi dan musisi ternama setelah jatuh bangun dalam mendirikan band musik, mulai dari band Gayhand tahun 1963 Tak lama kemudian, ia pindah masuk Orkes Chandra Leka, sampai akhirnya membentuk band sendiri bernama soneta yang sejak 13 Oktober 1973 mulai berkibar. Bersama grup Soneta yang dipimpinnya, Rhoma tercatat pernah memperoleh 11 Golden Record dari kaset-kasetnya.
Rhoma bukan sembarang penyanyi dan aktor biasa. Kaset dan film- film yang dibintanginya, laku terjual. Penggemar Rhoma tidak kurang dari 15 juta atau 10% penduduk Indonesia. Ini catatan sampai pertengahan 1984. “Tak ada jenis kesenian mutakhir yang memiliki lingkup sedemikian luas”, tulis majalah TEMPO, 30 Juni 1984. Sementara itu, Rhoma sendiri bilang, “Saya takut publikasi. Ternyata, saya sudah terseret jauh.”
Rhoma Irama terhitung sebagai salah satu penghibur yang paling sukses dalam mengumpulkan massa. Rhoma Irama bukan hanya tampil di dalam negeri tapi ia juga pernah tampil di kuala lumpur, singapura, dan brunei dengan jumlah penonton yang hampir sama ketika ia tampil di Indonesia. Sering dalam konser Rhoma Irama, penonton jatuh pingsan akibat berdesakan. Orang menyebut musik Rhoma adalah musik dangdut, sementara ia sendiri lebih suka bila musiknya disebut sebagai irama Melayu.
Pada 13 oktober 1973 Rhoma mencanangkan semboyan “Voice of Moslem” (Suara Muslim) yang bertujuan menjadi agen pembaru musik melayu yang memadukan unsur musik rock dalam musik Melayu serta melakukan improvisasi atas aransemen, syair, lirik, kostum, dan penampilan di atas panggung. Menurut achmad albar, penyanyi rock Indonesia, “Rhoma pionir. Pintar mengawinkan orkes Melayu dengan rock”. Tetapi bukan hanya rock yang dipadu oleh Rhoma Irama tetapi musik pop, india, dan orkestra juga. inilah yang menyebabkan setiap lagu Rhoma memiiki cita rasa yang berbeda.
Bagi para penyanyi dangdut, lagu Rhoma mewakili semua suasana ada nuansa agama, cinta remaja, cinta kepada orang tua, kepada bangsa, kritik sosial, dan lain-lain. “Mustahil mengadakan panggung dangdut tanpa menampilkan lagu Bang Rhoma, karena semua menyukai lagu Rhoma,” begitu tanggapan beberapa penyanyi dangdut dalam suatu acara TV.
Rhoma juga sukses di dunia film, setidaknya secara komersial. Data PT Perfin menyebutkan, hampir semua film Rhoma selalu laku. Bahkan sebelum sebuah film selesai diproses, orang sudah membelinya. Satria Bergitar, misalnya. Film yang dibuat dengan biaya Rp 750 juta ini, ketika belum rampung sudah memperoleh pialang Rp 400 juta. Tetapi, “Rhoma tidak pernah makan dari uang film. Ia hidup dari uang kaset,” kata Benny Muharam, kakak Rhoma, yang jadi produser PT Rhoma Film. Hasil film tersebut antara lain disumbangkan untuk masjid, yatim piatu, kegiatan remaja, dan perbaikan kampung.
Dunia politik dirambahnya di masa awal orde baru. Ia sempat menjadi maskot penting PPP, setelah terus dimusuhi oleh Pemerintah orde baru karena menolak untuk bergabung dengan golkar. Rhoma Sempat tidak aktif berpolitik untuk beberapa waktu, sebelum akhirnya terpilih sebagai anggota DPR mewakili utusan Golongan yakni mewakili seniman dan artis pada tahun 1993. Pada pemilu 2004 Rhoma Irama tampil pula di panggung kampanye PKS.
Rhoma Irama sempat kuliah di Universitas 17 Agustus Jakarta, tetapi tidak sampai selesai. “Ternyata belajar di luar lebih asyik dan menantang,” katanya pada Agrofarm. WaIaupun begitu kiprahnya dalam bermusik membuat dirinya dijadikan rujukan penelitian. Sedikitnya lebih dari 7 skripsi tentang musiknya telah dihasilkan. Selain itu, peneliti asing juga kerap menjadikannya sebagai objek penelitian seperti William H. Frederick, doktor sosiologi Universitas Ohio, AS yang meneliti tentang kekuatan popularitas serta pengaruh Rhoma Irama pada masyarakat.
Karir politiknya mulai menanjak naik ketika tahun 2004, sebuah partai islam melamarnya untuk nyapres. Namun,saat itu pria yang mendapat julukan “satria bergitar” ini enggan menyatakan kemauannya. Ia hanya fokus di musik sebagai sarana dakwahnya. Peristiwa yang sama kembali berulang pada pemilu 2009 silam. Tim sukses dari partai tertentu menawarkan kursi capres padanya. Namun ia kembali menolaknya karena saat itu ia menilai masih belum siap dan layak untuk “di capreskan”. Kalau bicara kronologi sebenarnya saya sudah di capreskan sejak 2004 silam. Ada sebuah partai islam yang ngotot ingin mengusung saya,namun saya melihat masih belum layak, dan akhirnya saya tolak. Hal itu juga kembali terulang di pemilu 2009, ada tim sukses partai tertentu yang ingin menggadang saya,namun lagi-lagi ditolak karena masih fokus ke musik sebagai media dakwah saya”, paparnya.
Berbeda dengan pemilu 2004 dan 2009 , kali ini Rhoma begitu yakin dan memantapkan dirinya untuk nyapres di pemilu 2014 mendatang. Ia mengatakan nyapresnya kali ini karena keterpanggilan hatinya melihat kondisi bangsa. Ia merasa prihatin dengan kondisi bangsa yang semakin mengalami “degradasi” di semua bidang. Hingga pada suatu titik di sebuah akhir cerita dan karir politiknya, Rhoma Irama resmi didaulat dan di usung sebagai capres PKB pada tanggal 02 april 2013. “Nah kalau bedanya 2009 dengan 2014, kalau ini adalah keterpanggilan sebagai anak bangsa,” Ujarnya.
Ia menilai bahwa bangsa ini telah larut dalam euphoria reformasi 1998. Bangsa ini telah “lari” dari komitmen para pendiri bangsa sebagai sebuah cita-cita bersama untuk mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur sesuai dengan konstitusi.
Rhoma menyindir para tokoh yang memimpin bangsa saat ini, ia menegaskan bahwa bangsa ini sedang dalam kemerosotan di semua bidang. Kejahatan di lakukan oleh semua anak bangsa. Kejahatan konvensional di lakukan secara terpaksa oleh rakyat kecil demi urusan perut, Dan kejahatan luar biasa dilakukan oleh para pemimpin yang sedang berkuasa saat ini. Bangsa ini sudah kehilangan haluan tentang arah dan tujuan bangsa.
Jika dirinya terpilih menjadi orang nomor satu di negeri ini, ia berjanji akan meluruskan kembali haluan Negara yang sudah kehilangan arah dan tujuan. Menurutnya, kasus korupsi, pembangunan yang tidak merata, penegakan hukum yang tebang pilih, hanyalah sebagian kecil dari permasalahan bangsa. Ia menilai bahwa berbagai masalah bangsa bak seperti fenomena gunung es.oleh karenanya ia beranggapan jika pemimpinnya baik maka bawahannya akan mengikuti. Itu adalah sebuah logika berpikir sederhana dari seorang “Bung Rhoma”. Nur Joko
Leave a Reply