Rp61,8 M Dana BRR Tidak Tepat Sasaran

Pindahan dari Multiply

URL: http://danarrapbn.multiply.com/journal/item/119/Rp618-M-Dana-BRR-Tidak-Tepat-Sasaran

Sumber: Harian Aceh, 03-01-2008

Banda Aceh | Harian Aceh

Sekitar Rp61,82 miliar dana yang dikelola Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias Dipa 2007 untuk rehabilitasi dan rekontruksi Aceh tidak berdampak langsung pada korban bencana tsunami, tapi lebih untuk kepentingan internal orang yang bekerja di BRR. Manager Program Monitroring Rehabilitasi dan Rekonstruksi GeRAK Aceh Askhalani di Banda Aceh, Rabu (2/1) mengatakan, dana yang tidak tepat sasaran atau tidak menyentuh korban antara lain, sewa mobil Satuan Kerja BRR Sekretariat Kantor Pusat Badan Pelaksana NAD-Nias dan regional di tahun 2007 senilai Rp8,96 miliar, biaya komunikasi untuk penjabat di Satuan Kerja BRR Sekretariat Kantor Pusat Badan Pelaksana NAD-Nias khusus Dipa Tahun 2007 senilai Rp3,18 miliar.

Selanjutnya, biaya perjalanan dinas Satuan Kerja BRR – Sekretariat Kantor Pusat Badan Pelaksana NAD-Nias di Dipa 2007 senilai Rp14,59 miliar, biaya sewa rumah bagi penjabat secara keseluruhan Satuan Kerja BRR – Sekretariat Kantor Pusat Badan Pelaksana NAD-Nias dan regional khusus Dipa 2007 Rp14,75 miliar dan pemberian gaji ke-13 dan THR bagi seluruh pekerja di BRR NAD-Nias tahun anggaran 2006-2007 senilai Rp20,34 miliar.

Dia mengatakan, angka yang dikeluarkan sangat fantastik ini, menunjukan bahwa keberpihakan dalam pengelolaan anggaran BRR terutama terhadap masyarakat korban masih sangat lemah. “Artinya jika dilihat dari tugas dan pekerjaan yang dilakukan saat ini masih belum pantas uang sebanyak tersebut dihabiskan. Dan bahkan yang paling menusuk jiwa dari sebagian anggaran yang dihabiskan sangat terkesan pemakaiannya secara internal, kolega dan kawan-kawan “rame-rame”. Tapi jauh dari kepentingan publik yang berdampak langsung bagi para masyarakat korban bencana,” ujar Askal.

Realisasi Anggaran

Menurut Askal, pada sisi yang berbeda, serapan anggaran pada unit kerja khususnya bagian kesekretariatan BRR pusat sangat tinggi dibandingkan dengan serapan anggaran pos lainnya. Dari pagu anggaran Rp394,822 miliar hingga akhir bulan ini terserap sebanyak Rp352,645 miliar atau sebesar 89,32%.

“Serapan yang cukup tinggi di pos ini sangat bertolak belakang dengan kegiatan yang dilakukan di lapangan. Contoh paling nyata adalah klaim tentang data perumahan yang telah selesai dikerjakan sebanyak 107.000 unit, ternyata berdasarkan hasil monitoring lapangan data tersebut tidak bisa diukur dan terkesan data klaim sepihak, sebab berdasarkan bukti ditemukan bahwa sebagaian besar data yang diklaim tersebut ternyata sedang dalam pekerjaan lapangan, bahkan yang lebih ironis sebagaian besar ditinggalkan kontraktor, sedang dalam pekerjaan tukang, serta sebagian tidak ditempati. Contohnya adalah rumah bantuan pada anggaran 2005,” ungkapnya.

Dia menambahkan, jika serapan anggaran tersebut hingga akhir tahun ini mencapai Rp352,645 miliar dari total Rp394,822 miliar, maka dari jumlah tersebut ternyata lebih dari Rp100 miliar lebih anggaran digunakan untuk kepentingan yang bersifat konsumtif. “Jika diteliti lebih dalam ternyata 50 % anggaran khusus untuk biaya yang manfaatnya tidak diterima langsung oleh korban bencana,” katanya.

Askhal menyebutkan, anggaran untuk biaya pengeluaran gaji dan ditambah THR/gaji ke-13 yang dibagikan dan menyalahi aturan tersebut, merupakan salah satu angaran yang paling tertinggi yang diterima tiap bulan, bahkan melebihi UMR di negara-negara maju.

“Hal ini dibuktikan berdasarkan perbandingan dengan para pekerja di luar Indonesia. Contohnya kasus di Timor Leste dimana pekerja internasional hanya dibayar Rp5-10 juta setiap bulan, sedangkan di Aceh level manajer atau direktur yang tidak tahu mengerjakan apa dibayar Rp18-35 juta, kemudian ditambah dengan fasilitas yang cukup mewah, bahkan jauh dari rasa kemanusian jika melihat nasib korban bencana,” tandasnya.

GeRAK Aceh turut prihatin atas pola pengelolaan keuangan di BRR NAD-Nias. Tiga tahun keberadaan lembaga ini ternyata tidak banyak memberikan contoh yang baik dalam pengelolaan keuangan, proses pengelolaan keuangan di tubuh BRR NAD-Nias masih mengabaikan keberpihakan anggaran kepada korban bencana. Dari total anggaran yang dihabiskan tersebut sama halnya dengan kemampuan dapat mensejahterakan masyarakat korban gempa dan tsunami di Aceh terutama pemberian modal usaha dalam bentuk hibah bagi korban yang cacat seumur hidup di seluruh Aceh dan Nias.

GeRAK mengecam dana yang bersifat konsumtif ini harus dikurangi dan jika perlu ditiadakan, sebab gaji yang diberikan sangat besar dan jauh lebih besar dari UMR di wilayah negara-negara maju di seluruh dunia.

GeRAK Aceh medesak BRR untuk kembali menjadikan prinsip keberpihakan anggaran kepada korban, bukan dengan pemborosan anggaran, dengan dalih untuk meningkatkan kinerja rekonstruksi. “Apalagi, hingga saat ini, GeRAK Aceh menilai pola kinerja BRR NAD-Nias masih besar pasak daripada tiang. Kinerja BRR hingga saat ini masih begitu memprihatinkan dan terkesan amburadul, bahkan yang paling menyedihkan dari sekian banyak proyek ternyata praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) muncul bagaikan jamur di musim hujan,” sebut Askal.

GeRAK Aceh mendesak BRR untuk segera melaporkan semua temuan ini ke aparat pengak hukum. Pelaporan atas kasus yang bermasalah dalam rekonstruksi ini mutlak dilakukan karena untuk memberikan efek jera serta mengembalikan kerugian negara yang telah ditimbulkan akibat perbuatan yang telah dilakukan.

“Sebab jika tidak dilakukan dari sekarang, dipastikan dalam proyek 2008 akan lebih banyak lagi temuan daripada di tahun 2007, sehingga ancaman kegagalan dalam menanggani pembagunan Aceh akan lebih besar dari sekarang serta tidak menutup kemungkinan akan menjadi ancaman bom waktu dan bencana baru bagi pemerintahan Aceh kelak setelah berakhir mandat BRR,” ujar Askal.(rta)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *