A | B | C | D | E | F | G | H | I | J | K | L | M | N | O | P | R | S | T | U | V | W | Y | Z

Gede Bayu Suparta




Nama :
Gede Bayu Suparta

Lahir :
Singaraja, Bali, 24 Agustus 1965

Pendidikan :
1. SDN No. 22 Singaraja, Bali (1977)
2. SMPN No. 2 Singaraja, Bali (1981)
3. SMA Laboratorium Universitas Udayana Singaraja Bali (1984)
4. Jurusan Fisika, FMIPA, UGM (S1, 1989)
5. Jurusan Fisika, Program Pascasarjana UGM (M.Sc., 1993)
6. Department of Physics, Monash University, Victoria, Australia (Ph.D., 1999)


Karir :
1. Staf dosen/peneliti di Laboratorium Fisika Atom dan Inti, Jurusan Fisika FMIPA UGM (September 1989 - Mei 1995)
2. Dosen Jurusan Fisika FMIPA UGM (1989 €“ sekarang)
3. Koordinator Grup Riset/Laboratorium Fisika Citra (Imaging Laboratory) Jurusan Fisika FMIPA UGM (Oktober 1999 €“ sekarang)
4. Dosen S2, Jurusan Fisika, Program Pascasarjana UGM (September 2000 €“ sekarang)


Kegiatan Lain :
1. Anggota Himpunan Fisika Indonesia
2. Anggota Asosiai Uji Tak Rusak Indonesia
3. Konsultan Peneliti Pusat Manajemen dan Bina Industri Batan, Serpong, Jawa Barat (2000 €“ sekarang)


Penghargaan :
1. Finalis Peneliti Muda Indonesia bidang Kedokteran (1993) 2. Monash Postgraduate Publication Award (1999) 3. Satyalancana Karya Satya 10 tahun (2001)

Keluarga :
Ayah : I Putu Wenten Ibu : Ni Made Setiari Istri : Ni Nyoman Trisnawati Anak : 1. Putu Dyah Paramitha 2. Made Widya Nugraha

Alamat Rumah :
Pujowinatan PA I/739, Yogyakarta, 55112. HP: 08122728458

Alamat Kantor :
Jurusan Fisika FMIPA UGM, Sekip Utara, Yogyakarta 55281. Telepon 0274-902383. Faksimile : 0274-513339, 545185

 

Gede Bayu Suparta


Mau membuat bom! Itu ucapan yang terlontar dari mulut Gede Bayu Suparta kepada seorang pamannya. Wajar, ia sulit menjelaskan mengapa ia memilih memasuki Jurusan Fisika Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta kepada pamannya itu. Mungkin, sang paman terheran-heran mengapa kemenakannya tidak memilih menjadi dokter -- yang lebih popular dan langsung terbayangkan hasilnya secara finansial.

Itu terjadi saat ia tamat SMA Laboratorium Universitas Udayana Singaraja, Bali. Termasuk dalam peringkat sepuluh besar di sekolahnya, ia melenggang masuk UGM tanpa masalah, berkat lolos Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK). Tujuannya sejati studi fisika tentunya bukan membuat bom untuk perang atau aksi teror, tapi menciptakan sesuatu yang lebih berguna: CT Scanner, alat pelacak luka atau cedera di kepala. Kini ia berjuluk pakar tomologi Indonesia.

Berbinar-binar mata doktor lulusan Monash University, Victoria, Australia ini menceritakan penemuannya. Alat temuannya itu dapat menemukan bentuk hexagonal dan paralel yang bisa mempersingkat pemeriksaan medis, lantaran mampu menghasilkan gambar sumber penyakit pada tubuh penderita. Yang istimewa, alat buatannya tidak semahal peralatan sejenis yang diimpor dari luar. €œTeknologi ini eksklusif, karena orang Barat tak mau melakukan alih teknologi, sekaligus berbahaya karena melibatkan X-ray, dan mahal,€ papar Gede Bayu Suparta.

Kecintaannya pada fisika dan penelitian membuat Gede berkomitmen membongkar rahasia teknologi CT Scanner yang eksklusif itu. Salah satu ruang besar di jurusan fisika UGM, yang biasa dipakai bermain bola, ia sulap menjadi laboratorium. Dengan dana cekak ia lengkapi peralatan laboratorium yang ada dengan alat-alat tomografi dan komputer. €œIni komitmen. Saya sudah disekolahkan negara dan saya harus melakukan sesuatu untuk negara sebagai balas jasa,€ katanya. Praktis selama dua tahun pertama laboratorium itu tak didanai pemerintah.

Gede tidak sendirian dalam menekuninya. Pada 1999 ia membangun sebuah tim beranggotakan empat lulusan S2 dan sepuluh lulusan S1 sebagai mitra riset. Ia tak memaksakan mereka mampu menelurkan alat tomologi dalam waktu singkat. €œItu tak mungkin,€ katanya, yang mempelajari tomologi selama 12 tahun. Toh melalui kerja serius, grup risetnya berhasil menciptakan alat itu dalam waktu tiga tahun.

Lelaki kelahiran Singaraja, Bali, itu memilih fisika begitu ia jatuh hati pada kesan pertama €“ pada fisika teori maupun fisika terapan. Putra pasangan I Putu Wenten dan Ni Made Setiari ini memang mendambakan dirinya menjadi ilmuwan, seperti para idolanya: Einstein, Enrico Fermin, dan Habibie.

Terlahir dari keluarga yang menjunjung tinggi pendidikan, anak pertama dari lima bersaudara yang seluruhnya laki-laki itu memang keturunan pendidik. Kakek dari pihak ayah maupun ibunya adalah guru. Saudara-saudara ayahnya juga guru semua. Ayahnya, petugas Pajak Bumi dan Bangunan, mendidiknya dengan kesabaran dan penuh penalaran. €œBila ibu orang keras dan disiplin dalam mendidik, ayah lunak,€ terangnya.

Ayahnya tak pernah mengarahkannya secara instruksional, tetapi lebih pada pemberian contoh dan teladan. Misalnya, ayahnya menggunting profil tentang Habibie, kemudian memberitahu kepadanya siapa dia. Bila ayahnya mengharapkan Gede kuliah di UGM, itu pun tak langsung ia mengatakannya. Tapi ia memberitahukan tentang adanya kampus tertua di Asia Tenggara, yang berada di Yogyakarta. €œHal-hal semacam itu menggugah perasaan dan mendorong tekad saya untuk meraihnya,€ kenang ayah dari Putu Dyah Paramitha dan Made Widya Nugraha ini.

Gede menikahi Ni Nyoman Trisnawati pada 1988. Selagi mahasiswa, mereka berkenalan dan saling jatuh cinta, yang tumbuh dan berakar saat keduanya aktif dalam kegiatan organisasi mahasiswa Hindu. Waktu itu, Gede adalah ketua Perkumpulan Hindu Bali Persada. Dari mula segan-segan karena sifat pemalunya terhadap perempuan, akhirnya ia nyatakan juga perasaannya. €œKami pacaran selama empat tahun dan menikah 1988,€ ungkap mantan finalis Peneliti Muda Indonesia bidang Kedokteran ini.

Seperti yang diterapkan ibunya, Gede mendidik anaknya dengan disiplin yang cukup keras -- sehingga anak-anaknya menjulukinya €œPapa yang Galak€. Repotnya ia masih tinggal bersama mertuanya, sehingga anak-anaknya kerap mengadu kepada kakek dan neneknya bila mereka dimarahinya. €œTetapi syukurlah, keluarga istri saya akhirnya mengerti bahwa pendidikan anak itu penting dan yang paling bertanggung jawab adalah orang tuanya sendiri. Mereka tidak pun ikut campur,€ ujarnya.

Ia berharap orang Indonesia mampu menyejajarkan teknologinya sejajar dengan bangsa-bangsa Barat. Menurutnya proyek penilitian tak usah lagi melalui proposal, yang lalu diseleksi dan hasialnya dibeli pemerintah. Tapi di balik. Peneliti membuat karya, hasilnya kemudian dibeli. Dengan demikian, peneliti dan masyarakat dapat sama diuntungkan oleh penemuan-penemuan mereka.

Kegiatan penggemar yoga ini belakangan disibukkan dengan pembuatan CT Scanner yang dapat mengetahui tingkat kelapukan pohon, sehingga penebangannya bisa dilakukan pada waktu yang tepat. Jika penemuannya berhasil, tak perlu lagi ada pohon rubuh sendiri menimpa orang, rumah, dan kenderaan yang berada di bawahnya.

Copyright PDAT 2004

comments powered by Disqus

 


GANDHI | GATOT Achmad Safari Amrih | GATOT SOEHERMAN | GEDE PUDJA | GEDONG BAGOES OKA | GEORGE ADRIAAN DE NEVE | GERARDUS MAYELA SUDARTA | GHEA SUKASAH | GOENAWAN PARTOWIDIGDO | GOENAWAN SUSATYO MOHAMAD | GOPE T. SAMTANI | GREGORIUS SIDHARTA SOEGIYO | GREGORIUS SUGIHARTO | GUFRAN DWIPAYANA | GUNAWAN SIMON | GUNO SAMEKTO | GUSTAAF HENDRIK MANTIK | Garin Nugroho | Gede Bayu Suparta | Graito Usodo | Gusnaldi


Arsip Apa dan Siapa Tempo ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq