A | B | C | D | E | F | G | H | I | J | K | L | M | N | O | P | R | S | T | U | V | W | Y | Z

Waldjinah




Nama :
Waldjinah

Lahir :
Solo, Jawa Tengah, 7 November 1945

Agama :
Islam

Pendidikan :
- SD Tugu Lilin Solo
- SMP Ketelan Solo


Karir :
Penyanyi langgam Jawa dan keroncong sejak usia 12 tahun hingga sekarang

Penghargaan :
- Pemenang Ratu Kebon Kacang 1958 - Pemenang Bintang Radio 1965 - Anugerah Seni Jawa Tengah 2002

Keluarga :
Ayah : Wiryo Rahardjo Ibu : Ibu Wiryo Suami : Hadiyanto Anak : 1. Bambang H. 2. Erlangga 3. Ari Mulyono 4. Bintang N.

Alamat Rumah :
Jalan Parang Cantel 31, Mangkuyudan, Solo

 

Waldjinah


Yen ing tawang ana lintang, Cah Ayu.... Langgam Jawa ciptaan Andjar Any itu melambungkan nama Waldjinah, 1960-an, selain Walang Kekek yang sempat booming pula. Sebagai penyanyi keroncong dan langgam, ia telah menerima berbagai penghargaan , termasuk yang terbaru: Anugerah Seni Jateng 2002. Waldjinah tidak hanya dikenal di dalam negeri, tapi juga di Jepang -- ia sering bolak-balik ke sana. Mungkin itu disebabkan musik keroncong sama dengan hana di Negeri Sakura sana. €œSambutan dan penghargaan mereka sangat tinggi,€ ujar Waldjinah.

Ia memilih keroncong dan langgam, €œKarena pada dasarnya suara saya sesuai dengan keroncong dan langgam,€ ujarnya. Tapi itu bukan berarti ia tidak bisa menyanyikan lagu pop. Ia pernah menyanyi duet bersama penyanyi pop terkenal Chrisye. Bahkan, belakangan ini ia mendapat tawaran berduet dengan Edo Kondologit, juga penyanyi pop.

Bungsu dari sepuluh bersaudara ini berasal dari keluarga tidak mampu. Ayahnya, Wiryo Rahardjo, yang asli Solo, Jawa Tengah, bekerja sebagai buruh batik. Waldjinah sendiri hanya bersekolah sampai SMP. Sejak kecil, ia senang menyanyi. Ketika duduk di SD, ia selalu menjadi wakil sekolah dalam perlombaan menyanyi. Pada umur 12 tahun, 1958, Waldjinah memenangi lomba Ratu Kebon Kacang, yang kemudian -- karena bisa menyanyi dengan baik -- ia ditarik ke paduan suara milik TNI AD di Solo.

Selanjutnya, Waldjinah diajak bergabung ke RRI Solo, dan sempat menjadi pegawai honorer. Akhirnya, dengan profesinya sebagai penyanyi itu, ia mampu menghidupi keluarganya. Dan ayahnya€”yang semula tidak senang si bungsu jadi penyanyi€”akhirnya merestui.

Suatu ketika, di tahun 1965, pada saat hamil, Waldjinah mengikuti lomba bintang radio di Jakarta. Ketika memenangi juara pertama, Presiden Sukarno berpesan kalau anaknya lahir diberi nama Bintang. Waldjinah pun menuruti saran Bung Karno.

Pada waktu pentas di Purwokerto, saat Walang Kekek sedang ngetop-ngetop-nya, saking gemasnya para penonton dari kampung-kampung mencubitinya sehingga kebayanya robek. Terpaksa Waldjinah masuk kamar, mengganti kebayanya dan merapikan sanggulnya, lalu ia melompat lewat jendela belakang menuju panggung.

Pengalaman yang lebih jelek adalah ketika beratus-ratus kasetnya dicetak dan diubah ke dalam bentuk compact disk, tapi tak sepeser pun ia terima hasil dari cetak ulang tersebut. Makanya, ia memberi saran kepada penyanyi yang lebih muda: €œBacalah surat perjanjian dengan benar.€ Bagaimana soal pembajakan? €œPembajakan terjadi karena harga kaset atau CD tidak terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah,€ katanya.

€œSaya menikah dua kali,€ tutur Waldjinah. Pertama, pada usia 15 tahun, 1960-an. €œPada usia 20 tahun anak saya sudah lima,€ ujarnya lagi. Salah satu anak perempuannya meninggal. Setelah suami pertama meninggal, 1988, ia menikah lagi dengan Hadiyanto. Kini Waldjinah memiliki lima cucu. Keempat anaknya tidak ada yang mengikuti jejak ibunya. €œSaya membebaskan mereka memilih jalan hidup,€ katanya.

Di usianya yang sudah kepala lima, Waldjinah masih tampak cantik dan segar. Resepnya: disiplin dalam pemakaian bedak, selalu membawa peralatan kosmetik sendiri walau hendak tampil di televisi, tidak pinjam ataupun meminjamkan kosmetik kepada orang lain, jika tidur tanpa rias sedikit pun, dan minum jamu secara teratur. €œYang terpenting jauhi stres dan jalani hidup dengan sebaik-baiknya,€ nenek yang sudah bergelar hajah ini menambahkan.

Hobinya membaca buku silat, seperti cerita silat karya Kho Ping Ho dan Api di Bukit Menoreh punya S.H. Mintardja, selain cerita silat Cina. Obsesinya, ia ingin sekali mendirikan sekolah musik khusus keroncong. Ini disulut kekhawatirannya bahwa jenis musik ini akan hilang. Warna kebaya kesukaannya adalah merah jambu, oranye, dan hitam. Katanya, warna oranye bisa menghilangkan kesan raut muka yang lelah. Ia menjahit sendiri kebayanya, dengan bahan kain yang tidak mahal.

Copyright PDAT 2004

comments powered by Disqus

 


W.A.F.J. TUMBELAKA | WAHONO | WANG SUWANDI | WARDOYO | WARINO LESTANTO | WIDARTI GOENAWAN | WIDJOJO Nitisastro | WIDODO SUKARNO | WIJARSO | WILLEM JOHAN WAWOROENTOE | WILLIAM SOERYADJAYA | WILLIBRORDUS SURENDRA BROTO RENDRA | WILLY MOENANDIR MANGOENDIPRODJO | WIM KALONA | WIM UMBOH (ACHMAD SALIM) | WIRATMO SOEKITO | Wahyu Hidayat | Waldjinah | Widjanarko Puspoyo | Widodo Adi Sutjipto | Wimar Witoelar | Wynne Prakusya


Arsip Apa dan Siapa Tempo ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq