Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara

Artikel ini merupakan isi dari Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara.

Daftar Isi

Ketentuan Umum

  1. Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan, dan membayar/menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang negara/daerah.
  2. Tim Penyelesaian Kerugian Negara (TPKN), adalah tim yang menangani penyelesaian kerugian negara yang diangkat oleh pimpinan instansi yang bersangkutan.
  3. Kerugian negara adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
  4. Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) adalah surat keterangan yang menyatakan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa yang bersangkutan bertanggung jawab atas kerugian negara yang terjadi dan bersedia mengganti kerugian negara dimaksud.
  5. Surat Keputusan Pembebanan Sementara (SKPS) adalah surat keputusan yang dikeluarkan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala badan-badan lain/gubernur/bupati/walikota tentang pembebanan penggantian sementara atas kerugian negara sebagai dasar untuk melaksanakan sita jaminan.
  6. Surat Keputusan Penetapan Batas Waktu (SK-PBW) adalah surat keputusan yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang pemberian kesempatan kepada bendahara untuk mengajukan keberatan atau pembelaan diri atas tuntutan penggantian kerugian negara.
  7. Surat Keputusan Pencatatan (SKPc) adalah surat keputusan yang dikeluarkan oleh BPK tentang proses penuntutan kasus kerugian negara untuk sementara tidak dapat dilanjutkan.
  8. Surat Keputusan Pembebanan (SKP) adalah surat keputusan yang dikeluarkan oleh BPK yang mempunyai kekuatan hukum final tentang pembebanan penggantian kerugian negara terhadap bendahara.
  9. Surat Keputusan Pembebasan (SKPb) adalah surat keputusan yang dikeluarkan oleh BPK tentang pembebasan bendahara dari kewajiban untuk mengganti kerugian negara karena tidak ada unsur perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
  10. Instansi adalah departemen/kementerian negara/lembaga pemerintah nondepartemen/sekretariat lembaga negara/pemerintah daerah propinsi/kabupaten/kota dan lembaga lain yang mengelola keuangan negara.
  11. Pimpinan Instansi adalah menteri/pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen/sekretaris jenderal lembaga negara/pimpinan lembaga lain/gubernur/bupati/walikota.
  12. Satuan kerja (satker) adalah instansi vertikal dan/atau unit pelaksana teknis dari suatu departemen/kementerian negara/lembaga/badan dan/atau satuan kerja perangkat daerah (SKPD).

Penyebab Kerugian Negara

Perbuatan melawan hukum atau kelalaian yang dilakukan oleh bendahara disebabkan antara lain sebagai berikut:

  1. Kesalahan menghitung uang atau surat berharga, barang, dan dokumen pada waktu menerima, menyimpan, dan mengeluarkan.
  2. Kelalaian dalam melakukan verifikasi dokumen penagihan yang menyebabkan dokumen tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan.
  3. Menyimpan uang atau barang tidak pada tempatnya yang aman, sehingga memungkinkan terjadinya kehilangan.
  4. Menyimpan barang yang menjadi tanggung jawabnya tidak sesuai dengan peraturan atau petunjuk cara penyimpanan sehingga memungkinkan adanya kerusakan barang dari pengaruh alam atau hal-hal lainnya.
  5. Kesalahan atau kelalaian sehingga terjadi penyimpangan pembukuan atau dokumen.
  6. Kesalahan atau kelalaian yang menguntungkan pihak lain.
  7. Kelalaian dalam membuat pertanggungjawaban.
  8. Kelalaian tidak menagih kepada wajib setor atau kelalaian tidak menagih pajak kepada wajib pajak.
  9. Kesalahan membayar kepada yang tidak berhak.

Informasi Dan Verifikasi Kerugian Negara

Sumber Informasi Kerugian Negara

Informasi tentang kerugian negara dapat diketahui dari :

  1. pemeriksaan BPK.
    Hasil pemeriksaan BPK dituangkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK. LHP tersebut merupakan informasi tentang kerugian negara.
  2. pengawasan aparat pengawasan fungsional.
    Pengawasan aparat pengawasan fungsional/internal pemerintah dilakukan oleh Itjen Kementerian Negara/Lembaga dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Apabila dalam pelaksanaan pengawasan fungsional ditemukan/diduga terdapat kerugian negara, maka pengungkapan kerugian negara tersebut dilakukan segera pada kesempatan pertama.
  3. pengawasan dan/atau pemberitahuan atasan langsung bendahara atau kepala kantor/satker.
    Kepala satker wajib melaporkan setiap kerugian negara kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan memberitahukan kepada BPK paling lambat 7 hari kerja setelah kerugian negara diketahui.
  4. perhitungan ex officio.[1]
    Dalam hal Bendahara lalai membuat pertanggungjawaban pengelolaan keuangan, berada dalam pengampuan, melarikan diri, atau meninggal dunia, dan tidak dapat segera dilakukan pengujian/pemeriksaan kas, maka harus dibuatkan perhitungan secara ex-officio. Perhitungan yang dibuat secara ex-officio adalah perhitungan yang dibuat oleh orang lain (bukan Bendahara bersangkutan), yaitu pejabat yang ditunjuk oleh Kepala satker setempat. Bila dalam perhitungan yang dibuat secara ex-officio tersebut terdapat kerugian negara, maka kekurangan itu menjadi tanggung jawab Bendahara bersangkutan.

Selain informasi di atas, sumber informasi kerugian negara dapat diperoleh dari pengawasan/pengaduan masyarakat serta media massa dan media elektronik. Informasi kerugian negara tersebut wajib dikelola oleh masing-masing kepala satker. Setiap kepala satker wajib meneliti apakah informasi yang diterima tersebut berhubungan dengan kekayaan negara yang diurus/menjadi tanggung jawabnya. Apabila informasi tersebut berhubungan dengan kekayaan negara yang diurus/menjadi
tanggung jawabnya, maka kepala satker wajib meneliti kembali apakah hal tersebut telah memenuhi syarat untuk ditindaklanjuti dalam rangka proses penyelesaian kerugian negara.

Tim Penyelesaian Kerugian Negara

Pimpinan instansi wajib membentuk Tim Penyelesaian Kerugian Negara (TPKN). TPKN terdiri atas:

  1. sekretaris jenderal/kepala kesekretariatan badan-badan lain/sekretaris daerah provinsi/kabupaten/kota sebagai ketua;
  2. inspektur jenderal/kepala satuan pengawasan internal/inspektur provinsi/kabupaten/kota sebagai wakil ketua;
  3. kepala biro/bagian keuangan/kepala badan pengelola keuangan daerah sebagai sekretaris;
  4. personil lain yang berasal dari unit kerja di bidang pengawasan, keuangan, kepegawaian, hukum, umum, dan bidang lain terkait sebagai anggota;
  5. sekretariat.

Tugas dan Fungsi TPKN

TPKN bertugas membantu pimpinan instansi dalam memproses penyelesaian kerugian negara terhadap bendahara yang pembebanannya akan ditetapkan oleh BPK.

Dalam rangka melaksanakan tugas dimaksud, TPKN menyelenggarakan fungsi untuk:

  1. menginventarisasi kasus kerugian negara yang diterima;
  2. menghitung jumlah kerugian negara;
  3. mengumpulkan dan melakukan verifikasi bukti-bukti pendukung bahwa bendahara telah melakukan perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai sehingga mengakibatkan terjadinya kerugian negara;
  4. menginventarisasi harta kekayaan milik bendahara yang dapat dijadikan sebagai jaminan penyelesaian kerugian negara;
  5. menyelesaikan kerugian negara melalui SKTJM;
  6. memberikan pertimbangan kepada pimpinan instansi tentang kerugian negara sebagai bahan pengambilan keputusan dalam menetapkan pembebanan sementara;
  7. menatausahakan penyelesaian kerugian negara;
  8. menyampaikan laporan perkembangan penyelesaian kerugian negara kepada pimpinan instansi dengan tembusan disampaikan kepada BPK.

Tim Ad Hoc Penyelesaian Kerugian Negara

Apabila dipandang perlu, kepala satker dapat membentuk tim ad hoc untuk menyelesaikan kerugian negara yang terjadi pada satker yang bersangkutan. Tim ad hoc melakukan pengumpulan data/informasi dan verifikasi kerugian negara berdasarkan penugasan dari kepala satker. Kepala satker melaporkan pelaksanaan tugas tim ad hoc kepada pimpinan instansi yang bersangkutan dengan tembusan kepada TPKN untuk diproses lebih lanjut.

Verifikasi dimaksudkan untuk memperoleh kepastian mengenai:

  1. jumlah/besarnya kerugian negara;
  2. pihak-pihak yang harus bertanggungjawab atas terjadinya kerugian negara; dan
  3. bukti-bukti tertulis yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mendukung kedua hal di atas.

Hasil penelitian dituangkan dalam bentuk Laporan Hasil Pemeriksaan/Berita Acara Pemeriksaan/Penelitian.

Tim ad hoc mempunyai tugas:

  1. menghimpun data, dokumen dan bukti lain serta informasi terdiri atas:
    1. kronologis terjadinya kerugian negara;
    2. waktu dan tempat terjadinya kerugian negara;
    3. identitas Bendahara yang diduga mengakibatkan kerugian negara; dan
    4. data obyek kerugian negara.
  2. melakukan analisis dan verifikasi data, bukti dan dokumen serta kelengkapan lainnya yang mengarah kepada pembuktian terjadinya kerugian negara.
  3. menyusun laporan pelaksanaan tugas kepada kepala satuan kerja.

 

Laporan, Pemberitahuan, dan Tindak Lanjut atas Kasus Kerugian Negara

  • Atasan langsung bendahara atau kepala satker wajib melaporkan setiap kerugian negara kepada pimpinan instansi dan memberitahukan BPK selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah kerugian negara diketahui.
  • Pemberitahuan dimaksud dilengkapi sekurang-kurangnya dengan dokumen Berita Acara Pemeriksaan Kas/Barang.
  • Bentuk dan isi surat pemberitahuan kepada BPK tentang kerugian negara dibuat sesuai dengan Lampiran I Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007.
  • Pimpinan instansi segera menugasi TPKN untuk menindaklanjuti setiap kasus kerugian negara selambat-lambatnya 7 hari sejak menerima laporan.

Pengumpulan Dokumen dan Pencatatan Kerugian Negara

  1. TPKN mengumpulkan dan melakukan verifikasi dokumen-dokumen, antara lain sebagai berikut:
    1. surat keputusan pengangkatan sebagai bendahara atau sebagai pejabat yang melaksanakan fungsi kebendaharaan;
    2. berita acara pemeriksaan kas/barang;
    3. register penutupan buku kas/barang;
    4. surat keterangan tentang sisa uang yang belum dipertanggungjawabkan dari Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran;
    5. surat keterangan bank tentang saldo kas di bank bersangkutan;
    6. fotokopi/rekaman buku kas umum bulan yang bersangkutan yang memuat adanya kekurangan kas;
    7. surat tanda lapor dari kepolisian dalam hal kerugian negara mengandung indikasi tindak pidana;
    8. berita acara pemeriksaan tempat kejadian perkara dari kepolisian dalam hal kerugian negara terjadi karena pencurian atau perampokan;
    9. surat keterangan ahli waris dari kelurahan atau pengadilan.
  2. TPKN mencatat kerugian negara dalam daftar kerugian negara.
  3. Daftar kerugian negara dibuat sesuai dengan Lampiran II Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007.

Penyelesaian Verifikasi Dokumen dan Pembebastugasan Bendahara

  1. TPKN harus menyelesaikan verifikasi dokumen dalam waktu 30 hari sejak memperoleh penugasan.
  2. Selama dalam proses penelitian, bendahara dibebastugaskan sementara dari jabatannya.
  3. Mekanisme pembebastugasan dan penunjukan bendahara pengganti ditetapkan oleh instansi masing-masing.

Laporan Hasil Verifikasi Kerugian Negara (LHVKN)

  1. TPKN melaporkan hasil verifikasi dalam Laporan Hasil Verifikasi Kerugian Negara (LHVKN) dan menyampaikan kepada pimpinan instansi.
  2. Pimpinan instansi menyampaikan Laporan Hasil Verifikasi Kerugian Negara dimaksud kepada BPK selambat-lambatnya 7 hari sejak diterima dari TPKN dengan dilengkapi dokumen-yang diverifikasi.

Pemeriksaan LHVKN

  1. BPK melakukan pemeriksaan atas laporan kerugian negara berdasarkan laporan hasil penelitian (verifikasi) untuk menyimpulkan telah terjadi kerugian negara yang meliputi nilai kerugian negara, perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai, dan penanggung jawab.
  2. Apabila dari hasil pemeriksaan dimaksud terbukti ada perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai, BPK mengeluarkan surat kepada pimpinan instansi untuk memproses penyelesaian kerugian negara melalui Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM).
  3. Apabila dari hasil pemeriksaan ternyata tidak terdapat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai, BPK mengeluarkan surat kepada pimpinan instansi agar kasus kerugian negara dihapuskan dan dikeluarkan dari daftar kerugian negara.

Bendahara Mampu dan Bendahara Tidak Mampu

Berdasarkan informasi kerugian negara, kepala satker melakukan pemeriksaan kas/surat berharga/barang yang dikelola atau dikuasai oleh bendahara. Dalam pemeriksaan tersebut dapat terjadi dua kondisi terhadap bendahara yaitu Bendahara Mampu Bertanggung Jawab dan Bendahara di Bawah Pengampuan/Berhalangan Tetap/Melarikan Diri/Meninggal Dunia.

Bendahara Mampu Bertanggung Jawab

Pengungkapan pertama pada kasus kerugian negara pada umumnya tidak/belum cukup memberikan data/bukti yang kuat untuk keperluan suatu tuntutan perbendaharaan, maka langkah yang perlu dilakukan oleh kepala satker adalah membebastugaskan sementara Bendahara dari jabatannya dan segera mengadakan penelitian dan mengumpulkan bahan bukti tertulis untuk melengkapi laporan yang akan disampaikan, meliputi:

  1. Peristiwa terjadinya kerugian negara (jelaskan penyebab/bila terjadinya kerugian negara).
  2. Jumlah kerugian negara yang pasti yang dapat diketahui dari perhitungan bendahara.
  3. Siapa saja yang tersangkut (Bendahara, pejabat, pegawai maupun pihak ketiga) dengan melengkapi jawaban.
  4. Unsur salah (besar/kecilnya kesalahan) dari masing-masing pihak (penilaian oleh Kepala Satuan Kerja).
  5. Keterangan lain yang dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian adanya kerugian negara (misalnya adanya Keputusan Hakim, jumlah yang telah diganti dan sebagainya).

Kepala satker wajib menyimpan bukti-bukti/berkas-berkas yang berkaitan dengan kerugian negara tersebut.

b. Bendahara di Bawah Pengampuan/Berhalangan Tetap/Melarikan Diri/Meninggal Dunia

Apabila Bendahara di bawah pengampuan/berhalangan tetap/melarikan diri/meninggal dunia sehingga tidak dapat segera dilakukan pengujian/pemeriksaan kas, maka untuk menjaga kepentingan negara Kepala Satuan Kerja melakukan tindakan sebagai berikut:

  1. Mengamankan:
    1. Buku Kas Umum/Buku Persediaan diberi garis penutup;
    2. Semua buku dan bukti-bukti lain disimpan di dalam lemari dan disegel;
    3. Brankas/tempat penyimpanan uang/gudang/tempat penyimpanan barang disegel.
    4. Tindakan untuk menjamin kepentingan negara dengan penyegelan tersebut dilakukan dengan membuat Berita Acara Penyegelan dengan disaksikan oleh paling kurang 2 orang pegawai pada satker bersangkutan.
  2. Membentuk Tim Ex-Officio
    Kepala satker membentuk Tim yang secara ex-officio mempunyai tugas membuat perhitungan dengan melakukan pemeriksaan kas/gudang dan penutupan buku kas/buku persediaan dan menyelesaikan laporan/pertanggungjawaban perhitungan secara ex-officio. Pengertian perhitungan ex-officio adalah suatu perhitungan perbendaharaan yang dilakukan oleh pejabat ex-officio apabila bendahara meninggal dunia, melarikan diri, dibawah pengampuan atau tidak membuat pertanggungjawaban dan telah ditegur oleh atasan langsungnya namun sampai batas waktu yang diberikan bendahara yang bersangkutan tidak membuat perhitungan dan pertanggungjawaban.
    Dalam melaksanakan tugasnya sedapat mungkin Tim memberikan kesempatan kepada keluarga terdekat atau pengampu atau ahli waris bendahara atau mereka yang memperoleh hak untuk melihat/memeriksa buku-buku dan bukti-bukti mengenai pengurusan bendahara bersangkutan. Yang dimaksud ahli waris disini adalah seseorang yang menggantikan kedudukan pewaris terhadap warisan berkenaan dengan hak, kewajiban, dan tanggungjawab untuk sebagian atau seluruhnya.
  3. Membantu pejabat pembuat perhitungan secara ex-officio dalam pembuatan perhitungan tersebut.
  4. Memberitahukan hasil perhitungan ex-officio kepada pengampu (wali) atau ahli waris atau mereka yang memperoleh hak peninggalan.
  5. Menunjuk bendahara pengganti sementara guna kelancaran tugas sehari-hari. Sebelum bendahara pengganti melaksanakan tugas diadakan serah terima dari Tim Ex-Officio kepada bendahara.
  6. Segera melaporkan penunjukan bendahara pengganti sementara kepada Menteri/Pimpinan Lembaga secara berjenjang dan mengajukan usulan penggantian bendahara kepada Menteri/Pimpinan Lembaga.
  7. Menyampaikan perhitungan ex-officio dan jawaban dari pengampu (wali) atau ahli waris atau mereka yang memperoleh hak peninggalan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga secara berjenjang.

Hasil pemeriksaan tersebut dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Kas/Surat Berharga/Barang. Selanjutnya Kepala Satuan Kerja melaporkan kasus kerugian negara dilampiri Berita Acara Pemeriksaan Kas/Surat Berharga/Barang kepada Menteri/Pimpinan Lembaga serta memberitahukannya kepada BPK selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah kasus kerugian negara diketahui.

Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak

Pembuatan SKTJM

  1. Pimpinan instansi memerintahkan TPKN mengupayakan agar bendahara bersedia membuat dan menandatangani Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) paling lambat 7 hari setelah menerima surat dari BPK.
  2. Dalam hal bendahara menandatangani SKTJM, maka yang bersangkutan wajib menyerahkan jaminan kepada TPKN, antara lain dalam bentuk dokumen-dokumen sebagai berikut :
    1. bukti kepemilikan barang dan/atau kekayaan lain atas nama bendahara;
    2. surat kuasa menjual dan/atau mencairkan barang dan/atau kekayaan lain dari
      bendahara.
  3. SKTJM yang telah ditandatangani oleh bendahara tidak dapat ditarik kembali.
  4. Surat kuasa menjual dan/atau mencairkan barang dan/atau harta kekayaan yang dijaminkan berlaku setelah BPK mengeluarkan surat keputusan pembebanan.
  5. Bentuk dan isi SKTJM dibuat sesuai dengan Lampiran III Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007.

Penggantian Kerugian Negara

  1. Penggantian kerugian negara dilakukan secara tunai selambat-lambatnya 40 hari kerja sejak SKTJM ditandatangani.
  2. Apabila bendahara telah mengganti kerugian negara, TPKN mengembalikan bukti kepemilikan barang dan surat kuasa menjual.

Penjualan Harta yang Dijaminkan

Dalam rangka pelaksanaan SKTJM, bendahara dapat menjual dan/atau mencairkan harta kekayaan yang dijaminkan, setelah mendapat persetujuan dan di bawah pengawasan TPKN.

Pelaporan dan Pemberitahuan SKTJM

  1. TPKN melaporkan hasil penyelesaian kerugian negara melalui SKTJM atau surat pernyataan bersedia mengganti kerugian negara kepada pimpinan instansi.
  2. Pimpinan instansi memberitahukan hasil penyelesaian kerugian negara melalui SKTJM atau surat pernyataan bersedia mengganti kerugian negara dimaksud kepada BPK selambat-lambatnya 7 hari sejak menerima laporan TPKN.
  3. Dalam hal bendahara telah mengganti kerugian negara, BPK mengeluarkan surat rekomendasi kepada pimpinan instansi agar kasus kerugian negara dikeluarkan dari daftar kerugian negara.

Kasus Kerugian Negara Hasil Pemeriksaan BPK

Dalam hal kasus kerugian negara diperoleh berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa (yang bekerja untuk dan atas nama) BPK dan dalam proses pemeriksaan tersebut bendahara bersedia mengganti kerugian secara sukarela, maka bendahara membuat dan menandatangani SKTJM di hadapan pemeriksa BPK.

Contoh Informasi Kerugian Negara dari Pemeriksaan BPK

Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2013 (Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan) menyebutkan:

  1. Kekurangan volume pekerjaan dan tidak sesuai spesifikasi atas Belanja Barang sebesar Rp26.158.026.919,64 terjadi pada 24 KL dan atas Belanja Modal sebesar Rp83.187.043.322,67 terjadi pada 37 KL.
  2. Perbedaan spesifikasi atas Belanja Barang sebesar Rp116.238.700,00 terjadi pada dua KL dan atas Belanja Modal sebesar Rp15.981.743.305,97 terjadi pada 12 KL.
  3. Pemahalan harga dari prosedur pengadaan yang tidak sesuai ketentuan pada Belanja Modal sebesar Rp13.655.909.510,47 terjadi pada 8 KL.
  4. Pembayaran 100% atas pekerjaan yang belum selesai pada akhir tahun tidak didukung dengan Bank Garansi dan/atau Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) sebesar Rp71.666.033.682,21 pada terjadi dua KL yaitu Kementerian Dalam Negeri sebesar Rp65.958.981.041,79 dan Kementerian Koperasi dan UKM sebesar Rp5.707.052.640,42.
  5. Terdapat pemutusan kontrak tanpa ada pencairan jaminan pelaksanaan dan/atau jaminan uang muka pada Belanja Modal sebesar Rp15.357.987.379,00 terjadi pada 10 KL.
  6. Selain permasalahan-permasalahan tersebut, terdapat permasalahan kelebihan bayar lainnya pada Belanja Barang sebesar Rp56.710.940.203,07 terjadi pada 17 KL diantaranya sebesar Rp30.777.894.616,84 terjadi di Kementerian Komunikasi dan Informatika berupa kelebihan bayar pada pekerjaan Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) dan Mobil Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK).
  7. Selain itu terdapat kelebihan bayar pada Belanja Modal sebesar Rp48.342.528.473,98 terjadi pada sepuluh KL, diantaranya sebesar Rp19.765.741.013,00 adalah kelebihan bayar di Kementerian Badan Usaha Milik Negara sebesar Rp2.878.850.790,00 dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebesar Rp16.886.890.223,00.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Presiden untuk memerintahkan para Menteri/Kepala Lembaga agar melakukan pengenaan dan penagihan denda atas kerugian negara kepada pihak yang bertanggung jawab dan memberikan sanksi dan melakukan upaya hukum terkait indikasi tindakan melawan hukum dan merugikan negara.

Pembebanan Kerugian Negara Sementara

Penerbitan Surat Keputusan Pembebanan Sementara

  1. Dalam hal SKTJM tidak diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian negara, pimpinan instansi mengeluarkan Surat Keputusan Pembebanan Sementara (SKPS) dalam jangka waktu 7 hari sejak bendahara tidak bersedia menandatangani SKTJM.
  2. Pimpinan instansi memberitahukan surat keputusan pembebanan sementara kepada BPK.
  3. Bentuk dan isi SKPS dibuat sesuai dengan Lampiran IV Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007.

Sita Jaminan

  1. SKPS mempunyai kekuatan hukum untuk melakukan sita jaminan.
  2. Pelaksanaan sita jaminan dimaksud diajukan oleh instansi yang bersangkutan kepada instansi yang berwenang melakukan penyitaan selambat-lambatnya 7 hari setelah diterbitkannya surat keputusan pembebanan sementara.
  3. Pelaksanaan sita jaminan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penetapan Batas Waktu

  1. BPK mengeluarkan Surat Keputusan Penetapan Batas Waktu (SK-PBW) apabila:
    1. BPK tidak menerima LHVKN dari pimpinan instansi; dan
    2. Berdasarkan pemberitahuan pimpinan instansi tentang pelaksanaan SKTJM, ternyata bendahara tidak melaksanakan SKTJM.
  2. SK-PBW disampaikan kepada bendahara melalui atasan langsung bendahara atau kepala kantor/satker dengan tembusan kepada pimpinan instansi dengan tanda terima dari bendahara.
  3. Tanda terima dari bendahara disampaikan kepada BPK oleh atasan langsung bendahara atau kepala kantor/satker selambat-lambatnya 3 hari kerja sejak SK-PBW diterima bendahara.
  4. Bentuk dan isi SK-PBW dibuat sesuai dengan Lampiran V Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007.

Keberatan atas Penetapan Batas Waktu

  1. Bendahara dapat mengajukan keberatan atas SK-PBW kepada BPK dalam waktu 14 hari kerja setelah tanggal penerimaan SK-PBW yang tertera pada tanda terima.
  2. BPK menerima atau menolak keberatan bendahara dalam kurun waktu 6 bulan sejak surat keberatan dari bendahara tersebut diterima oleh BPK.

Pembebanan Kerugian Negara

Penerbitan dan Penyampaian Surat Keputusan Pembebanan

  1. BPK mengeluarkan Surat Keputusan Pembebanan (SKP) apabila:
    1. jangka waktu untuk mengajukan keberatan telah terlampaui dan bendahara tidak mengajukan keberatan; atau
    2. bendahara mengajukan keberatan tetapi ditolak; atau
    3. telah melampaui jangka waktu 40 hari sejak ditandatangani SKTJM namun kerugian negara belum diganti sepenuhnya.
  2. Bentuk dan isi surat keputusan pembebanan dibuat sesuai dengan Lampiran VI Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007.
  3. Surat Keputusan Pembebanan (SKP) disampaikan kepada bendahara melalui atasan langsung bendahara atau kepala kantor/satker bendahara dengan tembusan kepada pimpinan instansi yang bersangkutan dengan tanda terima dari bendahara.
  4. SKP mempunyai kekuatan hukum yang bersifat final.

Pembebasan Setelah Adanya Keberatan

  1. BPK mengeluarkan Surat Keputusan Pembebasan (SKPb), apabila menerima keberatan yang diajukan oleh bendahara/pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris.
  2. Bentuk dan isi SKPb dibuat sesuai dengan Lampiran VII Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007.
  3. Apabila setelah jangka waktu 6 bulan terlampaui, BPK tidak mengeluarkan putusan atas keberatan yang diajukan bendahara, maka keberatan dari Bendahara diterima.

Pelaksanaan Surat Keputusan Pembebanan

Penggantian Kerugian Negara oleh Bendahara

  1. Berdasarkan surat keputusan pembebanan dari BPK, bendahara wajib mengganti kerugian negara dengan cara menyetorkan secara tunai ke kas negara/daerah dalam jangka waktu selambat-lambatnya 7 hari setelah menerima SKP.
  2. Dalam hal bendahara telah mengganti kerugian negara secara tunai, maka harta kekayaan yang telah disita dikembalikan kepada yang bersangkutan.
  3. SKP memiliki hak mendahului.

Penyitaan dan Pelelangan Harta Bendahara

  1. SKP mempunyai kekuatan hukum untuk pelaksanaan sita eksekusi.
  2. Apabila dalam jangka waktu 7 hari setelah menerima SKP telah terlampaui dan bendahara tidak mengganti kerugian negara secara tunai, instansi yang bersangkutan mengajukan permintaan kepada instansi yang berwenang untuk melakukan penyitaan dan penjualan lelang atas harta kekayaan bendahara.
  3. Selama proses pelelangan dilaksanakan, dilakukan pemotongan penghasilan yang diterima bendahara sebesar 50% dari setiap bulan sampai lunas.
  4. Pelaksanaan penyitaan dan penjualan dan/atau pelelangan dimaksud diatur lebih lanjut oleh masing-masing instansi, setelah berkoordinasi dengan instansi yang berwenang dalam melakukan penyitaan dan penjualan dan/atau pelelangan.

Jika Bendahara Tidak Memiliki Harta

  1. Apabila bendahara tidak memiliki harta kekayaan untuk dijual atau hasil penjualan tidak mencukupi untuk penggantian kerugian negara, maka pimpinan instansi yang bersangkutan mengupayakan pengembalian kerugian negara melalui pemotongan serendah-rendahnya sebesar 50% dari penghasilan tiap bulan sampai lunas.
  2. Apabila bendahara memasuki masa pensiun, maka dalam Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP) dicantumkan bahwa yang bersangkutan masih mempunyai utang kepada negara dan taspen yang menjadi hak bendahara dapat diperhitungkan untuk mengganti kerugian negara.

Penyelesaian Kerugian Negara yang Bersumber dari Perhitungan Ex Officio

  1. Penyelesaian kerugian negara sebagaimana diatur sebelumnya (dari pelaporan adanya kerugian negara hingga pelelangan harta bendahara) berlaku pula terhadap kasus kerugian negara yang diketahui berdasarkan perhitungan ex officio.
  2. Apabila pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris bersedia mengganti kerugian negara secara suka rela, maka yang bersangkutan membuat dan menandatangani surat pernyataan bersedia mengganti kerugian negara sebagai pengganti SKTJM.
  3. Nilai kerugian negara yang dapat dibebankan kepada pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris terbatas pada kekayaan yang dikelola atau diperolehnya yang berasal dari bendahara.
  4. Terhadap kerugian negara atas tanggung jawab bendahara dapat dilakukan penghapusan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Laporan Pelaksanaan Surat Keputusan Pembebanan

Pimpinan instansi menyampaikan laporan kepada BPK tentang pelaksanaan surat keputusan pembebanan dilampiri dengan bukti setor.

Kedaluwarsa

  1. Kewajiban bendahara untuk membayar ganti rugi menjadi kadaluwarsa jika dalam waktu 5 tahun sejak diketahuinya kerugian negara atau dalam waktu 8 tahun sejak terjadinya kerugian negara tidak dilakukan penuntutan ganti rugi.
  2. Tanggung jawab ahli waris, pengampu, atau pihak lain yang memperoleh hak dari bendahara menjadi hapus apabila 3 tahun telah lewat sejak keputusan pengadilan yang menetapkan pengampuan kepada bendahara, atau sejak bendahara diketahui melarikan diri atau meninggal dunia tidak diberitahukan oleh pejabat yang berwenang tentang kerugian negara.

Sanksi

  1. Bendahara yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara dapat dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Atasan langsung bendahara atau kepala kantor/satker yang tidak melaksanakan kewajiban melaporkan setiap kerugian negara dan memberitahu BPK dapat dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan Lain-lain

  1. Dalam hal kewajiban bendahara untuk mengganti kerugian negara dilakukan pihak lain, pelaksanaannya dilakukan sebagaimana yang dilakukan oleh pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris.
  2. Surat Keputusan Pencatatan (SKPc):
    1. BPK segera mengeluarkan Surat Keputusan Pencatatan (SKPc) apabila:
      1. bendahara melarikan diri dan tidak diketahui keberadaannya serta tidak ada keluarga;
      2. bendahara meninggal dunia dan ahli waris tidak diketahui keberadaannya.
    2. Bentuk dan isi SKPc dibuat sesuai dengan Lampiran VIII Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007.
  3. BPK dapat membentuk Majelis Tuntutan Perbendaharaan (MTP) dalam rangka memproses penyelesaian kerugian negara terhadap bendahara.
  4. Putusan Pengadilan:
    1. Putusan hakim yang menjatuhkan hukuman terhadap seorang bendahara yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dapat dijadikan bukti tentang perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai dalam proses tuntutan penggantian kerugian negara.
    2. Dalam hal nilai penggantian kerugian negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, berbeda dengan nilai kerugian negara dalam SKP, maka kerugian negara wajib dikembalikan sebesar nilai yang tercantum dalam SKP.
    3. Apabila sudah dilakukan eksekusi atas putusan pengadilan untuk penggantian kerugian negara dengan cara disetorkan ke kas negara/daerah, pelaksanaan SKP diperhitungkan sesuai dengan nilai penggantian yang sudah disetorkan ke kas negara/daerah.

Ketentuan Peralihan

  1. Pimpinan instansi membentuk TPKN selambat-lambatnya 3 bulan sejak ditetapkannya Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007.
  2. Selama TPKN belum terbentuk, verifikasi kerugian negara dilaksanakan oleh satker yang menangani kerugian negara yang sudah ada atau oleh inspektorat jenderal/satuan pengawasan internal/inspektorat provinsi/kabupaten/kota, dengan berpedoman pada tata cara yang diatur dalam Peraturan BPK tersebut.

Penutup

Dengan berlakunya Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007, semua peraturan pelaksanaan dari Indische Comptabiliteitswet (Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448) mengenai tata cara penyelesaian ganti kerugian negara terhadap bendahara dinyatakan tidak berlaku.

Referensi

  1. [1]Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1997, yang dimaksud dengan perhitungan ex officio adalah perhitungan perbendaharaan yang dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk ex officio apabila bendahara yang bersangkutan meninggal dunia, melarikan diri atau tiba-tiba harus berada di bawah pengampuan, dan/atau apabila bendahara yang bersangkutan tidak membuat pertanggungjawaban di mana telah ditegur oleh atasan langsungnya, namun sampai batas waktu yang diberikan berakhir yang bersangkutan tetap tidak membuat perhitungannya dan pertanggungjawabannya. Baca opini ini: Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah terhadap Bendahara (Bagian 12)

One Response to Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara terhadap Bendahara

  1. Farhan Dzaki says:

    Permasalahan pembayaran tgr,telah terjadi pencurian ada 5 laptop dirumah dgn rincian 2 laptop kantor 3 laptop pribadi. Karena laptop kantor ada 2 jadi masuk dlm tptgr, surat keterangan kejadian tgl 2 nopember 2013 dari kepolisian ttg kejadian pencurian sdh dilengkapi, mlm harinya pns masih lembur mengerjakan tugas kantor, bagaimana solusinya …apakah ada keringanan penyusutan pembayaran atau penghapusan aset, mohon dasar hukumnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *