Wajib Pajak Patuh

Wajib Pajak Patuh (WP Patuh) adalah Wajib Pajak (WP) yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak sebagai Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu yang dapat diberi Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak (restitusi pajak pendahuluan) berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Istilah WP Patuh secara resmi disebutkan dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-550/PJ/2000 yang telah diubah dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-213/PJ/2003. Keputusan Nomor KEP-550 merupakan tindak lanjut dari Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000 tentang Kriteria Wajib Pajak yang Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak yang juga telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003.

Daftar Isi

Syarat-syarat

Wajib pajak (WP) yang mengajukan permohonan menjadi WP Patuh harus memenuhi persyaratan/kriteria sebagai berikut:[1]

  1. tepat waktu dalam menyampaikan SPT Tahunan dalam dua tahun terakhir;
  2. dalam tahun terakhir penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih dari tiga masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut;
  3. SPT Masa yang terlambat dimaksud telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya;
  4. tidak mempunyai tunggakan pajak atas semua jenis pajak;
    1. kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
    2. tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan Surat Tagihan Pajak (STP) yang diterbitkan untuk dua masa pajak terakhir.
  5. tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir; dan
  6. dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau BPKP, harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.

Laporan keuangan yang diaudit oleh Akuntan Publik atau BPKP tersebut harus:

  1. disusun dalam laporan bentuk panjang (long form report);
  2. menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersil dan fiskal.

Meskipun laporan keuangan tidak diaudit oleh Akuntan Publik, Wajib Pajak tetap dapat mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai WP Patuh, sepanjang memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud di atas ditambah syarat-syarat sebagai berikut:[2]

  1. dalam dua tahun pajak terakhir menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; dan
  2. apabila dalam dua tahun terakhir terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan pajak, maka koreksi fiskal untuk setiap jenis pajak yang terutang tidak lebih dari 10%.

Akuntan Publik sebagaimana dimaksud di atas adalah Akuntan Publik yang tidak sedang dikenai sanksi peringatan, sanksi pembekuan izin, atau sanksi pencabutan izin oleh Ditjen Lembaga Keuangan (kemudian menjadi Bapepam-LK dan sekarang OJK).[2]

Permohonan penetapan sebagai WP Patuh untuk WP yang laporan keuangannya tidak diaudit oleh Akuntan Publik diajukan secara tertulis paling lambat tiga bulan sebelum tahun buku berakhir.[1]

Penetapan WP Patuh

  • Kepala Kanwil Ditjen Pajak atas nama Dirjen Pajak menetapkan WP Patuh setiap bulan Januari berdasarkan Daftar Nominatif Wajib Pajak Patuh disusun oleh KepalaKantor Pelayanan Pajak (KPP). Ketetapan WP Patuh berlaku untuk jangka waktu dua tahun.[1][3]

Pemberian Restitusi Pendahuluan kepada WP Patuh

WP Patuh dapat mengajukan permohonan restitusi pendahuluan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) atau surat tersendiri, dan kepadanya diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP).[3]

WP Patuh yang mengajukan permohonan restitusi pajak tetapi tidak menghendaki diberi restitusi pendahuluan, dapat menyatakan keinginannya dalam surat tersendiri sebagai lampiran SPT yang bersangkutan. Permohonan restitusi dari WP Patuh yang demikian ini diproses seperti biasa sesuai dengan ketentuan Pasal 17B Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.[4]

Berdasarkan permohonan restitusi pendahuluan, Kepala KPP melakukan penelitian atas:

  • Kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya;
  • Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
  • Kebenaran Kredit Pajak atau Pajak Masukan berdasarkan hasil konfirmasi dalam sistem aplikasi Ditjen Pajak atau konfirmasi dengan menggunakan surat;
  • Kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh WP; dan
  • Kebenaran alamat yang tercantum dalam SPT tersebut atau dalam SPT perubahan alamat.

Setelah melakukan penelitian, Kepala KPP menerbitkan SKPPKP paling lambat tiga bulan untuk Pajak Penghasilan dan satu bulan untuk Pajak Pertambahan Nilai, sejak permohonan diterima secara lengkap. Apabila setelah lewat jangka waktu tersebut SKPPKP belum diterbitkan, maka Kepala KPP harus menerbitkan SKPPKP paling lama tujuh hari kerja setelah jangka waktu tersebut berakhir.

Dalam hal penelitian menyatakan tidak lebih bayar, lampiran SPT tidak lengkap, pembayaran pajak tidak benar, atau alamat tidak sesuai dengan yang tercantum dalam SPT atau dengan pemberitahuan perubahan alamat sehingga SKPPKP tidak diterbitkan, maka Kepala KPP harus memberitahukan secara tertulis kepada WP.

WP Patuh yang Tidak Dapat Diberi Restitusi Pendahuluan

Meskipun dapat memenuhi syarat-syarat atau kriteria-kriteria yang tersebut di atas, WP Patuh tidak dapat diberi restitusi pendahuluan apabila:[1]

  • terhadap WP tersebut dilakukan tindakan penyidikan pajak;
  • WP terlambat menyampaikan SPT Masa lebih dari tiga masa pajak untuk semua jenis pajak;
  • dalam hal WP terlambat menyampaikan SPT Masa tidak lebih tiga masa pajak, terdapat penyampaian SPT Masa yang lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya;
  • WP terlambat menyampaikan SPT Masa untuk dua masa pajak atau lebih berturut-turut untuk semua jenis pajak; atau
  • dalam suatu Masa Pajak, ternyata tidak memenuhi kriteria nomor 5 tersebut di atas (“tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir”) sejak masa pajak yang bersangkutan.

Ketentuan Lainnya

  • WP yang penghitungan jumlah peredaran usahanya mudah diketahui karena berkaitan dengan pengenaan cukai sepanjang memenuhi syarat/kriteria di atas dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai.[4]

Referensi

  1. [1]Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003
  2. [2]Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-213/PJ/2003
  3. [5]Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-550/PJ/2000
  4. [4]Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *