Kilas-Balik Memburu Perjumpaan (1): Dangdut Memagut Dendang Rhoma Irama

Sumber: fokusjabar, 02-01-2015

KAISAR Dangdut Rhoma Irama berjaya di kancah musik Indonesia. Perjuangan gigih dan perjalanan panjang yang ditempuhnya dalam membangun martabat dangdut untuk terpandang, bermandikan romantika tersendiri. Tantangan dan rintangan dilintasinya, kian meneguhkan pemusik kelahiran Tasikmalaya itu, untuk tidak berpaling dari musik dangdut, Berikut ini terurai kisah kilas-balik Yoyo Dasriyo dari Garut, mantan wartawan Majalah musik legendaris  “Aktuil” Bandung, dalam memburu perjumpaan dengan sang Raja Dangdut itu. Tulisannya dikemas dalam 17 bagian:

Sebelum putaran tahun 1975, denyut nadi dangdut belum mengencang. Gengsi musik dendang ini masih rendah. Bukan saja dianggap berperingkat kelas dua, namun juga dituding sebagai musik pinggiran. Tetapi kekuatan pasar dangdut yang semula populer dengan sebutan melayu, dan musik pengiringnya masih ditulis OM (Orkes Melayu) itu, merebut selera masyarakat sejak era 1960-an masa kejayaan Ellya Agus. Nama yang kemudian dikenal sebagai Ellya M Haris hingga bernama Ellya Khadam. Sederet nama lainnya tercatat, Juhana Satar, Mashabi, Munif, Elvy Sukaesih,  Babay Suhaemi serta Latief Khan.

Keterangan Foto 01: Raja Dangdut Rhoma Irama semasa masih bernama Oma Irama, saat berduet dengan Inneke Kusumawaty, iringan Band “Zaenal Combo” pimpinan (alm) Zaenal Arifien. (Istimewa)

Raja Dangdut Rhoma Irama semasa masih bernama Oma Irama, saat berduet dengan Inneke Kusumawaty, iringan Band “Zaenal Combo” pimpinan (alm) Zaenal Arifien.
(Foto: Istimewa)

Legenda kemasyhuran lagu-lagunya seperti “Ratapan Anak Tiri”, “Keluhan Anak Yatim”, “Harapan Hampa”, “Kecewa”, “Boneka India”, “Sekedar Bertanya”, “Termenung”, serta “Renungkanlah”, masih memanjang hingga kekinian.  Dalam kondisi seperti itu, reputasi Oma Irama belum menguat di kancah percaturan penyanyi melayu, yang memanjakan pamor Mansyur S dan Muchsin Alatas. Popularitas Oma mulai tergosok dengan kepopuleran lagu “Ke Bina Ria”, duetnya bersama Titing Yeni  iringan OM “Purnama” pimpinan Awab Abdullah.

Tokoh dangdut itu sejajar dengan Zakaria pimpinan OM “Pancaran Muda”, yang deras mengiringi penyanyi dangdut, dan kreatif mencipta lagu. Saya kenal lagu Oma lainnya, “Terajana”, “Kegagaln Cinta dan “Rindu” karya Achmad Fad’aq. Namun tahun 1969 kemasyhuran duet harmonis Muchsin & Titiek Sandhora berlagu “Ke Bina Ria” versi pop dangdut Band “Empat Nada” pimpinan Yadin/A Riyanto, menyapu kepopuleran duet Oma Irama & Titing Yeni. Publik lebih mengenal “Ke Bina Ria” dari duet Muchsin dan Titiek Sandhora. Pasar dangdut yang tak pernah surut, saat itu menggoda pula bisnis rekaman penyanyi pop.

Biduan kenamaan (alm) Alfian yang dikenal dengan lagu “Senja di Kaimana”, “Semalam d Cianjur” maupun “Sebiduk di Sungai Musi”, meluncurkan album dangdut iringan OM “Bukit Siguntang” pimpinan A Khalik. Langkah ini menyusul sukses (alm) Lilies Suryani, dengan OM “Pancaran Muda”, yang meroketkan lagu “Gadis Sakura” dan “Tamasya Ke Tawangmangu”. Dalam aroma pop dangdut, band Electrika pimpinan Iwan Setawan, menghadirkan Tutty Subarjo berlagu “Alam Pagi”. Dari kubu dangdut, (alm) Ellya Khadam, Elvy Sukaesih dan Babay Suhaemi, pernah dihadirkan dalam kemasan musik pop iringan Band Zaenal Combo pimpinan (alm) Zaenal Arifien.

Namun kejutan sukses penyanyi dangdut di ladang pop, hanya membukukan kehadiran Muchsin berlagu “Merana” dan “Gadis Lesung Pipit”, iringan Band Arulan pimpinan Yarzuk Arifien. Itupun dikemas dalam album kompilasi “Aneka 12”. Sebaliknya, Munif mendendang “Bunga Nirwana” aroma pop dangdut. Sungguhpun pasar dangdut lebih komersial, tetapi martabat dangdut kalah terpandang dibanding pop. Karakteristik lagu dan musik dangdut yang mendayu-dayu, menerbitkan anggapan selera kaum pinggiran. Dangdut bukan musik gedongan.

Bisa dipahami, jika Oma Irama mengaku tidak tergiur berladang di musik dendang. “Tahun 1967 saya pertamakali mendapat kesempatan rekaman dari perusahaan ‘Dimita’.Tapi peluang itu tidak langsung saya terima, karena harus rekaman lagu dangdut dengan Orkes Chandraleka. Dulu, saya memang segan sekali  ngebawain lagu dangdut”” Oma Irama tertawa mengenang kisahnya, di awal perjumpaan saya di Garut 3 September 1975. Tetapi Benny Mucharam, kakak kandung Oma, terus membujuknya agar menerima peluang rekaman itu karena masih teramat mahalnya kesempatan rekaman bagi penyanyi baru. Oma pun mulai rekaman dangdut.

Lagu ciptaan pertamanya, ‘Ingkar Janji”, turut direkam dan menyemangati karier baru Oma di ladang dangdut. Sejumlah album dangdut lainnya bermunculan dengan orkes pengiring berbeda, hingga Oma mencuatkan lagu duet “Ke Bina Ria”..Meski pintu rekaman mulai terbuka, namun tidak memadamkan ambisi Oma Irama untuk sukses sebagai penyanyi pop. Oma yang berangkat dari musik pop, masih gigih memburu karienya Di saat album rekaman duet memusim pun, Oma tampil dalam album pop bersama Inneke Kusumawaty dan Lily Junaedi, iringan Band “Zaenal Combo”. ***

( Bersambung )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *