Paksa Badan

Paksa Badan atau Penyanderaan atau Gijzeling dalam konteks urusan piutang negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 adalah pengekangan kebebasan untuk sementara waktu terhadap diri pribadi Penanggung Hutang atau pihak lain di tempat tertentu yang menurut ketentuan peraturan perundang-­undangan yang berlaku harus bertanggung jawab.[1]

Daftar Isi

Dasar Hukum

  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007 tentang Pengurusan Piutang Negara

Objek Paksa Badan

Objek Paksa Badan adalah:

  1. Penanggung Hutang yang terdiri atas:
    1. orang yang berkedudukan sebagai pihak yang berhutang dalam perikatan hutang, atau orang yang berdasarkan undang-undang atau sebab apapun mempunyai hutang kepada negara;
    2. pengurus badan hukum termasuk yayasan yang sesuai dengan akte pendirian badan hukum, diwakili oleh:
      1. direksi atau pengurus perusahaan/yayasan/koperasi; dan/atau
      2. anggota dewan komisaris/dewan pengawas;
    3. salah seorang pesero dan/atau pesero pengurus dari badan hukum dalam hal Penanggung Hutang adalah firma commanditer vennootschap, atau persekutuan perdata;
  2. Penjamin Hutang, terdiri dari:
    1. penjamin hutang pribadi (borgtocht atau personal guarentee);
    2. penjamin atas pembayaran wesel (avalist); atau
    3. pengurus badan usaha atau badan hukum yang mengikat diri sebagai penjamin (corporate guarentee);
  3. pemegang saham, dalam hal:
    1. secara langsung atau tidak langsung memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi;
    2. terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan dalam perseroan; atau
    3. secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi hutang perseroan; dan/atau
    4. ahli waris yang telah menerima warisan dari Penanggung Hutang.

Surat Perintah Paksa Badan

Surat Perintah Paksa Badan diterbitkan dalam hal:

  1. Penanggung Hutang tidak memenuhi Surat Paksa;
  2. sisa hutang Penanggung Hutang paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
  3. Barang Jaminan tidak ada atau tidak menutup sisa hutang;
  4. Penanggung Hutang mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan hutang tetapi tidak menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan; dan
  5. objek Paksa Badan yang belum berumur 75 (tujuh puluh lima) tahun.

Dalam hal informasi mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat angka 1 dan 5 di atas tidak ada atau tidak mencukupi, dapat dilakukan Pemeriksaan Piutang Negara.

Surat Perintah Paksa Badan dapat diterbitkan terhadap objek Paksa Badan yang:

  1. telah atau sedang dilakukan pencegahan; atau
  2. telah dipaksa badan untuk hutang yang lain.

Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) Tingkat Cabang (Panitia Cabang) menerbitkan Surat Perintah Paksa Badan setelah memperoleh izin dari Kepala Kejaksaan Tinggisetempat. Permohonan izin Paksa Badan diajukan oleh Panitia Cabang kepada Kepala Kejaksaan Tinggi setempat setelah rencana Paksa Badan disetujui oleh Ketua Panitia Pusat (PUPN Pusat).

Surat Perintah Paksa Badan memuat sekurang-kurangnya:

  1. pertimbangan diterbitkannya Surat Perintah Paksa Badan;
  2. dasar Hukum penerbitan Surat Perintah Paksa Badan;
  3. nomor dan tanggal:
    1. surat izin Kepala Kejaksaan Tinggi setempat; dan
    2. surat persetujuan Ketua Panitia Pusat;
  4. perintah kepada Kepala Kantor Pelayanan untuk menugaskan Juru Sita Piutang Negara melaksanakan Paksa Badan;
  5. identitas objek Paksa Badan;
  6. jangka waktu Paksa Badan;
  7. tempat dan tanggal penerbitan Surat Perintah Paksa Badan; dan
  8. tanda tangan Panitia Cabang.

Penangguhan

Surat Perintah Paksa Badan dapat ditangguhkan pelaksanaannya dalam hal terdapat:

  1. penetapan penangguhan Paksa Badan dari pengadilan; atau
  2. pembayaran hutang lebih dari 50% dari sisa hutang.

Penangguhan pelaksanaan Surat Perintah Paksa Badan diberikan:

  1. secara tertulis oleh PUPN Cabang; dan
  2. berlaku untuk jangka waktu paling lama tiga bulan.

Jangka Waktu

Jangka waktu Paksa Badan paling lama enam bulan terhitung sejak objek Paksa Badan ditempatkan dalam tempat Paksa Badan. Jangka waktu Paksa Badan dapat diperpanjang oleh Panitia Cabang sebanyak satu kali paling lama enam bulan.

Pemberitahuan Surat Perintah Paksa Badan

Surat Perintah Paksa Badan diberitahukan oleh Juru Sita Piutang Negara kepada objek Paksa Badan sesuai ketentuan mengenai pemberitahuan Surat Paksa Piutang Negara. Pemberitahuan Surat Perintah Paksa Badan dituangkan dalam Berita Acara Pemberitahuan Surat Perintah Paksa Badan.

Berita Acara Pemberitahuan Surat Perintah Paksa Badan memuat sekurang-kurangnya:

  1. hari, tanggal, dan jam pemberitahuan Surat Perintah Paksa Badan;
  2. identitas Juru Sita Piutang Negara, penerima Surat Perintah Paksa Badan dan saksi-saksi; dan
  3. tempat pemberitahuan Surat Perintah Paksa Badan.

Berita Acara dimaksud ditandatangani oleh:

  1. Juru Sita Piutang Negara;
  2. saksi-saksi; dan
  3. objek Paksa Badan atau penerima Surat Perintah Paksa Badan.

Pemberitahuan Surat Perintah Paksa Badan tetap sah meskipun objek Paksa Badan atau penerima Surat Perintah Paksa Badan menolak menandatangani Berita Acara Pemberitahuan Surat Perintah Paksa Badan.

Pelaksanaan

Paksa Badan dilaksanakan setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak pemberitahuan Surat Perintah Paksa Badan dalam hal:

  1. Penanggung Hutang tidak melunasi hutangnya; dan
  2. objek Paksa Badan belum berumur 75 (tujuh puluh lima) tahun.

Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana di atas, Paksa Badan dapat dilaksanakan sebelum jangka waktu 14 (empat belas) hari namun telah lewat waktu 24 (dua puluh empat) jam sejak pemberitahuan Surat Perintah Paksa Badan, dalam hal terdapat izin tertulis dari Kepala Kejaksaan Tinggi setempat dengan alasan untuk kepentingan umum.

Paksa Badan dilaksanakan oleh Juru Sita Piutang Negara dibantu oleh dua orang saksi penduduk Indonesia, yang telah mencapai usia sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu) tahun dan dikenal oleh Juru Sita Piutang Negara sebagai orang yang dipercaya. Dalam melaksanakan Paksa Badan, Kepala Kantor Pelayananan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) atau Juru Sita Piutang Negara dapat meminta bantuan aparat kepolisian atau kejaksaan setempat.

Juru Sita Piutang Negara membuat Berita Acara Paksa Badan pada saat objek Paksa Badan ditempatkan di Tempat Paksa Badan. Berita Acara Paksa Badan memuat sekurang-kurangnya:

  1. nomor Berita Acara Paksa Badan;
  2. hari, tanggal dan jam pelaksanaan Paksa Badan;
  3. identitas Juru Sita Piutang Negara dan saksi-saksi;
  4. nomor dan tanggal Surat Perintah Paksa Badan; dan
  5. hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan Paksa Badan.

Berita Acara Paksa Badan ditandatangani oleh:

  1. Juru Sita Piutang Negara;
  2. saksi-saksi; dan
  3. objek Paksa Badan.

Salinan Surat Perintah Paksa Badan dan salinan Berita Acara Paksa Badan disampaikan oleh Juru Sita Piutang Negara kepada objek Paksa Badan dan pimpinan atau penanggung jawab Tempat Paksa Badan. Paksa Badan tetap sah meskipun objek Paksa Badan menolak menandatangani Berita Acara Paksa Badan.

Paksa Badan yang telah dilaksanakan tidak menghilangkan atau mengurangi:

  1. kewajiban Penanggung Hutang untuk melunasi hutang; dan
  2. status Barang Jaminan dan/atau Harta Kekayaan Lain sebagai tanggungan atas hutang Penanggung Hutang.

Tempat Paksa Badan

Tempat Paksa Badan adalah tempat tertentu yang tertutup, mempunyai fasilitas terbatas, dan mempunyai sistem pengamanan serta pengawasan memadai, yang digunakan untuk pelaksanaan Paksa Badan atau penyanderaan.

Ketentuan-ketentuan:

  • Paksa badan dilaksanakan di Rumah Paksa Badan yang diadakan oleh Ditjen Kekayaan Negara). Dalam hal rumah paksa badan belum dapat diadakan, paksa badan dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan negara.
  • Dalam hal tempat paksa badan yang akan digunakan adalah rumah paksa badan yang diadakan oleh ditjen teknis, KPKNL membentuk Satuan Tugas Paksa Badanyang bertugas untuk mengawasi objek Paksa Badan selama dalam pelaksanaan paksa badan. Dalam hal tempat paksa badan yang akan digunakan adalah lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan negara, KPKNL melakukan koordinasi dengan instansi yang terkait.
  • Biaya pelaksanaan paksa badan termasuk biaya keperluan hidup objek paksa badan di tempat paksa badan ditetapkan dengan Peraturan Dirjen Kekayaan Negara. Biaya ditanggung oleh Ditjen Kekayaan Negara.

Hak Objek Paksa Badan

Selama pelaksanaan Paksa Badan di Tempat Paksa Badan, objek Paksa Badan berhak:

  1. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;
  2. memperoleh pelayanan kesehatan;
  3. mendapatkan makan;
  4. memperoleh bahan bacaan atas biaya sendiri; dan
  5. menerima kunjungan pada waktu tertentu dari:
    1. keluarga dan sahabat;
    2. dokter pribadi atas biaya sendiri; dan/atau
    3. rohaniwan.

Hak-hak selain melakukan ibadah dan mendapatkan makan dapat dilakukan setelah memperoleh izin dari pimpinan atau penanggung jawab Tempat Paksa Badan.

Izin Keluar dari Tempat Paksa Badan

Objek Paksa Badan yang sedang menjalankan Paksa Badan dapat diizinkan keluar dari Tempat Paksa Badan dalam hal objek Paksa Badan akan:

  1. melaksanakan ibadah di tempat ibadah;
  2. menghadiri sidang di pengadilan;
  3. mengikuti pemilihan umum di tempat pemilihan umum;
  4. menjalani pemeriksaan kesehatan atau pengobatan di rumah sakit; atau
  5. menghadiri pemakaman orang tua, suami/isteri, dan/atau anak.

Izin tersebut diberikan atas permohonan objek Paksa Badan.

Dalam hal dari hasil pemeriksaan kesehatan diketahui bahwa objek Paksa Badan harus menjalani pengobatan secara rawat inap, masa perawatan tidak Mengurangi jangka waktu Paksa Badan.

Persetujuan atau penolakan izin keluar dari Tempat Paksa Badan diterbitkan oleh Panitia Cabang dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak permohonan izin diterima dan disampaikan kepada objek Paksa Badan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari. Dalam hal Tempat Paksa Badan yang digunakan adalah lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan, persetujuan atau penolakan izin keluar dari Tempat Paksa Badan disampaikan kepada objek Paksa Badan dan pimpinan atau penanggungjawab Tempat Paksa Badan.

Jangka waktu izin keluar dari Tempat Paksa Badan ditetapkan paling lama 6 (enam) jam.

Perpanjangan Paksa Badan

Surat Perintah Perpanjangan Paksa Badan diterbitkan oleh Panitia Cabang dalam jangka waktu 1 (satu) hari sampai dengan 30 (tiga puluh) hari sebelum jangka waktu Paksa Badan berakhir.

Surat Perintah Perpanjangan Paksa Badan memuat sekurang-kurangnya:

  1. pertimbangan diterbitkannya Surat Perintah Perpanjangan Paksa Badan;
  2. dasar hukum penerbitan Surat Perintah Perpanjangan Paksa Badan;
  3. perintah kepada Kepala Kantor Pelayanan untuk menugaskan Juru Sita Piutang Negara untuk melaksanakan perpanjangan Paksa Badan;
  4. identitas objek Paksa Badan;
  5. jangka waktu perpanjangan Paksa Badan;
  6. tempat dan tanggal penerbitan Surat Perintah Perpanjangan Badan; dan
  7. tanda tangan Panitia Cabang.

Surat Perintah Perpanjangan Paksa Badan diberitahukah oleh Juru Sita Piutang Negara kepada objek Paksa Badan dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi. Pemberitahuan Surat Perintah Perpanjangan Paksa Badan dituangkan dalam Berita Acara Pemberitahuan Surat Perintah Perpanjangan Paksa Badan.

Berita Acara Pemberitahuan Surat Perintah Perpanjangan, Paksa Badan memuat sekurang-kurangnya:

  1. hari, tanggal, dan jam pemberitahuan Surat Perintah Perpanjangan Paksa Badan;
  2. identitas Juru Sita Piutang Negara, objek Paksa Badan, dan saksi­saksi; dan
  3. tempat pemberitahuan Surat Perintah Perpanjangan Paksa Badan.

Berita Acara dimaksud ditandatangani oleh:

  1. Juru Sita Piutang Negara;
  2. saksi-saksi; dan
  3. objek Paksa Badan.

Salinan Surat Perintah Perpanjangan Paksa Badan dan salinan Berita Acara Pemberitahuan Perpanjangan Paksa Badan disampaikan oleh Juru Sita Piutang Negara kepada objek Paksa Badan dan pimpinan atau penanggung jawab Tempat Paksa Badan. Pemberitahuan Surat Perintah Perpanjangan Paksa Badan tetap sah meskipun objek Paksa Badan menolak menandatangani Berita Acara Pemberitahuan Surat Perintah Perpanjangan Paksa Badan.

Objek Paksa Badan yang Melarikan Diri

Objek Paksa Badan yang melarikan diri dari tempat Paksa Badan, dapat segera dilaksanakan Paksa Badan kembali berdasarkan Surat Perintah Paksa Badan/atau Surat Perintah Perpanjangan Paksa Badan yang telah diterbitkan.

Pelaksanaan Paksa Badan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jangka waktunya sama dengan masa pelaksanaan Paksa Badan menurut Surat Perintah Paksa Badan atau Surat Perintah Perpanjangan Paksa Badan yang telah diterbitkan, tanpa memperhitungkan jangka waktu pelaksanaan Paksa Badan yang telah dijalani sebelum objek Paksa Badan melarikan diri.

Objek Paksa Badan berkewajiban membayar ganti kerugian dan biaya yang timbul karena pelarian.

Ganti kerugian dan biaya yang timbul karena pelarian meliputi biaya:

  1. pelaksanaan Paksa Badan sebelum objek Paksa Badan melarikan diri; dan
  2. untuk mencari objek Paksa Badan.

Ganti kerugian dan biaya yang timbul karena pelarian ditetapkan dengan Peraturan Dirjen Kekayaan Negara.

Pembatalan Paksa Badan

Pelaksanaan Paksa Badan terhadap objek Paksa Badan yang dibatalkan oleh pengadilan, hanya dapat dipaksa badan lagi untuk hutang yang sama setelah lampau waktu 8 (delapan) hari sejak dibebaskan.

Paksa Badan yang telah dijalankan sebelum dibatalkan oleh pengadilan, diperhitungkan dengan pelaksanaan Paksa Badan berikutnya.

Pembebasan Objek Paksa Badan

Objek Paksa Badan harus dibebaskan dalam hal:

  1. Piutang Negara dinyatakan lunas;
  2. pengurusan Piutang Negara ditarik oleh atau dikembalikan kepada Penyerah Piutang;
  3. objek Paksa Badan telah berumur 75 (tujuh puluh lima) tahun;
  4. objek Paksa Badan mengalami gangguan kejiwaan berat sehingga menjadi tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum; atau
  5. Jangka waktu Paksa Badan berakhir.

Objek Paksa Badan dapat dibebaskan dalam hal:

  1. terdapat pembayaran hutang paling sedikit 70% (tujuh puluh persen ) dari sisa hutang; atau
  2. terdapat permintaan tertulis dari Kepala Kejaksaan Tinggi demi kepentingan umum.

Keterangan bahwa objek Paksa Badan mengalami gangguan kejiwaan berat sehingga menjadi tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum, dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter yang ditunjuk oleh Panitia Cabang.

Dalam hal terdapat permintaan tertulis dari Kepala Kejaksaan Tinggi untuk membebaskan objek Paksa Badan dari Tempat Paksa Badan demi kepentingan umum, Panitia Cabang terlebih dahulu secara tertulis meminta persetujuan dari Ketua Panitia Pusat.

Pembebasan Paksa Badan dilaksanakan dengan menerbitkan Surat Perintah Pembebasan Paksa Badan yang ditandatangani oleh PUPN Cabang. Surat Perintah Pembebasan Paksa Badan memuat sekurang-kurangnya:

  1. pertimbangan diterbitkannya Surat Perintah Pembebasan Paksa Badan;
  2. dasar hukum penerbitan Surat Perintah Pembebasan Paksa Badan;
  3. perintah kepada Kepala Kantor Pelayanan untuk menugaskan Juru Sita Piutang Negara membebaskan objek Paksa Badan;
  4. identitas objek Paksa Badan;
  5. tempat dan tanggal penerbitan Surat Perintah Pembebasan Paksa Badan; dan
  6. tanda tangan Panitia Cabang.

Dalam hal objek Paksa Badan akan dibebaskan dari Tempat Paksa Badan, Panitia Cabang memberitahukan secara tertulis kepada pimpinan atau penanggung jawab Tempat Paksa Badan.

Pembebasan objek Paksa Badan dari Tempat Paksa Badan dilaksanakan oleh juru Sita Piutang Negara dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi. Pembebasan objek Paksa Badan dari Tempat Paksa Badan dituangkan dalam Berita Acara Pembebasan Paksa Badan.

Berita Acara Pembebasan Paksa Badan memuat sekurang-kurangnya:

  1. hari, tanggal, dan jam pembebasan objek Paksa Badan; dan
  2. identitas Juru Sita Piutang Negara, objek Paksa Badan, dan saksi­saksi.

Berita Acara sebagaimana dimaksud ditandatangani oleh:

  1. Juru Sita Piutang Negara;
  2. saksi-saksi; dan
  3. objek Paksa Badan.

Salinan Surat Perintah Pembebasan Paksa Badan dan salinan Berita Acara Pembebasan Paksa Badan disampaikan oleh Juru Sita Piutang Negara kepada objek Paksa Badan dan pimpinan atau penanggung jawab Tempat Paksa Badan.

Kerjasama

Dalam rangka kelancaran pelaksanaan Paksa Badan, Dirjen Kekayaan Negara/Ketua PUPN Pusat dapat melakukan kerjasama dengan Kejaksaan Agung, Kepolisian Republik Indonesia, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Penyerah Piutang, atau instansi lain yang terkait.

Referensi

  1. [1]Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007 tentang Pengurusan Piutang Negara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *