Nama : TAPI OMAS IHROMI
Lahir : Pematangsiantar, Sumatera Utara, 2 April 1930
Agama : Protestan
Pendidikan : -SD, Pematangsiantar (1943)
-SMP, Pematangsiantar (1946)
-SMA, Jakarta (1953)
-Fakultas Hukum UI, Jakarta (1958)
-Universitas Cornell, Ithaca, AS (1962)
-Doktor Ilmu Hukum di UI (1978)
-Refresher's Course for Social Scientists di New Delhi (1964).
Karir : -Guru SMP di Pematangsiantar (1950)
-Guru Besar FH UI (1979-sekarang)
-Ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat UI (1984-sekarang)
Kegiatan Lain : Ketua Yayasan Penabur (1980) ; Ketua Yayasan Srikandi (1983)
Karya : Karya tulis penting:
-Peranan dan Kedudukan Wanita Indonesia, Gadjah Mada University Press, 1981
-Pokok-Pokok Antropologi Budaya, Gramedia, 1982
-Antropologi dan Hukum, Obor, 1984
Alamat Rumah : Jalan Dempo No. 14, Jakarta Pusat, Telp: 883292
Alamat Kantor : Jalan Salemba Raya 4, Jakarta Pusat, Telp: 883856
|
|
TAPI OMAS IHROMI
Si bungsu boru Simatupang ini anak manja. Tidak bisa memasak dan menjahit, tugas Tapi Omas paling-paling hanya mencuci piring. Namun, dalam belajar, orangtuanya menerapkan disiplin ketat. Ayahnya, pegawai kantor pos di Pematangsiantar, menginginkan si boru tujuh bersaudara menjadi dokter atau ahli hukum. Omas sendiri memilih yang terakhir -- kelak.
Di SD, ia menyukai pelajaran bahasa dan berhitung. Angka rapornya rata-rata delapan, acap menjadi juara kelas, dan tidak pernah jajan. "Ayah mendidik kami hidup sederhana, tetapi harus pintar," tuturnya. Malang, sang ayah meninggal ketika Omas berusia 16 tahun. Untunglah, ibunya tabah, meneruskan kehidupan keluarga dengan berjualan.
Omas sekeluarga sudah menetap di Jakarta ketika ia masuk Fakultas Hukum UI. Lulus dengan nilai tinggi, 1958, ia memperoleh beasiswa untuk studi pascasarjana. Tahun berikutnya ia ke Ithaca, AS, dan tiga tahun mendalami antropologi pada Universitas Cornell. Gelar doktor ilmu hukum diraih Omas di UI, 1978, dengan disertasi, Adat Perkawinan Toraja Sa'dan dan Tempatnya dalam Hukum Positif Masa Kini.
Mengambil adat Toraja sebagai program doktornya bukan karena kebetulan. Menurut guru besar FH UI ini, yang juga Ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat UI, banyak persamaan antara adat Toraja dan adat Batak. Kedua suku ini sama suka minum tuak dan makan daging yang dimasak dengan darah. "Ada dugaan, kelompok Toraja dan Batak pendatang pertama dari daratan Asia," tutur Omas. Di samping persamaan itu, ia melihat adat Toraja belum banyak dijadikan sasaran penelitian.Betapa ketatnya adat Batak bisa dilihat dari kasus Omas sendiri. Ketika aktif di GMKI, ia berkenalan dengan seorang aktivis lainnya, Ihromi, waktu itu mahasiswa Sekolah Tinggi Teologia. Saling jatuh cinta, mereka sepakat untuk menikah. Tetapi orangtuanya, yang melihat calon menantunya dari luar suku (Sunda), mencoba menghalangi. "Gadis Tapanuli yang menikah dengan pemuda suku lain ada kalanya dinilai 'kurang laku'," kata Omas. Baru setelah Omas dan Ihromi sama-sama belajar di AS, ibunya merestui perkawinan mereka. Di sana pulalah mereka menikah, 1959.
Pengagum Adam Malik dan Maria Ulfah ini sudah menulis sejumlah buku. Antara lain, Pokok-Pokok Antropologi Budaya, Gramedia, 1982, dan Antropologi dan Hukum, Obor, 1984. Gadjah Mada Uni-Press, di samping membukukan disertasi gelar doktornya (1981), juga menerbitkan buku Omas berjudul, Peranan dan Kedudukan Wanita Indonesia, 1980.
Suaminya, Prof. Dr. Ihromi, M.A., ahli bahasa Semit yang juga guru besar Sekolah Tinggi Teologia Jakarta, cukup memahami kesibukan Omas. Tetapi, bukan tanpa risiko. Suatu ketika, Omas sedang bertugas di Tokyo, datang berita bahwa Satiawati, satu dari kedua anaknya, menderita lumpuh. "Sejak itu, saya merasa berat sekali kalau pergi jauh-jauh," ujar Tapi Omas, yang gemar berjalan kaki dan mengayuh sepeda argo.
|