JIL Edisi Indonesia
Ketika “Media Kebencian” Masuk Pesantren
Oleh Novriantoni
Orang yang rutin mengikuti pemberitaan media tentang isu-isu terorisme, tentu akan mudah menangkap kesan bahwa pesantren sedikit banyak sudah terkena getah dari ulah beberapa pelaku teror. Kesan keterkaitan pesantren dengan teorisme itu diperkuat pula oleh kenyataan beberapa pelaku teror yang menampilkan dunia simbol kalangan santri.
Syu’bah Asa: Dakwah Para Teroris Itu Bertuah
Tayangan testimoni para pelaku bom Bali II beberapa pekan lalu menunjukkan bahwa gejala bom bunuh diri sudah menjadi tren internasional yang menjangkiti anak bangsa. Apakah generasi muslim Indonesia sudah mengalami radikalisasi sedemikian rupa, sehingga tidak lagi kecut nyali untuk melakukan bom bunuh diri? Berikut perbincangan Novriantoni dan Mohamad Guntur Romli dari Jaringan Islam Liberal (JIL) dengan Syu’bah Asa, wartawan senior dan penulis buku Tafsir Ayat-Ayat Sosial Politik, Kamis (17/11) lalu.
Jihad Melawan Terorisme
Oleh M. Guntur Romli
Setiap agama harus disiangi dari rumput dan gulma kekerasan, sehingga agama menjadi lahan subur bagi perdamaian dan kerukunan umat manusia.
Kapan Intelektual Berkhianat? Pidato Kebudayaan M. Syafi'i Maarif
Oleh Umdah El-Baroroh
Dari paparan Buya, memang kategori siapa pengkhianat dan siapa pahlawan tidak dibuat terang-benderang dalam kategori yang sederhana. Sebab mengidentifikasi siapa pengkhianat intelektual itu baginya sama sulitnya dengan memberikan definisi tentang siapa itu kaum intelektual. Ia tak memberi definisi yang jelas, memang.
Yudi Latif: Negara Belum Jadi Essential Outsider
Perbedaan agama saja tak pernah sekonyong-konyong menciptakan intoleransi beragama dalam suatu masyarakat, sepanjang masih terdapat apa yang disebut Geertz sebagai mix tide atau aspek-aspek kesamaan di sisi lain,seperti kesamaan suku dan kelas ekonomi. Karena itu, ketika konflik-konflik bernuansa agama terjadi, yang perlu dilakukan pemerintah bukanlah intervensi untuk menyamakan sudut pandang agama yang beragam, tapi bagaimana menciutkan jurang perbedaan pada aspek-aspek lain yang bersifat non-agama.
Meliberalkan Sabda
Oleh Abd Moqsith Ghazali
Memperhatikan argumen teologis yang mereka ajukan akan tampak blunder pokoknya. Bahwa pengeboman Bali itu adalah wujud dari sebuah penghampiran yang harafiah, di mana aksara harus disembah dan yurisdiksi kata harus tegak. Setiap kata dalam kitab suci diletakkan sebagai ekspresi kebenaran Tuhan. Para teroris itu memahami Sabda dari bentuk skripturalnya saja tanpa memahami esensi dasarnya. Mereka menelan tafsir-tafsir keagamaan klasik tanpa modifikasi apalagi kritik.
Setahun Memasung Kebebasan Beragama
Oleh M. Guntur Romli
Kebebasan beragama merupakan amanat konstitusi. Dalam UUD 45 Pasal 29 ayat (2) disebutkan, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Dalam Pasal 28E tentang Hak Asasi Manusia hasil amendemen UUD 1945 tahun 2000 disebutkan, (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya… (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Memetik Buah Warta Kebencian
Oleh Pormadi Simbolon
Di tengah kemajemukan tersebut penulis menghadapi perbenturan antara ajaran agama dan budaya setempat dengan yang penulis anut. Pada situasi demikian pula penulis melihat realitas bahwa ada beberapa pemimpin dan tokoh agama berlomba-lomba “menjual” dan mewartakan ajaran agamanya. Yang patut disesalkan adalah adanya sejumlah kecil dari mereka yang tidak segan-segan mengajarkan fanatisme berlebihan, penjelek-jelekan agama di luar agama yang dianutnya, pengajaran kebencian terhadap agama lain dan pemeluknya.
Dasasila Kebebasan Beragama
Oleh M. Dawam Rahardjo
Perpindahan agama harus dianggap peristiwa biasa dan sering disambut hangat oleh kalangan agama yang baru dipeluk, sebagaimana tampak dalam penayangan orang-orang mualaf atau pemberian zakat kepada mualaf yang sering kali sebelumnya memeluk agama lain.
Saya Sudah di Surga, Ustad!
Oleh M. Guntur Romli
Rabu malam kemarin (16/11), di kediaman Wapres Jusuf Kalla diputar film istimewa. Penontonnya pun istimewa. Film itu berasal dari rekaman testimoni (pengakuan) para pelaku bom Bali II. Sedangkan penontonnya, dua belas ulama yang didatangkan dari Jawa Timur.