Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak atau Restitusi Pajak adalah pengembalian penerimaan pajak dari negara kepada wajib pajak (WP) yang terjadi apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan WP tidak punya hutang pajak lain.[1]
Daftar Isi
Tata Cara Pengembalian
Dalam Hal Lebih Bayar Pajak
Dalam hal jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari pada jumlah pajak yang terutang, prosedurnya adalah sebagai berikut:
- Wajib Pajak (WP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke Dirjen Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat WP terdaftar atau berdomisili.
- Dirjen Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi), menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dalam hal:
- Pajak Penghasilan, apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang;
- Pajak Pertambahan Nilai, apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut; atau
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah, apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
- SKPLB diterbitkan oleh Dirjen Pajak paling lama 12 bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.
- Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan restitusi, Dirjen Pajak tidak memberikan keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan, dan SKPLB diterbitkan dalam waktu paling lambat satu bulan setelah jangka waktu berakhir. Apabila SKPLB terlambat diterbitkan, kepada WP diberikan imbalan bungasebesar 2% per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu satu bulan tersebut sampai dengan saat diterbitkan SKPLB.
Dalam Hal Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terhutang
Pajak yang yang seharusnya tidak terutang adalah pajak yang telah dibayar oleh wajib pajak (WP) yang bukan merupakan objek pajak yang terutang atau kesalahan pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan atau bukan merupakan objek pajak. Prosedur pengembaliannya adalah sebagai berikut:
- Kondisi wajib pajak:
- WP (wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan, termasuk orang pribadi yang belum memiliki NPWP) dapat mengajukan permohonan restitusi keDirjen Pajak melalui KPP tempat WP terdaftar atau berdomisili, apabila terjadi kesalahan pembayaran pajak atas pajak yang seharusnya tidak terutang. Surat permohonan harus melampirkan:
- Asli bukti pembayaran pajak;
- Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang; dan
- Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang
- WP yang dipotong atau dipungut (PPh, PPN, dan PPnBM) dapat mengajukan permohonan restitusi ke Dirjen Pajak melalui KPP tempat WP yang dipotong atau yang dipungut terdaftar atau melalui KPP tempat Pengusaha Kena Pajak yang dipungut dikukuhkan dengan catatan PPh, PPN, dan PPnBM yang dipotong atau dipungut belum dikreditkan atau dibiayakan. Surat permohonan harus melampirkan:
- Asli bukti pemotongan/pemungutan pajak;
- Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang; dan
- Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
- WP yang melakukan pemotong atau pemungutan dapat mengajukan permohonan restitusi ke Dirjen Pajak melalui KPP tempat WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan terdaftar atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan dikukuhkan, apabila terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukannya dan pihak yang dipotong atau dipungut adalah:
- orang pribadi yang belum memiliki NPWP;
- subjek pajak luar negeri; atau
- terdapat kesalahan penerapan ketentuan oleh pemotong atau pemungutan kecuali WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan tidak dapat ditemukan yang disebabkan antara lain karena pembubaran usaha.
- Surat permohonan harus melampirkan:
- Asli bukti pembayaran pajak;
- Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang;
- Alasan permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; dan
- Surat kuasa dari pihak yang dipotong atau dipungut kepada WP yang melakukan pemotongan atau pemungutan atau Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemungutan.
- WP (wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan, termasuk orang pribadi yang belum memiliki NPWP) dapat mengajukan permohonan restitusi keDirjen Pajak melalui KPP tempat WP terdaftar atau berdomisili, apabila terjadi kesalahan pembayaran pajak atas pajak yang seharusnya tidak terutang. Surat permohonan harus melampirkan:
- Ditjen Pajak melakukan penelitian terhadap permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dalam jangka waktu paling lama tiga bulan sejak permohonan WP diterima secara lengkap dan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) bila hasil penelitian tersebut terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Apabila hasil penelitian tidak terdapat pajak yang seharusnya tidak terutang, maka Ditjen Pajak harus memberitahu secara tertulis kepada WP.
Pengembalian Pendahuluan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak atau Restitusi Pendahuluan adalah pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak Patuh atau kepada WP lain yang memenuhi persyaratan tertentu.
Wajib Pajak Patuh
Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak (WP) yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak sebagai WP yang memenuhi kriteria tertentu yang dapat diberikan restitusi pendahuluan berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
WP yang tidak berstatus sebagai WP Patuh dapat pula diberikan restitusi pendahuluan asalkan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- WP orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
- WP orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh kurang dari Rp 1.800.000.000 dan jumlah lebih bayarnya kurang dari Rp 1.000.000 atau paling banyak 0,5% dari jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh tersebut;
- Wajib Pajak Badan dengan jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh paling banyak Rp 5.000.000.000 dan jumlah lebih bayarnya kurang dari Rp 10.000.000; atau
- Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan untuk suatu Masa Pajak paling banyak Rp 150.000.000 dan jumlah lebih bayarnya paling banyak Rp 150.000.
Terhadap permohonan restitusi pendahuluan dari WP bukan WP Patuh yang memenuhi persyaratan tersebut, Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) melakukan:
- Penelitian atas:
- Kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya;
- Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
- Kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh WP; dan
- Kebenaran alamat yang tercantum dalam SPT tersebut atau dalam SPT perubahan alamat.
- Penerbitan SKPPKP paling lama tiga bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan dan paling lama satu bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai. Dalam hal hasil penelitian menyatakan tidak lebih bayar, lampiran SPT tidak lengkap, pembayaran pajak tidak benar, atau alamat tidak sesuai dengan yang tercantum dalam SPT atau dengan pemberitahuan perubahan alamat sehingga SKPPKP tidak diterbitkan, maka Kepala KPP harus memberitahukan secara tertulis kepada WP.
Referensi
Izin bertanya mas,
Batasan jumlah lebih bayar untuk Wajib Pajak yang menjalankan usaha bukannya Rp 10.000.000 ya? dan untuk badan Rp 100.000.000 –> PMK Nomor 198/PMK.03/2013 .
Ijin bertanyata, bagaimana jika WP yg mempunyai kasus kelebihan bayar pajak iyu adalah WP bendahara, bukan perorangan atau badan usahaha? ijin petunjuk