Naskah Perjanjian Dirjen Perbendaharaan Nomor PRJ-181/PB/2015
Nomor: PRJ- 181/PB/2015
Nomor: B.930-DIR/HBL.1/12/2015
Tanggal: 31 Desember 2015
Pada hari ini Kamis tanggal Tiga Puluh Satu bulan Desember tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Jakarta, kami yang bertanda tangan di bawah ini:
MARWANTO HARJOWIRYONO: | Direktur Jenderal Perbendaharaan, beralamat di Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta, dalam jabatannya tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 bertindak untuk dan atas nama Menteri Keuangan Republik Indonesia, untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA; |
ASMAWI SYAM: | Direktur Utama, bertempat tinggal di Jakarta, dalam hal ini bertindak dalam jabatannya tersebut mewakili Direksi, berdasarkan Anggaran Dasar perseroan yang dimuat dalam Akta Nomor 51 tanggal 26 Mei 2008 yang dibuat di hadapan Fathiah Helmi, SH, Notaris di Jakarta dan telah diumumkan dalam Berita Negara RI Nomor 68 Tanggal 25 Agustus 2009, Tambahan Nomor 23079, terakhir diubah dengan Akta Nomor 1 tanggal 1 April 2015 yang dibuat di hadapan Fathiah Helmi, SH, Notaris di Jakarta, perubahan mana telah diterima dan dicatat dalam database Sistem Administrasi Badan Hukum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sesuai dengan suratnya tanggal 8 April 2015 Nomor: AHU-AH.01.03-0054353, oleh karenanya sah bertindak untuk dan atas nama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk berkedudukan di Jalan Jenderal Sudirman No. 44-46 Jakarta Pusat, untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA; |
PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA secara bersama-sama selanjutnya disebut PARA PIHAK, sepakat dan menyatakan bahwa:
1. PIHAK PERTAMA memberi tugas kepada PIHAK KEDUA untuk melaksanakan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada perjanjian ini.
2. PIHAK KEDUA menerima tugas yang diberikan PIHAK PERTAMA sebagaimana dimaksud butir 1 di atas.
3. Dengan berdasarkan pada ketentuan sebagaimana tersebut di bawah ini:
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
c. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
d. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah;
e. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
f. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 32/PMK.05/2010 tentang Pelaksanaan Rekening Penerimaan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Bersaldo Nihil dalam rangka Penerapan Treasury Single Account;
g. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 32/PMK.05/2014 Tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik;
h. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-78/PB/2006 tentang Penatausahaan Penerimaan Negara Melalui Modul Penerimaan Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-25/PB/2012;
i. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-32/PB/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Rekening Penerimaan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Bersaldo Nihil Dalam Rangka Penerapan Treasury Single Account (TSA);
j. Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor KEP-40/PB/2014 Tentang Penunjukan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Sebagai Bank Persepsi Yang Melaksanakan Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik;
dan memperhatikan Surat Deputi Gubernur Bank Indonesia tanggal 16 Agustus 2007 Nomor 9/5/DpG/DASP tentang Pembebasan Biaya RTGS untuk Transaksi Penerimaan dan Pengeluaran Negara Dalam Rangka Treasury Single Account (TSA) pada KPPN di seluruh Indonesia.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, PARA PIHAK sepakat untuk membuat dan menandatangani Perjanjian Jasa Pelayanan Perbankan Sebagai Bank Persepsi Yang Melaksanakan Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik Dalam Rangka Pelaksanaan Treasury Single Account (TSA) Penerimaan (selanjutnya disebut Perjanjian), dengan ketentuan sebagai berikut:
Daftar Isi
BAB I
PENGERTIAN
Pasal 1
Dalam Perjanjian ini yang dimaksud dengan:
- Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
- Kuasa BUN Pusat adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan.
- Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan untuk membayar seluruh pengeluaran negara.
- Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disebut Rekening KUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada Bank Sentral.
- Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Bank Indonesia.
- Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran penerimaan negara.
- Bank Persepsi dan Pos Persepsi yang selanjutnya disebut Bank/Pos Persepsi adalah penyedia layanan penerimaan setoran penerimaan negara sebagai Collecting Agent dalam sistem penerimaan negara menggunakan surat setoran elektronik.
- Direktorat Pengelolaan Kas Negara yang selanjutnya disebut Direktorat PKN adalah unit eselon II pada kantor pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
- Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut KPPN Khusus Penerimaan adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara.
- Keadaan Kahar (Force Majeure) adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan dan kendali manusia, tidak dapat dihindarkan, dan tidak terbatas pada bencana alam, kebakaran, banjir, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), pemberontakan, revolusi, makar, huru-hara, terorisme, wabah/epidemik dan diketahui secara luas sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
- User Acceptance Test yang selanjutnya disingkat UAT adalah pengujian yang dilakukan oleh Kuasa BUN Pusat atas sistem dan proses bisnis penatausahaan penerimaan negara pada bank/pos persepsi atau bank umum/devisa atau badan/lembaga yang mengajukan permohonan untuk menjadi bank/pos persepsi dengan persyaratan dan spesifikasi yang ditetapkan oleh Kuasa BUN Pusat.
- Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor tanda bukti pembayaran/penyetoran ke Kas Negara yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan oleh sistem settlement.
- Nomor Transaksi Bank yang selanjutnya disingkat NTB adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh bank sebagai Bank Persepsi.
- Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi atas transaksi penerimaan negara dengan teraan NTPN dan NTB/NTP sebagai sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat setoran.
- Laporan Harian Penerimaan Elektronik yang selanjutnya disingkat LHP Elektronik adalah laporan harian penerimaan negara yang dibuat oleh Bank/Pos Persepsi dalam bentuk arsip data komputer.
- Sistem Settlement adalah sistem penerimaan negara yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memfasilitasi penyelesaian proses pembayaran dan pemberian NTPN.
- Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban membayar menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Wajib Setor adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban untuk menerima untuk kemudian menyetorkan penerimaan negara menurut peraturan perundang-undangan.
- CA Only (Collecting Agent Only –Wikiapbn) adalah penerimaan negara yang catatan transaksi dan uangnya berada di Bank/Pos Persepsi.
- Settlement Only adalah transaksi penerimaan negara yang tercatat pada Sistem Settlement (mendapatkan NTPN) namun tidak terdapat pada data penerimaan negara dari sistem Bank/Pos Persepsi.
- Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik.
- Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
- Biller adalah Unit Eselon I Kementerian Keuangan yang diberi tugas dan kewenangan untuk menerbitkan dan mengelola kode billing.
- Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan oleh sistem billing atas suatu jenis pembayaran atau setoran yang akan dilakukan Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
- Penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke Kas Negara.
- Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
- Hari Kerja adalah hari sebagaimana tersebut pada penanggalan yang secara resmi dinyatakan sebagai bukan hari libur/yang diliburkan oleh Pemerintah.
- Rekening Penerimaan adalah rekening yang dibuka oleh KPPN untuk menampung Penerimaan Negara pada bank umum/badan lainnya.
- Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh Penerimaan Negara dan membayar seluruh Pengeluaran Negara pada Bank Sentral.
- Rekening Koran adalah laporan yang memuat posisi dan mutasi atas transaksi yang terjadi pada rekening giro.
- Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, yang selanjutnya disebut Sistem BIRTGS adalah sistem transfer dana elektronik dalam mata uang rupiah yang dilakukan seketika per transaksi secara individual.
- Window Time BI RTGS adalah jadwal pelayanan transaksi transfer dana melalui sistem BI RTGS.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Maksud dibuatnya Perjanjian ini adalah untuk mengatur penyelenggaraan layanan PIHAK KEDUA dalam rangka pelaksanaan Treasury Single Account.
(2) Tujuan dibuatnya Perjanjian ini agar menjamin pelaksanaan layanan Penerimaan Negara secara elektronik dapat dilakukan tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran.
BAB III
PELIMPAHAN KEWENANGAN
Pasal 3
Untuk mencapai maksud dan tujuan Perjanjian ini, maka
- PIHAK PERTAMA memberi kewenangan kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara, dan Kepala KPPN Khusus Penerimaan untuk melaksanakan tugas sesuai Perjanjian dan peraturan perundang-undangan.
- PIHAK KEDUA memberi kewenangan kepada Pimpinan Cabang Bank Persepsi yang ditunjuk sebagai koordinator mitra kerja KPPN Khusus Penerimaan untuk melaksanakan tugas sesuai Perjanjian dan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
RUANG LINGKUP PEKERJAAN
Pasal 4
Ruang lingkup pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh PIHAK KEDUA meliputi:
a. Penyediaan media jaringan komunikasi yang terhubung dengan Data Center (DC) dan Disaster Recovery Center (DRC).
b. Penyediaan proses bisnis dalam rangka penatausahaan penerimaan negara secara elektronik dan penyediaan Sumber Daya Manusia yang memiliki kewenangan/tanggung jawab dalam melakukan penatausahaan.
c. Penyediaan sistem aplikasi penerimaan negara secara elektronik sesuai CA Requirement dan pemeliharaan sistem teknologi informasi yang terhubung dengan sistem Settlement dalam rangka menunjang kelancaran Penerimaan Negara.
d. Penyediaan fasilitas layanan Penerimaan Negara secara terpusat/tersentralisasi melalui fasilitas layanan Over The Counter/ATM/Internet Banking dan elektronik lainnya.
e. Penyampaian laporan apabila diperlukan sesuai permintaan PIHAK PERTAMA.
f. Pembukaan loket Penerimaan Negara pada setiap hari kerja dan hari tertentu sesuai permintaan PIHAK PERTAMA di semua cabang/cabang pembantu/unit layanan lainnya.
g. Penerimaan atas setiap setoran Penerimaan Negara dengan menggunakan kode billing dari seluruh wajib pajak/wajib bayar/wajib setor termasuk yang bukan nasabah PIHAK KEDUA.
h. Dapat mengakses ke sistem settlement untuk memperoleh NTPN atas setiap setoran Penerimaan Negara yang dilakukan.
i. Penerbitan BPN/BPN Sementara atas setiap setoran yang diterima.
j. Pelimpahan Penerimaan Negara ke rekening SUBRKUN Direktorat PKN pada Bank Indonesia.
k. Penyampaian Laporan Harian Penerimaan Elektronik, Daftar Nominatif Penerimaan Elektronik dan Rekening Koran Elektronik kepada KPPN Khusus Penerimaan melalui portal Kementerian Keuangan.
l. Rekonsiliasi data transaksi dan rekonsiliasi kas dengan KPPN Khusus Penerimaan secara harian.
m. Penyampaian laporan lainnya sesuai permintaan KPPN Khusus Penerimaan.
Pasal 5
PIHAK KEDUA sebagai Bank Persepsi melaksanakan penatausahaan penerimaan negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
BAB V
PEMBATASAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 6
(1) PARA PIHAK setuju bahwa kewajiban maksimum PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA untuk alasan apapun, hanya terbatas pada ruang lingkup pekerjaan yang diatur dalam Perjanjian ini.
(2) Apabila di kemudian hari terdapat ketentuan dalam Perjanjian ini yang ternyata cacat, atau tidak dapat dilaksanakan karena bertentangan dengan hukum yang berlaku atau dihentikan oleh pengadilan yang berwenang, maka hal tersebut tidak mengakibatkan ketentuan lain dari Perjanjian ini menjadi tidak sah atau tidak berlaku, di mana hal-hal tersebut dapat diperbaiki/diperbaharui berdasarkan persetujuan PARA PIHAK atau berdasarkan keputusan pengadilan, dan keadaan tersebut tidak mempengaruhi hak dan kewajiban lainnya dari PARA PIHAK yang akan tetap diakui dan dilaksanakan dengan tetap memperhatikan tujuan dan kesepakatan PARA PIHAK.
(3) Dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Perjanjian ini, PIHAK KEDUA wajib merahasiakan seluruh data dan informasi yang ada dan tidak boleh digunakan untuk keperluan apapun dan tujuan apapun juga atau diberitahukan kepada I siapa pun di luar ruang lingkup pekerjaan yang telah ditetapkan, kecuali apabila sebelumnya lelah memperoleh persetujuan tertulis dari PIHAK PERTAMA.
(4) Pelaksanaan pekerjaan oleh PIHAK KEDUA berdasarkan Perjanjian ini tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, kecuali apabila terdapat alasan atau pertimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis menurut ketentuan dalam Perjanjian ini dan peraturan perundang-undangan dengan persetujuan dari PIHAK PERTAMA.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK
Pasal 7
PIHAK PERTAMA berhak:
- Memperoleh pelayanan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
- Melakukan UAT/UAT ulang atas sistem Penerimaan Negara secara elektronik yang dikembangkan/digunakan PIHAK KEDUA.
- Memperoleh LHP Elektronik, DNP Elektronik dan Rekening Koran Elektronik secara harian dari PIHAK KEDUA.
- Meminta PIHAK KEDUA untuk memperbaiki LHP Elektronik, DNP Elektronik, Rekening Koran Elektronik dan mengirimkan kembali kepada KPPN Khusus Penerimaan sesuai peraturan perundang-undangan.
- Melakukan monitoring dan evaluasi atas kepatuhan PIHAK KEDUA dalam melaksanakan layanan Penerimaan Negara secara elektronik.
- Memberikan peringatan tertulis atas pelanggaran yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA.
- Memberikan sanksi denda atas pelanggaran yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA.
- Mencabut status penunjukan PIHAK KEDUA sebagai Bank Persepsi yang melaksanakan sistem penerimaan negara secara elektronik
Pasal 8
PIHAK PERTAMA wajib:
- Menyampaikan peraturan perundang-undangan terkait Penerimaan Negara secara elektronik kepada PIHAK KEDUA.
- Membuka Rekening Penerimaan Negara Terpusat pada Bank Persepsi mitra kerja KPPN Khusus Penerimaan.
- Memberikan imbalan atas jasa pelayanan perbankan dalam melaksanakan Penerimaan Negara yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA.
- Mengembalikan kelebihan pelimpahan penerimaan yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA sesuai ketentuan yang berlaku.
- Melaksanakan rekonsiliasi jumlah transaksi Penerimaan Negara terkait imbalan jasa pelayanan perbankan dengan PIHAK KEDUA.
Pasal 9
PIHAK KEDUA berhak:
- Mendapatkan akses interkoneksi dengan sistem settlement.
- Mengajukan tagihan imbalan jasa pelayanan perbankan sehubungan dengan pelaksanaan layanan Penerimaan Negara secara elektronik oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA.
- Meminta kembali kelebihan atas pelimpahan Penerimaan Negara yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA sesuai ketentuan yang berlaku.
- Mengajukan keberatan atas sanksi denda yang ditetapkan oleh PIHAK PERTAMA.
Pasal 10
PIHAK KEDUA wajib:
- Menyediakan dan memelihara sistem teknologi informasi yang terhubung dengan sistem settlement dalam rangka menunjang kelancaran Penerimaan Negara secara elektronik.
- Melakukan UAT/UAT ulang atas sistem Penerimaan Negara secara elektronik berdasarkan rekomendasi PIHAK PERTAMA.
- Membuka loket Penerimaan Negara di semua cabang/cabang pembantu/unit layanan lainnya pada setiap hari kerja mulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 15.00 waktu setempat dan/atau waktu tertentu sesuai dengan permintaan dari PIHAK PERTAMA.
- Menerima seluruh setoran Penerimaan Negara yang dilakukan melalui loket termasuk dari wajib pajak/wajib bayar/wajib setor yang nasabah/bukan nasabah PIHAK KEDUA.
- Menerima setiap setoran Penerimaan Negara baik yang dilakukan melalui loket dan/atau secara elektronik lainnya tanpa melihat/mempertimbangkan nilai nominal setoran.
- Melakukan input kode billing ke dalam sistem Penerimaan Negara secara elektronik.
- Mengkredit setiap setoran Penerimaan Negara ke Rekening Penerimaan Negara Terpusat secara real time sebelum memperoleh NTPN.
- Mengakses sistem settlement untuk memperoleh NTPN atas setiap setoran Penerimaan Negara yang diterima.
- Menerbitkan BPN/BPN Sementara atas setiap setoran yang diterima dan menyampaikannya kepada wajib pajak/wajib bayar/wajib setor baik secara langsung maupun melalui email.
- Melimpahkan Penerimaan Negara yang diterima setelah pukul 15.00 waktu setempat hari kerja sebelumnya sampai dengan pukul 15.00 waktu setempat hari kerja berkenaan ke rekening SUBRKUN Direktorat PKN pada Bank Indonesia dan selambat-lambatnya telah diterima pada pukul 16.30 WIB.
- Menyampaikan LHP Elektronik, DNP Elektronik dan Rekening Koran Elektronik kepada KPPN Khusus Penerimaan paling lambat pukul 09.00 WIB pada hari kerja berikutnya atau waktu lain yang ditetapkan oleh BUN/Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat.
- Melakukan rekonsiliasi data transaksi dan rekonsiliasi kas dengan KPPN Khusus Penerimaan setiap akhir hari kerja.
- Menindaklanjuti data CA Only dan Settlement Only dari hasil rekonsiliasi data transaksi penerimaan negara secara elektronik.
- Melimpahkan dana penerimaan negara atas data transaksi CA Only dan Settlement Only ke Rekening Kas Negara pada Bank Indonesia.
- Menyediakan fasilitas pencetakan BPN ulang di seluruh cabang/cabang pembantu/unit layanan lainnya.
- Menyampaikan laporan lainnya sesuai permintaan PIHAK PERTAMA.
- Melaksanakan rekonsiliasi jumlah transaksi Penerimaan Negara secara elektronik terkait imbalan jasa pelayanan perbankan dengan KPPN Khusus Penerimaan sesuai ketentuan yang berlaku.
- Menindaklanjuti Surat Peringatan yang disampaikan oleh PIHAK PERTAMA.
- Menyetorkan sanksi denda yang ditetapkan PIHAK PERTAMA ke Kas Negara.
- Melakukan penyesuaian sistem teknologi informasi dalam hal terdapat perubahan peraturan perundang-undangan terkait penatausahaan Penerimaan Negara.
BAB VII
LARANGAN
Pasal 11
Cabang Koordinator/Cabang PIHAK KEDUA dilarang:
- Menutup loket Penerimaan Negara pada jam buka loket sebagaimana diatur pada pasal 4 huruf f.
- Menolak setoran Penerimaan Negara dari Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor yang nasabah/bukan nasabah PIHAK KEDUA sebagaimana diatur pada pasal 4 huruf g.
- Memungut biaya kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor atas jasa pelayanan perbankan yang diberikan oleh PIHAK KEDUA.
- Melakukan pembatalan transaksi dengan tujuan perubahan data Penerimaan Negara dalam LHP Elektronik yang disampaikan kepada KPPN Khusus Penerimaan.
- Membatalkan/mengembalikan setoran Penerimaan Negara yang telah mendapatkan NTPN dan tercatat pada Rekening Penerimaan Negara Terpusat secara sepihak.
- Mengkreditkan Penerimaan Negara sebelum memperoleh NTPN pada rekening selain Rekening Penerimaan Negara Terpusat sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 butir 7.
- Melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 10.
BAB VIII
PEMERIKSAAN
Pasal 12
(1) PIHAK KEDUA bersedia diperiksa sewaktu-waktu oleh PIHAK PERTAMA atas Sistem Teknologi Informasi (TI) yang dipergunakan dalam melaksanakan Penerimaan Negara secara elektronik dan atas kebenaran Penerimaan Negara.
(2) PIHAK PERTAMA secara berkala melakukan monitoring dan evaluasi atas kepatuhan PIHAK KEDUA dalam melaksanakan Penerimaan Negara.
BAB IX
GANGGUAN JARINGAN
Pasal 13
(1) Dalam hal terjadi gangguan sistem dan/atau jaringan pada Bank Indonesia, Kantor Pusat Bank Persepsi mitra kerja KPPN Khusus Penerimaan, PIHAK KEDUA wajib melaporkan kepada PIHAK PERTAMA dan melakukan langkah-langkah tindak lanjut dengan baik.
(2) Dalam hal terjadi gangguan sistem dan/atau jaringan pada PIHAK PERTAMA maka PIHAK PERTAMA memberikan pemberitahuan kepada PIHAK KEDUA.
(3) Gangguan sistem dan/atau jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Gangguan yang menyebabkan Bank Persepsi tidak dapat menerima informasi data setoran atas kode billing dari sistem settlement.
b. Gangguan yang menyebabkan Bank Persepsi tidak dapat menerima NTPN setelah melakukan perintah bayar atas transaksi Penerimaan Negara.
c. Gangguan yang mengakibatkan terganggunya proses pelimpahan Penerimaan Negara dan/atau penyampaian LHP Elektronik kepada KPPN Khusus Penerimaan dan rekonsiliasi data transaksi.
Pasal 14
(1) Dalam hal terjadi gangguan yang menyebabkan PIHAK KEDUA tidak dapat menerima informasi data setoran atas kode billing dari sistem settlement sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf a, PIHAK KEDUA membatalkan setoran dan mengembalikan kode billing kepada wajib pajak/wajib bayar/wajib setor.
(2) Dalam hal terjadi gangguan yang menyebabkan PIHAK KEDUA tidak dapat menerima NTPN setelah melakukan payment/perintah bayar atas transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf b:
a. PIHAK KEDUA mengirimkan kembali permintaan NTPN dengan mengirimkan data transaksi yang sama dengan transaksi sebelumnya.
b. Dalam hal PIHAK KEDUA masih belum menerima NTPN setelah dilakukan permintaan ulang, PIHAK KEDUA menerbitkan BPN Sementara tanpa NTPN.
c. Dalam hal NTPN diperoleh setelah BPN Sementara diterbitkan dan diserahkan kepada wajib pajak/wajib bayar/wajib setor, PIHAK KEDUA menyampaikan kembali BPN salinan yang telah dilengkapi dengan NTPN kepada wajib pajak/wajib bayar/wajib setor.
d. PIHAK KEDUA menerima setoran/mendebet rekening wajib pajak/wajib bayar/wajib setor, mengkredit ke Rekening Penerimaan Negara Terpusat dan selanjutnya melakukan pelimpahan dana atas transaksi penerimaan negara yang telah dilakukan payment/perintah bayar namun belum memperoleh NTPN dari sistem settlement.
(3) Dalam hal gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terjadi pada layanan dengan menggunakan Sistem Elektronik lainnya, PIHAK KEDUA melakukan hal sebagai berikut:
a. memberikan informasi status setoran yang dilakukan oleh wajib pajak/wajib bayar/wajib setor melalui sarana call center atau layanan informasi nasabah lainnya;
b. menyediakan fasilitas pencetakan ulang BPN.
(4) Dalam hal gangguan yang menyebabkan terganggunya proses pelimpahan Penerimaan Negara dan/atau penyampaian LHP Elektronik kepada KPPN Khusus Penerimaan dan rekonsiliasi data transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf c:
a. PIHAK KEDUA memberitahukan terjadinya gangguan dimaksud kepada KPPN Khusus Penerimaan secara tertulis pada hari berkenaan.
b. Dalam hal gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disebabkan oleh gangguan komunikasi data dengan Bank Indonesia, PIHAK KEDUA memberitahukan terjadinya gangguan dimaksud kepada KPPN Khusus Penerimaan dengan disertai surat keterangan dari Bank Indonesia yang menyatakan telah terjadi gangguan komunikasi data dalam pelaksanaan pelimpahan berkenaan.
(5) Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan dapat melakukan penyelidikan/penelusuran atas terjadinya gangguan jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4).
BAB X
SURAT PERINGATAN
Pasal 15
PIHAK PERTAMA menyampaikan Surat Peringatan kepada PIHAK KEDUA dalam hal:
- PIHAK KEDUA tidak atau terlambat menyampaikan Laporan Harian Penerimaan elektronik secara harian sesuai ketentuan.
- PIHAK KEDUA tidak menyetorkan denda atas keterlambatan pelimpahan Penerimaan Negara 5 (lima) hari kerja setelah pengenaan denda oleh KPPN Khusus Penerimaan.
- PIHAK KEDUA melakukan pendebetan rekening Kas Negara tidak sesuai dengan ketentuan.
- PIHAK KEDUA membatalkan/mengembalikan setoran Penerimaan Negara yang telah mendapatkan NTPN dan tercatat pada rekening Kas Negara.
- PIHAK KEDUA mengkreditkan Penerimaan Negara yang telah mendapatkan NTPN pada rekening selain rekening Kas Negara yang dibuka oleh KPPN Khusus Penerimaan.
- PIHAK KEDUA menolak menerima setoran Penerimaan Negara dari wajib pajak/wajib bayar/wajib setor yang nasabah/bukan nasabah PIHAK KEDUA.
- Hasil penelitian/penelusuran yang dilakukan oleh PIHAK PERTAMA atas terjadinya gangguan jaringan tidak sesuai dengan laporan dari PIHAK KEDUA.
- PIHAK KEDUA tidak bersedia diperiksa atas pelaksanaan Penerimaan Negara yang dilakukannya.
- PIHAK KEDUA tidak bersedia dilakukan UAT ulang atas sistem teknologi informasi yang dimiliki/dikuasai.
- PIHAK KEDUA tidak melaporkan/melakukan UAT terhadap pengembangan dan/atau perubahan terhadap sistem teknologi informasi yang dimiliki/dikuasai.
- PIHAK KEDUA tidak/terlambat melakukan rekonsiliasi data Penerimaan Negara dengan sistem settlement.
- Melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban PIHAK KEDUA sebagaimana dimaksud pada Pasal 10.
Pasal 16
Surat Peringatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
- Direktorat Pengelolaan Kas Negara atau KPPN Khusus Penerimaan menyampaikan peringatan pertama atas pelanggaran yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA.
- Apabila Surat Peringatan Pertama sebagaimana dimaksud pada angka 1 dalam waktu 5 (lima) hari kerja sejak tanggal diterimanya Surat Peringatan dimaksud tidak mendapatkan tanggapan atau tanggapan yang disampaikan oleh PIHAK KEDUA tidak menyelesaikan masalah, Direktorat Pengelolaan Kas Negara atau KPPN Khusus Penerimaan menyampaikan Surat Peringatan Kedua kepada PIHAK KEDUA dengan laporan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Direktur Pengelolaan Kas Negara.
- Apabila Surat Peringatan Kedua sebagaimana dimaksud pada angka 2 dalam waktu 5 (lima) hari kerja sejak tanggal diterimanya Surat Peringatan dimaksud tidak mendapatkan tanggapan atau tanggapan yang disampaikan oleh PIHAK KEDUA tidak menyelesaikan masalah, Direktur Pengelolaan Kas Negara atau KPPN Khusus Penerimaan menyampaikan Peringatan Ketiga kepada PIHAK KEDUA.
BAB XI
SANKSI DENDA
Pasal 17
PIHAK PERTAMA mengenakan denda kepada PIHAK KEDUA dalam hal:
- Terlambat melimpahkan Penerimaan Negara.
- Tidak membuka loket Penerimaan Negara pada waktu yang ditetapkan.
- Menolak setoran Penerimaan Negara dari wajib pajak/wajib bayar/wajib setor yang nasabah/bukan nasabah PIHAK KEDUA.
- Mengenakan biaya kepada wajib pajak/wajib bayar/wajib setor atas jasa pelayanan perbankan yang diberikan oleh PIHAK KEDUA.
Pasal 18
(1) Besarnya denda sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 angka 1 sebesar 1 %0 (satu per seribu) per hari dari jumlah penerimaan yang kurang/terlambat dilimpahkan, dihitung jumlah hari keterlambatan termasuk hari libur/yang diliburkan.
(2) Besarnya denda sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 angka 2 dan angka 3 sebesar 5 % (lima per seratus) dari jumlah imbalan jasa pelayanan perbankan yang berhak diterima PIHAK KEDUA pada bulan denda dijatuhkan untuk setiap satu peringatan.
(3) Besarnya denda sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 angka 4 sebesar 300% (tiga ratus per seratus) dari jumlah biaya yang dipungut.
(4) PIHAK KEDUA wajib menyetorkan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) ke kas negara dalam waktu 5 (lima) hari kerja sejak diterbitkannya penetapan sanksi denda.
Pasal 19
(1) PIHAK KEDUA dapat dibebaskan dari pengenaan denda sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 dalam hal:
a. Keterlambatan pelimpahan disebabkan oleh gangguan pada sistem BI-RTGS yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari Bank Indonesia dan/atau gangguan pada sistem dan/atau jaringan PIHAK KEDUA yang dibuktikan dengan hasil penelitian Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
b. PIHAK KEDUA tidak membuka loket Penerimaan Negara dan/atau menolak setoran penerimaan negara disebabkan adanya gangguan jaringan pada kantor cabang/kantor pusat PIHAK KEDUA yang mengakibatkan PIHAK KEDUA tidak dapat beroperasi.
(2) Pembebasan sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam hal PIHAK KEDUA menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada KPPN Khusus Penerimaan atas gangguan dimaksud pada hari kerja berkenaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4).
BAB XII
KEBERATAN ATAS SANKSI DENDA
Pasal 20
(1) PIHAK KEDUA dapat mengajukan keberatan atas sanksi denda yang ditetapkan oleh KPPN Khusus Penerimaan.
(2) Dalam hal keberatan atas sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disetujui oleh KPPN Khusus Penerimaan, maka PIHAK KEDUA dapat mengajukan permohonan keberatan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara dengan terlebih dahulu menyetorkan denda dimaksud ke Kas Negara.
(3) Direktur Jenderal Perbendaharaan memberikan keputusan atas permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan keputusan tersebut bersifat final.
(4) Dalam hal PIHAK KEDUA telah membayar sanksi denda sesuai dengan yang ditetapkan oleh KPPN Khusus Penerimaan dan pengajuan keberatan atas sanksi denda disetujui oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan, maka PIHAK KEDUA dapat mengajukan permintaan pengembalian pembayaran denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Dalam hal KPPN Khusus Penerimaan tidak menyelesaikan permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), PIHAK KEDUA dapat melaporkan hal tersebut kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara.
(6) Apabila KPPN Khusus Penerimaan tidak memberikan jawaban penyelesaian, maka PIHAK KEDUA dapat melaporkan kepada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
(7) Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan cq. Direktorat Pengelolaan Kas Negara memberikan teguran yang bersifat final kepada KPPN Khusus Penerimaan.
BAB XIII
PEMBERIAN IMBALAN JASA PELAYANAN BANK PERSEPSI
Pasal 21
(1) PIHAK PERTAMA memberikan imbalan jasa pelayanan Bank Persepsi sesuai peraturan perundang-undangan kepada PIHAK KEDUA untuk setiap Kode Billing yang berhasil ditransaksikan.
(2) Kode Billing yang berhasil ditransaksikan sebagaimana pada ayat (1) dibuktikan dengan terbitnya NTB dan NTPN.
(3) Besarnya jumlah imbalan jasa pelayanan Bank Persepsi setiap bulan yang menjadi hak PIHAK KEDUA dihitung berdasarkan jumlah transaksi bulan berkenaan dikalikan imbalan per transaksi yang ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan dikurangi denda sebagaimana tersebut dalam Pasal 18.
BAB XIV
KEADAAN KAHAR (“FORCE MAJEURE”)
Pasal 22
(1) PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA tidak bertanggung jawab atas keterlambatan atau kegagalan dalam memenuhi perjanjian ini, baik langsung maupun tidak langsung dikarenakan oleh keadaan Force Majeure, yakni keadaan di luar kendali dan kemampuannya, termasuk tapi tidak terbatas pada peraturan, bencana alam, kebakaran, banjir, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), pemberontakan, revolusi, makar, huru-hara, terorisme, wabah/epidemic dan diketahui secara luas.
(2) Jika PIHAK PERTAMA atau PIHAK KEDUA tidak dapat melaksanakan pekerjaan berdasarkan perjanjian ini karena mengalami atau dipengaruhi oleh Force Majeure, maka Pihak yang mengalami Force Majeure harus memberitahukan secara tertulis kepada pihak lainnya dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender setelah terjadinya Force Majeure.
(3) Hal-hal yang merugikan yang disebabkan oleh perbuatan atau kelalaian PIHAK PERTAMA atau PIHAK KEDUA tidak dapat digolongkan sebagai Force Majeure.
(4) PIHAK KEDUA dapat dibebaskan dari denda apabila dapat membuktikan bahwa telah terjadi Force Majeure.
(5) Adanya konfirmasi dari Bank Indonesia bahwa pada saat terjadinya Force Majeure PIHAK KEDUA tidak dapat melakukan transaksi apapun.
(6) Kerugian yang diderita dan biaya yang dikeluarkan oleh PIHAK KEDUA sebagai akibat terjadinya Force Majeure bukan merupakan tanggung jawab PIHAK PERTAMA, demikian pula sebaliknya.
(7) Pemulihan layanan dari keadaan kahar dilakukan secepatnya dan dilakukan secara bersama-sama oleh PARA PIHAK.
BAB XV
KOMUNIKASI DAN KOORDINASI
Pasal 23
(1) Setiap pemberitahuan, pengiriman, atau penyampaian dokumen, instruksi, perintah dan komunikasi lain yang diminta atau diperlukan menurut Perjanjian ini dianggap benar jika dialamatkan kepada:
PIHAK PERTAMA:
Direktur Jenderal Perbendaharaan
c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara
Gedung Prijadi Praptosuhardjo II Lt. 3
Jalan Lapangan Banteng Timur 2-4
Jakarta 10710, Indonesia
Telepon: 021-3456547
Faksimili: 021-3840515
PIHAK KEDUA:
Direktur Utama
C.q. Kepala Divisi Hubungan Lembaga 1
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Gedung BRI I Lantai 9
JI. Jenderal Sudirman Kav. 44-46 Jakarta 10210
Telp. (021) 5758950/66
Facs. (021) 57852236
(2) Permintaan data, informasi dan atau laporan sebagaimana dimaksud dalam Perjanjian ini oleh PIHAK PERTAMA, hanya dapat dilakukan oleh pejabat sebagai berikut:
a. Direktur Jenderal Perbendaharaan
b. Direktur Pengelolaan Kas Negara
c. Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan
Perubahan atas pejabat tersebut di atas dapat dilakukan, apabila PIHAK KEDUA telah memperoleh pemberitahuan tertulis dari PIHAK PERTAMA yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
(3) Semua pemberitahuan yang diberikan berdasarkan Perjanjian ini harus dibuat secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada PARA PIHAK dengan alamat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikirim secara langsung dengan bukti tanda terima dan atau melalui faksimili dan atau cara lain dengan bukti tanda pengiriman.
(4) Dalam hal terjadi perubahan ala mat dari alamat tersebut di atas atau alamat terakhir yang tercatat, maka perubahan tersebut harus diberitahukan secara tertulis kepada PARA PIHAK dalam Perjanjian ini selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender sebelum terjadinya perubahan alamat dimaksud. Jika perubahan alamat dimaksud tidak diberitahukan maka surat-menyurat atau pemberitahuan-pemberitahuan berdasarkan Perjanjian ini dianggap telah diberikan sebagaimana mestinya dengan dikirimnya surat atau pemberitahuan itu.
BAB XVI
USER ACCEPTANCE TEST
Pasal 24
(1) PIHAK PERTAMA sewaktu-waktu dapat melakukan UAT ulang terhadap sistem teknologi informasi penerimaan negara yang digunakan PIHAK KEDUA.
(2) UAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dalam hal:
a. PIHAK KEDUA mengembangkan/menggunakan sistem baru; atau
b. Terdapat perubahan peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan perubahan pada sistem Penerimaan Negara.
BAB XVII
MERGER ATAU AKUISISI
Pasal 25
(1) PIHAK KEDUA memberitahukan PIHAK PERTAMA apabila PIHAK KEDUA akan melakukan merger dengan pihak lain atau diakuisisi oleh bank lain paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum tanggal rencana pelaksanaan merger atau akuisisi.
(2) Dalam hal dilakukan merger atau akuisisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PARA PIHAK sepakat bahwa perjanjian merupakan bagian dari kesepakatan merger atau akuisisi, yang tetap berlaku dan mengikat bank hasil merger atau bank lain yang mengakuisisi PIHAK KEDUA.
(3) Terjadinya merger atau akuisisi tidak menghalangi pelaksanaan hak dan kewajiban oleh PARA PIHAK dalam perjanjian ini.
(4) Dalam hal dianggap perlu dapat dilakukan amandemen terhadap Perjanjian khusus untuk perubahan PIHAK KEDUA.
BAB XVIII
JANGKA WAKTU PERJANJIAN
Pasal 26
(1) Perjanjian ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan 31 Desember 2017 dan dapat dievaluasi setiap tahun oleh PIHAK PERTAMA.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pelaksanaan UAT ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
BAB XIX
BERAKHIRNYA PERJANJIAN
Pasal 27
(1) Perjanjian ini berakhir pada saat:
a. Berakhirnya jangka waktu perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26; atau;
b. Adanya persetujuan kedua belah pihak.
(2) PIHAK PERTAMA dapat menyatakan perjanjian tidak berlaku secara sementara/tetap karena PIHAK KEDUA:
a. Memberikan laporan/keterangan yang tidak benar mengenai terjadinya gangguan jaringan.
b. Melanggar kesepakatan dan tidak memiliki itikad baik untuk mematuhi semua kesepakatan sesuai Perjanjian dan untuk itu sudah diberikan peringatan secara patut.
c. Dinyatakan tidak layak beroperasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.
d. Tidak melaksanakan/menindaklanjuti atau tidak memberikan tanggapan atau memberikan tanggapan tetapi tidak memadai atas peringatan tersebut.
e. Sistem teknologi informasi yang dimiliki oleh PIHAK KEDUA dinyatakan tidak lulus/tidak layak berdasarkan hasil UAT yang dilaksanakan oleh PIHAK PERTAMA.
f. Perubahan pada sistem Penerimaan Negara yang mengakibatkan perubahan terhadap proses bisnis Penerimaan Negara sehingga ketentuan dalam perjanjian ini tidak dapat dilaksanakan.
(3) PIHAK PERTAMA memberitahukan hal tersebut pada ayat (2) kepada PIHAK KEDUA paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum menyatakan perjanjian ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
(4) Dalam hal terjadi pengakhiran/pemutusan Perjanjian ini, PARA PIHAK sepakat untuk mengesampingkan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Pemutusan/Pembatalan Perjanjian.
BAB XX
PERUBAHAN ATAS PERJANJIAN
Pasal 28
(1) Apabila sewaktu-waktu diperlukan perubahan atas Perjanjian ini karena adanya perubahan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau adanya suatu kejadian atau hal yang penting, maka PARA PIHAK sepakat untuk bertemu dan membicarakan perubahan atas perjanjian ini.
(2) Perubahan tersebut hanya berlaku efektif apabila dibuat secara tertulis dan ditandatangani PARA PIHAK.
(3) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Perjanjian tambahan (addendum) yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari Perjanjian ini.
BAB XXI
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Pasal 29
(1) PARA PIHAK dalam perjanjian ini tunduk dan sepenuhnya mengikuti peraturan perundang-undangan di Indonesia.
(2) Setiap perselisihan antara PARA PIHAK yang timbul dari atau sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian ini sedapat mungkin diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat.
(3) Dalam hal musyawarah untuk mufakat tidak tercapai di antara PARA PIHAK, maka setiap perselisihan akan diselesaikan oleh arbitrase yang diselenggarakan di Jakarta, dalam Bahasa Indonesia berdasarkan ketentuan dari Badan Arbitrase Nasional Indonesia (“BANI”).
BAB XXII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
(1) Hal-hal lain yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam Perjanjian ini termasuk tahapan implementasi/transisi akan diatur kemudian atas dasar kesepakatan PARA PIHAK yang akan dituangkan dalam Perjanjian tambahan (addendum) yang merupakan satu kesatuan dan bagian tidak terpisahkan dari Perjanjian ini.
(2) Perjanjian ini ditandatangani di Jakarta, pada hari dan tanggal tersebut di atas, dibuat dalam rangkap 2 (dua) masing-masing bermeterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama bagi PARA PIHAK.
Ditetapkan: di Jakarta Tanggal: 31 Desember 2015 |
|
PIHAK PERTAMA ATAS NAMA
MARWANTO HARJOWIRYONO |
PIHAK KEDUA DIREKTUR UTAMA
ASMAWI SYAM |
Leave a Reply