A | B | C | D | E | F | G | H | I | J | K | L | M | N | O | P | R | S | T | U | V | W | Y | Z

IMAM ZARKASYI




Nama :
IMAM ZARKASYI

Lahir :
Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, 21 Maret 1910

Agama :
Islam

Pendidikan :
- SR (1923)
- Pesantren Joresan, Josari, Durisari dan Tegalsari, Ponorogo
- Pesantren Mambaul Ulum, Solo
- Madrasati-l-Arabiyah Al Islamiyah, Solo (1930)
- Kulliyatil Muallimin Al Islamiyah, Padang (1935)


Karir :
- Direktur Sekolah Guru Islam, Padangsidempuan (1936)
- Kepala Urusan Agama, Madiun (1943)
- Kepala Bidang Pendidikan dan Pengajaran Agama Kementerian Agama RI (1943-1947)
- Ketua Umum Persatuan Guru Islam Indonesia (1951-1953)
- Ketua Bagian Perencanaan Pendidikan Agama Sekolah-Sekolah Negeri (1951-1953)
- Ketua Majelis Pertimbangan Pengajaran dan Pendidikan Agama Kementerian Agama (1953)
- Anggota Badan Perencanaan Peraturan Pokok Sekolah Swasta (1956)
- Anggota Badan Perancang Nasional (1959)
- Direktur Pondok Modern Gontor Darussalam, Ponorogo (1959- 1985)


Alamat Rumah :
Pondok Modern Gontor Darussalam, Ponorogo

Alamat Kantor :
Pondok Modern Gontor Darussalam, Ponorogo

 

IMAM ZARKASYI


Usianya belum 16 tahun, ketika pada 9 Oktober 1926 ikut merintis Pondok Gontor menjadi pondok pesantren modern pertama di Indonesia. Ini dilakukan Imam Zarkasyi -- bersama dua abangnya, Ahmad Sahal dan Zainuddin Fanani -- untuk menolong lembaga pendidikan tradisional Islam milik ayahnya itu dari kemunduran. Upayanya berhasil, sehingga ketiga kakak beradik itu dijuluki "Trimurti Pondok Gontor".

Padahal, waktu itu, Zarkasyi sendiri masih menuntut ilmu pada sejumlah pondok pesantren di daerah kelahirannya, Ponorogo: Joresan, Josari, Durisawo, dan Tegalsari, serta Pondok Jamsaren dan sekolah Manbaul Ulum di Solo. Setelah menyelesaikan Madrasatul Arabiyah Al-Islamiyah di Solo, 1930, ia berangkat ke Sumatera Barat. Mula-mula ia belajar di Thawalib, Padangpanjang, kemudian di Kulliyatul Mu'allimin Al-Islamiyah, Padang, selesai pada 1935. Dari pemimpin sekolah, Almarhum Mahmud Yunus, Zarkasyi mendapat syahadah dan dinilai mampu mengajar di sekolah guru.

Anak bungsu di antara tujuh bersaudara dari keluarga yang masih ada pertalian kekerabatan dengan Keraton Kesepuhan Cirebon dan Majapahit ini memang modernis sejak awal. Bersama kedua abangnya, ia mengadakan pembaruan di pesantren yang resminya disebut Balai Pendidikan Darussalam itu. Di sana anak didik disiapkan untuk mengembangkan ilmu secara mandiri yang dirumuskan Kiai Zarkasyi sebagai berlandaskan "Pancajiwa". Yakni: Jiwa Keikhlasan, Jiwa Kesederhanaan, Jiwa Mandiri, Jiwa Ukhuwah Islamiyah, dan Jiwa Bebas.Pondok Gontor mencoba menyiapkan intelektual Islam lewat pendidikan klasikal. Sistem sorogan dan bodongan dihentikan, tetapi para santri tetap diasramakan dan diharuskan memakai bahasa Arab dan Inggris dalam percakapan sehari-hari. Di antara alumnusnya yang kini populer di masyarakat terdapat nama Nurcholish Madjid, intelektual Islam yang terbilang cemerlang.

Namun, pondok yang berusaha mandiri dari tanah perkebunan dan pertanian seluas 250 ha ini pernah dituduh condong ke Nahdlatul Ulama (NU), karena melakukan salat subuh disertai doa qunut. Juga sempat dituding miring ke Muhammadiyah, sebab pondok modern itu tidak suka mencampuradukkan agama dengan hal yang seolah-olah berbau agama. "Gontor adalah tempat pendidikan, bukan alat golongan," ujar Kiai Zarkasyi suatu kali.

Kiai, yang sebagai anggota delegasi Dewan Perancang Nasional (Depernas) pernah melawat ke Moskow, dikenal terbuka. Bahkan seorang Katolik pun, seperti Karel A. Steenbrink, pengamat Islam di Indonesia, sempat diterimanya menetap di Gontor selama 3,5 bulan. Ulama yang suka jalan kaki pagi hari ini selalu berusaha mendengarkan siaran berita dari radio Australia dan BBC, Inggris. Di samping itu, juga siaran sepak bola.

Ketika berpulang pada 30 April 1985, dalam usia 75 tahun, bekas ketua Majelis Pertimbangan Pengajaran dan Pendidikan Agama 1951-1953, ini meninggalkan 11 anak dan 16 cucu, berikut 2.800 santri dari Indonesia dan negara tetangga Asia. Serta sejumlah karya tulis, antaranya: Pedoman Pendidikan Modern, Bimbingan Keimanan, Ushuluddin, dan kamus Durusullughah Al- Arabiah.

Copyright PDAT 2004

comments powered by Disqus

 


I GUSTI NGURAH OKA DIPUTHERA | I GUSTI NGURAH BAGUS | I GUSTI NGURAH PUTU WIJAYA | I KETUT Gde Widiana | I NYOMAN MOENA | I WAYAN SURPHA | IBNU SUTOWO | IBRAHIM HASAN | IBRAHIM HOSEN | IBRAHIM RISJAD | IBU SOED (Saridjah Niung Bintang Soedibio) | ICUK SUGIARTO | IDA BAGUS MADE | IDA BAGUS MANTRA | IDA BAGUS OKA PUNIAATMAJA | IDHAM | IDHAM CHALID | IDRIS SARDI | IHROMI | IKE SOEPOMO | IMAM MUNANDAR | IMAM ZARKASYI | IMAN CHAERUL UMAM | IMAN EMMANUEL GINTING MALIK (EL MANIK) | IMAN TAUFIK | INDAH BERLIANI SOETOPO | INKE MARIS | IRAVATI M. SUDIARSO | IRENG MAULANA | ISBANDI SOEWARDI | ISKANDAR ALISJAHBANA | ISKANDAR SURYAATMADJA | ISMAIL Saleh | ISMAIL SUNI | ISMED BATARA SIREGAR | ISMID HADAD | IVANNA LIE | IWAN DARMANSJAH | IWAN JAYA AZIS | IWAN STAMBOEL | IZZAC HINDOM | Iwan Suryaputra | I Gede Ardika | Ichlasul Amal | Ignas Kleden


Arsip Apa dan Siapa Tempo ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq