A | B | C | D | E | F | G | H | I | J | K | L | M | N | O | P | R | S | T | U | V | W | Y | Z

PIET ZOETMULDER S.J.




Nama :
PIET ZOETMULDER S.J.

Lahir :
Utrecht, Negeri Belanda, 29 Januari 1906

Agama :
Katolik

Pendidikan :
- ELS, Nijmegen, Negeri Belanda (1981)
- Gymnasium Kanisius Kolese dan Gymnasium Rolduc, Negeri Belanda, (1925)
- Novisiat Serikat Yesus, Negeri Belanda (1925)
- Kolese Ignatius, Yogya (1928)
- Studi Jawa di Universitas Leiden, Negeri Belanda (1930)
- Universitas Leiden, Negeri Belanda (doktor, 1935)
- Studi teologi, Maatstricht, Negeri Belanda (1939)


Karir :
- Ditahbiskan menjadi Imam Katolik di Negeri Belanda (1938)
- Mengajar di Seminari Menengah, Yogya (1925)
- Administrator Apostolis, Jakarta (1925)
- Guru AMS, Yogya (1940)
- Diinternir Militer Jepang (1943-1945)
- Diinternir tentara Republik di Pundong (1946)
- Dosen Fakultas Sastra UGM (1951-sekarang)
- kemudian guru besar


Karya :
- De Taal van het Adiparwa, 1946
- Bahasa Purwo I
- Bahasa Purwo II
- Sekar Sumawur
- The Old Javanese-English Dictionary, 1982
- Kalangwan, Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang, Penerbit Djambatan, 1983


Alamat Rumah :
Pastoran Katolik Jalan Senopati, Yogyakarta

Alamat Kantor :
Fakultas Sastra UGM Bulaksumur, Yogyakarta

 

PIET ZOETMULDER S.J.


Pada hari ulang tahunnya ke-80, 29 Januari 1985, Prof. Dr. Zoetmulder S.J. mendapat hadiah istimewa. Kado berupa himpunan karya tulis cendekiawan maupun para bekas mahasiswanya itu sudah disiapkan sejak pertengahan 1984 oleh Fakultas Sastra UGM, Yogyakarta. Hadiah yang pantas untuk pengabdian ahli sastra yang menghasilkan, antara lain, Kamus Jawa KunowInggris -- yang digarapnya selama 30 tahun.

Zoetmulder, yang juga mengarang buku Kalangwan, penelitian ilmiah sastra Jawa kuno, 19 Oktober 1982 dianugerahi pula bintang Commandeur in de Orde van Oranje-Nassau dari Negeri Belanda. Penghargaan ini diberikan bertepatan dengan rampungnya kamus tadi, yang aslinya berjudul The Old JavanesewEnglish Dictionary. Terdiri dari dua jilid, 2.368 halaman, dan memuat 25.500 entri.

Karya besar itu bukan sekadar hasil ketekunan dan ketelitian, tetapi juga kepandaian. Lahir di Utrecht, Negeri Belanda, Piet kecil sudah belajar baca tulis sejak sebelum mengenal bangku sekolah. Ibunya, Catharina Noelege, adalah gurunya yang penyabar. Sehingga, ketika masuk SD -- tanpa melalui TK lebih dulu -- ia praktis sudah pintar baca tulis. Piet memang dikenal sebagai murid yang rajin, berbakat, dan cerdas.

Saat duduk di bangku Gymnasium Kanisius Kolese, anak seorang insinyur itu mulai tertarik untuk menjadi Imam Yesuit. Ketika ayahnya, yang bekerja sebagai inspektur kesehatan umum, pindah ke Heerlen, Piet sempat kecewa karena di situ tidak ada gymnasium. Untung, orangtuanya membolehkan si anak bungsu masuk gymnasium di Kota Rolduc, yang kebetulan bekas sekolah ayahnya. Ia mengikuti ujian jurusan A dan B, dan keduanya ia lalui dengan berhasil. Pada 1925, Piet masuk Novisiat Serikat Yesus, pendidikan awal calon Imam Yesuit.

Pater J. Willekens S.J., yang mengasuhnya di novisat menganjurkan Piet bekerja untuk karya misi di Jawa, setelah pendidikannya rampung. Anjuran itu dipatuhinya, dan Piet masih berusia 19 tahun ketika menuju Indonesia. Ia segera ditempatkan di Seminari Menengah. Tidak diduga, Pater Willekens sendiri menyusul ke Jawa untuk menjadi Visitor Apostolis.

Setelah bertemu dengannya, Willekens berkata, "Di samping filsafat, kamu juga harus belajar bahasa Jawa kuno." Ia lalu dihubungkan dengan Prof. Berg, yang mengajar di Solo, yang bisa membantunya studi Jawa kuno. Pendalaman lebih jauh ia lakukan di Universitas Leiden, Negeri Belanda. Di sini ia meraih gelar sarjana muda dalam setahun -- lazimnya tiga tahun -- dan sarjana penuh juga dalam satu tahun. Oktober 1935, dengan bimbingan Prof. Berg, Zoetmulder mempertahankan disertasi doktornya, Pantheisme en Monisme in de Javaansche Soeloek Literatuur, dengan predikat cum laude.Romo Zoet -- demikian ia akrab dipanggil -- merasa harus merampungkan studi teologinya dulu sebelum kembali ke Jawa. Empat tahun ia belajar di Maatstrich. Menjelang pulang ke Indonesia, ia masih harus menjalani masa tertiat (masa pendidikan dan pendalaman rohani selama setahun), di Belgia. Tetapi, serbuan pasukan Nazi Jerman ke negeri itu memaksa Romo mengungsi ke Prancis, Juni 1940.

Ia kemudian berhasil mendapatkan kapal yang menuju ke Indonesia, tetapi mendarat di Inggris -- menghindari ranjau yang dipasang Jerman di lintas pelayaran. Bulan berikutnya Romo Zoet baru berhasil tiba di Jawa, lewat Hong Kong. Padahal, ada rekannya yang tewas bersama kapal yang tenggelam ditorpedo Angkatan Laut Jerman. "Tuhan menghendaki saya berbahagia di Tanah Jawa," ujarnya.

Tiba di Jakarta, Romo ditawari mengajar ilmu perbandingan bahasa di Fakultas Sastra UI. Tetapi, dorongan untuk lebih mendalami bahasa Jawa membuatnya memilih menetap di Yogyakarta. Ia mengajar di AMS, dan muridnya antara lain Prof. Dr. Koentjaraningrat dan Dr. Sukmono. Di zaman Jepang masuk interniran, tetapi di sana ia berhasil merampungkan buku Taal van het Adiparwa, 267 halaman.

Rohaniwan pecandu buku, dan suka bermain biola, ini sudah merasa dirinya orang Indonesia -- malah Jawa. "Tuhan yang menaruh saya di Indonesia. Papanku (tempat tinggalku) sudah ditentukan di sini," ujar dosen UGM itu. Pada 13 Maret 1951, Romo Zoet sah menjadi warga negara Indonesia. Ia merasa sesuai tinggal di Pastoran Kemetiran, Yogyakarta, yang konon sangat cocok dengan "perasaan kejawaannya". Di situ ia menetap sembilan tahun.

Romo Zoet penggemar musik Beethoven dan Mozart. Di samping buku rohani dan ilmu, ia juga pelahap novel dan puisi, malah cerita detektif. Konon, ia memiliki 1.000 cerita detektif di kamarnya, termasuk karangan Ngayo Marsh. Bersahabat dengan pengarang detektif John Le Carre, ketika di Bonn, Jerman Barat, ia pernah mendapat hadiah langsung dari Le Carre, sebuah buku laris berjudul The Spy Who Came from the Cold. Karangan Le Carre yang lain, A Small Town in Germany, sempat "diperiksa" Romo Zoet lebih dahulu sebelum terbit.

Zoetmulder bisa bersahabat dengan siapa saja. Seorang di antaranya bernama Pak Kibat, jebolan kelas II SD yang menjadi "sekretaris" dan tukang ketik naskah karangannya di Pastoran Kemetiran. Ketika Romo berada di Negeri Belanda, untuk mempersiapkan penerbitan Kamus Jawa KunowInggris, Pak Kibat meninggal dunia. Padahal, sebelum berangkat, ia sudah berpesan, "Bat, kowe ojo mati disik, entenono bukumu iki. (Bat, kamu jangan mati dulu, nantikan bukumu ini sampai terbit)."

Copyright PDAT 2004

comments powered by Disqus

 


PADMO WAHJONO | PAIRAN MANURUNG | PAK KASUR (SOERJONO) | PANDJI Wisaksana | PERMADI | PERRY G. PANTOUW | PETER DOMINGGUS LATUIHAMALLO | PETER FRITZ SAERANG | PETER SIE | PETER SUMARSONO | PETRUS OCTAVIANUS | PETRUS SETIJADI LAKSONO | PHILIPPUS HENDRA HERKATA | PIET ZOETMULDER S.J. | POERNOMOSIDI HADJISAROSA | PONIMAN | PONTJO NUGRO SUSILO SUTOWO | POPO ISKANDAR | POPPY SUSANTI DHARSONO | PRAHASTOETI Adhitama | PRAMUDYA Ananta Toer | PRIGUNA SIDHARTA | Permadi | Prima Rusdi | Putu Wijaya


Arsip Apa dan Siapa Tempo ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq