Pemeriksaan Keuangan Negara

Pemeriksaan Keuangan Negara atau Audit Keuangan Negara adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara.[1]

Daftar Isi

Pemeriksaan Keuangan Negara Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara mengatur pemeriksaan keuangan negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebelum berlakunya Undang-Undang ini, dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK berpedoman berpedoman kepada Instructie en Verdere Bepalingen voor de Algemene Rekenkomer atau IAR (Staatsblad Tahun 1898 Nomor 9 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Staatsblad Tahun 1933 Nomor 320). Undang-Undang ini bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, di mana perlu dilakukan pemeriksaan oleh satu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri, sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 23E Undang-Undang Dasar 1945.

Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, selain berpedoman pada IAR, dalam pelaksanaan pemeriksaan BPK juga berpedoman pada Indische Comptabiliteitswet atau lCW (Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448 sebagaimana telah berkali-kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1968).

Lingkup Pemeriksaan

Pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh Akuntan Publik berdasarkan ketentuan undang undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan. Penyampaian laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud diperlukan agar BPK dapat melakukan evaluasi pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan publik. Hasil pemeriksaan akuntan publik dan evaluasi tersebut selanjutnya disampaikan oleh BPK kepada lembaga perwakilan, sehingga dapat ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya.

Pemeriksaan sebagaimana dimaksud terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu:

  • Pemeriksaan Keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah.
  • Pemeriksaan Kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah.
    Pasal 23E Undang-Undang Dasar 1945 mengamanati BPK untuk melaksanakan pemeriksaan kinerja pengelolaan keuangan negara. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasikan hal hal yang perlu menjadi perhatian lembaga perwakilan. Adapun untuk pemerintah, pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis dan efisien serta memenuhi sasarannya secara efektif.
  • Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang tidak termasuk dalam pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu meliputi antara lain pemeriksaan atas hal hal lain di bidang keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern pemerintah.

Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dilaksanakan berdasarkan standar pemeriksaan. Standar dimaksud disusun oleh BPK dengan mempertimbangkan standar di lingkungan profesi audit secara internasional. Standar pemeriksaan sebagaimana dimaksud disusun oleh BPK, setelah berkonsultasi dengan Pemerintah. Dalam penyusunan standar pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat ini, BPK menetapkan proses penyiapan standar dan berkonsultasi mengenai substansi standar kepada Pemerintah. Proses penyiapan standar dimaksud mencakup langkah langkah yang perlu ditempuh secara cermat (due process) dengan melibatkan organisasi terkait dan mempertimbangkan standar pemeriksaan internasional agar dihasilkan standar yang diterima secara umum.

Pelaksanaan Pemeriksaan

Penentuan obyek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan, penentuan waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan dilakukan secara bebas dan mandiri oleh BPK.

BPK memiliki kebebasan dan kemandirian dalam ketiga tahap pemeriksaan, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan. Kebebasan dalam tahap perencanaan mencakup kebebasan dalam menentukan obyek yang akan diperiksa, kecuali pemeriksaan yang obyeknya telah diatur tersendiri dalam undang undang, atau pemeriksaan berdasarkan permintaan khusus dari lembaga perwakilan.

Dalam merencanakan tugas pemeriksaan, BPK memperhatikan permintaan, saran, dan pendapat lembaga perwakilan. Permintaan dimaksud dapat berupa hasil keputusan rapat paripurna, rapat kerja, dan alat kelengkapan lembaga perwakilan.

Dalam rangka membahas permintaan, saran, dan pendapat sebagaimana dimaksud, BPK atau lembaga perwakilan mengadakan pertemuan konsultasi.

Dalam merencanakan tugas pemeriksaan, BPK dapat mempertimbangkan informasi dari pemerintah, bank sentral, dan masyarakat. Informasi dari pemerintah termasuk dari lembaga independen yang dibentuk dalam upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi pengawasan Persaingan Usaha, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Informasi dari masyarakat termasuk penelitian dan pengembangan, kajian, pendapat dan keterangan organisasi profesi terkait, berita media massa, pengaduan langsung dari masyarakat.

Dalam menyelenggarakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah. Untuk keperluan sebagaimana dimaksud, laporan hasil pemeriksaan intern pemerintah wajib disampaikan kepada BPK.

Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, BPK dapat menggunakan pemeriksa dan/atau tenaga ahli dari luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK. Penggunaan pemeriksa dan/atau tenaga ahli dari luar BPK dilakukan apabila BPK tidak memiliki/tidak cukup memiliki pemeriksa dan/atau tenaga ahli yang diperlukan dalam suatu pemeriksaan. Pemeriksa dan/atau tenaga ahli dalam bidang tertentu dari luar BPK dimaksud adalah pemeriksa di lingkungan aparat pengawasan intern pemerintah, pemeriksa, dan/atau tenaga ahli lain yang memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh BPK. Penggunaan pemeriksa yang berasal dari aparat pengawasan intern pemerintah merupakan penugasan pimpinan instansi yang bersangkutan.

Untuk mewujudkan perencanaan yang komprehensif, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah, memperhatikan masukan dari pihak lembaga perwakilan, serta informasi dari berbagai pihak. Sementara itu kebebasan dalam penyelenggaraan kegiatan pemeriksaan antara lain meliputi kebebasan dalam penentuan waktu pelaksanaan dan metode pemeriksaan, termasuk metode pemeriksaan yang bersifat investigatif. Selain itu, kemandirian BPK dalam pemeriksaan keuangan negara mencakup ketersediaan sumberdaya manusia, anggaran, dan sarana pendukung lainnya yang memadai.

BPK dapat memanfaatkan hasil pekerjaan yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Dengan demikian, luas pemeriksaan yang akan dilakukan dapat disesuaikan dan difokuskan pada bidang bidang yang secara potensial berdampak pada kewajaran laporan keuangan serta tingkat efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan negara. Untuk itu, aparat pengawasan intern pemerintah wajib menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada BPK.

Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan, pemeriksa dapat:

  • meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
  • mengakses semua data yang disimpan di berbagai media, aset, lokasi, dan segala jenis barang atau dokumen dalam penguasaan atau kendali dari entitas yang menjadi obyek pemeriksaan atau entitas lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas pemeriksaannya;
  • melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang, dan dokumen pengelolaan keuangan negara;
    Penyegelan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pemeriksa sebagai salah satu bagian dari prosedur pemeriksaan paling lama 2 x 24 jam dengan memperhatikan kelancaran pelaksanaan pekerjaan/pelayanan di tempat yang diperiksa. Penyegelan hanya dilakukan apabila pemeriksaan atas persediaan uang, barang, dan/atau dokumen pengelolaan keuangan negara terpaksa ditunda karena sesuatu hal. Penyegelan dilakukan untuk mengamankan uang, barang, dan/atau dokumen pengelolaan keuangan negara dari kemungkinan usaha pemalsuan, perubahan, pemusnahan, atau penggantian pada saat pemeriksaan berlangsung.
  • meminta keterangan kepada seseorang;
    Permintaan keterangan dilakukan oleh pemeriksa untuk memperoleh, melengkapi, dan/atau meyakini informasi yang dibutuhkan dalam kaitan dengan pemeriksaan. Yang dimaksud dengan seseorang adalah perseorangan atau badan hukum.
  • memotret, merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu pemeriksaan.
    Kegiatan pemotretan, perekaman, dan/atau pengambilan sampel (contoh) fisik obyek yang dilakukan oleh pemeriksa bertujuan untuk memperkuat dan/atau melengkapi informasi yang berkaitan dengan pemeriksaan.

Dalam rangka meminta keterangan kepada sesorang sebagaimana dimaksud, BPK dapat melakukan pemanggilan kepada seseorang. Tata cara pemanggilan dimaksud ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan Pemerintah.

Dalam rangka pemeriksaan keuangan dan/atau kinerja, pemeriksa melakukan pengujian dan penilaian atas pelaksanaan sistem pengendalian intern pemerintah. Pengujian dan penilaian dimaksud termasuk atas pelaksanaan sistem kendali mutu dan hasil pemeriksaan aparat pemeriksa intern pemerintah. Dengan pengujian dan penilaian dimaksud BPK dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan pemeriksaan. Hasil pengujian dan penilaian tersebut menjadi masukan bagi pemerintah untuk memperbaiki pelaksanaan sistem pengendalian dan kinerja pemeriksaan intern.

Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.

Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud diatur bersama oleh BPK dan Pemerintah.

Hasil Pemeriksaan dan Tindak Lanjut

Pemeriksa menyusun laporan hasil pemeriksaan (LHP) setelah pemeriksaan selesai dilakukan.

Dalam hal diperlukan, pemeriksa dapat menyusun laporan interim pemeriksaan. Laporan interim pemeriksaan dimaksud, diterbitkan sebelum suatu pemeriksaan selesai secara keseluruhan dengan tujuan untuk segera dilakukan tindakan pengamanan dan/atau pencegahan bertambahnya kerugian.

Muatan laporan-laporan hasil pemeriksaan:

  • LHP atas laporan keuangan pemerintah memuat opini.
  • LHP atas kinerja memuat temuan, kesimpulan, dan rekomendasi.
  • LHP dengan tujuan tertentu memuat kesimpulan.

Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria:

  1. kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan;
  2. kecukupan pengungkapan (adequate disclosures);
  3. kepatuhan terhadap peraturan perundang undangan; dan
  4. efektivitas sistem pengendalian intern.

Terdapat 4 jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa, yakni:

  1. opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion);
  2. opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion);
  3. opini tidak wajar (adversed opinion); dan
  4. pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion).

Tanggapan pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas temuan, kesimpulan, dan rekomendasi pemeriksa, dimuat atau dilampirkan pada LHP.

LHP atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) disampaikan oleh BPK kepada DPR dan DPD selambat-lambatnya 2 bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah pusat. Yang dimaksud dengan LKPP adalah laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

LHP atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) disampaikan oleh BPK kepada DPRD selambat-lambatnya 2 bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah daerah. Yang dimaksud dengan LKPD adalah laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

LHP sebagaimana dimaksud disampaikan pula kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

LHP kinerja dan LHP dengan tujuan tertentu disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya, dan disampaikan pula kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Tata cara penyampaian LHP sebagaimana dimaksud diatur bersama oleh BPK dan lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya.

Selain disampaikan kepada lembaga perwakilan, LHP juga disampaikan oleh BPK kepada pemerintah. Dalam hal LHP keuangan, hasil pemeriksaan BPK digunakan oleh pemerintah untuk melakukan koreksi dan penyesuaian yang diperlukan, sehingga laporan keuangan yang telah diperiksa (audited financial statements) memuat koreksi dimaksud sebelum disampaikan kepada DPR/DPRD. Pemerintah diberi kesempatan untuk menanggapi temuan dan kesimpulan yang dikemukakan dalam laporan hasil pemeriksaan. Tanggapan dimaksud disertakan dalam laporan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada DPR/DPRD.

Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHP) Semester disampaikan kepada lembaga perwakilan selambat lambatnya 3 bulan sesudah berakhirnya semester yang bersangkutan. IHP sebagaimana dimaksud disampaikan pula kepada Presiden/gubernur/bupati/walikota selambat lambatnya 3 bulan sesudah berakhirnya semester yang bersangkutan.

IHP disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya, dan kepada Presiden serta gubernur/bupati/walikota yang bersangkutan agar memperoleh informasi secara menyeluruh tentang hasil pemeriksaan.

Dalam rangka transparansi dan peningkatan partisipasi publik, Undang undang ini menetapkan bahwa setiap laporan hasil pemeriksaan yang sudah disampaikan kepada lembaga perwakilan dinyatakan terbuka untuk umum. Laporan hasil pemeriksaan yang terbuka untuk umum berarti dapat diperoleh dan/atau diakses oleh masyarakat. Dengan demikian, masyarakat dapat memperoleh kesempatan untuk mengetahui hasil pemeriksaan, antara lain melalui publikasi dan situs web BPK. LHP yang dinyatakan terbuka tidak termasuk laporan yang memuat Rahasia Negara yang diatur dalam peraturan perundang undangan.

Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam LHP. Tindak lanjut atas rekomendasi dapat berupa pelaksanaan seluruh atau sebagian dari rekomendasi. Dalam hal sebagian atau seluruh rekomendasi tidak dapat dilaksanakan, pejabat wajib memberikan alasan yang sah.

Pejabat juga wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam LHP. Jawaban atau penjelasan sebagaimana dimaksud disampaikan kepada BPK selambat lambatnya 60 hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima.

BPK memantau pelaksanaan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (TLHP). Dalam rangka pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat ini, BPK menatausahakan laporan hasil pemeriksaan dan menginventarisasi permasalahan, temuan, rekomendasi, dan/atau tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan. Selanjutnya BPK menelaah jawaban atau penjelasan yang diterima dari pejabat yang diperiksa dan/atau atasannya untuk menentukan apakah tindak lanjut telah dilakukan.

Pejabat yang diketahui tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dapat dikenai Sanksi Administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian. BPK memberitahukan hasil pemantauan TLHP sebagaimana dimaksud kepada lembaga perwakilan dalam hasil pemeriksaan semester.

Lembaga perwakilan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan melakukan pembahasan sesuai dengan kewenangannya. DPR/DPRD meminta penjelasan kepada BPK dalam rangka menindaklanjuti hasil pemeriksaan.

DPR/DPRD dapat meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat berupa pemeriksaan hal hal yang berkaitan dengan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

DPR/DPRD dapat meminta Pemerintah untuk melakukan tindak lanjut atas hasil pemeriksaan dan/atau hasil pemeriksaan lanjutan.

Pengenaan Ganti Kerugian Negara

BPK menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu pertanggungjawaban bendahara atas kekurangan kas/barang yang terjadi, setelah mengetahui ada kekurangan kas/barang dalam persediaan yang merugikan keuangan negara/daerah. Surat keputusan dimaksud pada ayat ini diterbitkan apabila belum ada penyelesaian yang dilakukan sesuai dengan tata cara penyelesaian ganti kerugian negara/ daerah yang ditetapkan oleh BPK.

Bendahara dapat mengajukan keberatan atau pembelaan diri kepada BPK dalam waktu 14 hari kerja setelah menerima surat keputusan sebagaimana dimaksud.

Apabila bendahara tidak mengajukan keberatan atau pembelaan dirinya ditolak, BPK menetapkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian negara/daerah kepada bendahara bersangkutan. Pembelaan diri ditolak oleh BPK apabila bendahara tidak dapat membuktikan bahwa dirinya bebas dari kesalahan, kelalaian, atau kealpaan.

Tata cara penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan pemerintah. Tatacara penyelesaian ganti kerugian sebagaimana dimaksud berlaku pula bagi pengelola perusahaan umum dan perusahaan perseroan yang seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia, sepanjang tidak diatur dalam undang-undang tersendiri.

Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota/direksi perusahaan negara dan badan badan lain yang mengelola keuangan negara melaporkan penyelesaian kerugian negara/daerah kepada BPK selambat lambatnya 60 hari setelah diketahui terjadinya kerugian negara/daerah dimaksud. BPK memantau penyelesaian pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan/atau pejabat lain pada kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah.

Ketentuan Pidana

  • Setiap orang yang dengan sengaja tidak menjalankan kewajiban menyerahkan dokumen dan/atau menolak memberikan keterangan yang diperlukan untuk kepentingan kelancaran pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000.
  • Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalangi, dan/atau menggagalkan pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000.
  • Setiap orang yang menolak pemanggilan yang dilakukan oleh BPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 tanpa menyampaikan alasan penolakan secara tertulis dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000.
  • Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan atau membuat palsu dokumen yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000.
  • Setiap pemeriksa yang dengan sengaja mempergunakan dokumen yang diperoleh dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 melampaui batas kewenangannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000.
  • Setiap pemeriksa yang menyalahgunakan kewenangannya sehubungan dengan kedudukan dan/atau tugas pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara sekurang kurangnya 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau denda setinggi tingginya Rp 1.000.000.000.
  • Setiap pemeriksa yang dengan sengaja tidak melaporkan temuan pemeriksaan yang mengandung unsur pidana yang diperolehnya pada waktu melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000.
  • Setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000.

Ketentuan Peralihan

  • Ketentuan mengenai pemeriksaan atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang undang ini dilaksanakan mulai sejak pemeriksaan atas laporan keuangan Tahun Anggaran 2006.
  • Penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang sedang dilakukan oleh BPK dan/atau Pemerintah pada saat Undang undang ini mulai berlaku, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang ada sebelum berlakunya Undang undang ini.
  • Tata cara penyelesaian ganti kerugian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) dan ayat (5) ditetapkan selambat-lambatnya 1 tahun setelah berlakunya undang-undang ini.

Referensi

  1. [1]Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara

2 Responses to Pemeriksaan Keuangan Negara

  1. pandoyo says:

    terima tulisan anda, dpt digunakan untuk menambah wawasan kami dan mahasiswa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *