Kolom Amien Rais

Arsip per tahun: 2000 | 2001 | 2002

detikcom  
| Cover | Laporan Utama | Laporan Khusus | Foolitik | Kolom Amien Rais | Adilan Adilun |
Kamis, 26/9/2002
 

Belajar dari PT QSAR


detikcom - Jakarta, Sebagaimana telah kita baca di berbagai media massa, sebuah PT bernama Qurnia Subur Alam Raya (QSAR) berlokasi di Sukabumi, Jawa Barat, telah melakukan sebuah skandal yang menghebohkan. Seperti diketahui oleh masyarakat ramai terutama yang pernah membaca brosur-brosur PT QSAR atau pernah datang melihat usaha PT tersebut, maka citra PT QSAR memang cukup bagus. Pada intinya ada seorang tokoh yang ahli dalam bidang pertanian dan perkebunan dengan modal yang kecil, karena ketekunannya dapat menghadirkan sebuah imperium pertanian, peternakan, mungkin juga perkebunan dalam skala yang cukup menakjubkan.

Saya termasuk salah satu tokoh yang pernah mampir ke PT QSAR tersebut. Pada muhibah saya bulan Ramadan tahun lalu di Jawa Barat, saya dimampirkan oleh protokol Pemda Sukabumi untuk meninjau prestasi PT QSAR yang oleh Pemda Sukabumi sendiri memang dianggap sebagai usaha cukup kreatif, yang dapat ikut menyedot pengangguran karena memberikan lapangan kerja cukup banyak, baik bagi tenaga kerja yang punya skill maupun tenaga kasar.

Terus terang ketika ketemu Ramli Araby, saya termasuk orang yang kagum melihat bukan saja apa yang diomongkan, tetapi juga kagum dengan apa yang saya saksikan. Saya masih ingat bagaimana Ramli Araby mengenalkan kepada saya sejumlah insinyur dari IPB, sejumlah dokter hewan dan sarjana ekonomi muda belia, yang kata bos PT QSAR itu telah bergabung dengan PT yang dipimpinnya, sehingga dengan kreativitas mereka itulah PT QSAR bisa melaju menjadi sebuah usaha besar yang diminati banyak orang.

Saya duduk sekitar satu jam mendengarkan briefing bos PT QSAR sambil sempat menanyakan beberapa hal. Kemudian kira-kira satu jam berikutnya saya melihat kebun-kebun yang sangat menarik. Tentu dalam kunjungan itu kamera dari PT QSAR terus menjepret saya dan teman-teman dalam berbagai posisi, yang kemudian dimuat dalam jurnal PT QSAR dan bahkan mungkin juga dimuat oleh sebuah koran lokal.

Sungguh saya tidak pernah membayangkan bahwa akan terjadi skandal ekonomi yang menghebohkan, sehingga dalam kunjungan itu saya memberikan sambutan cukup positif sambil mendorong supaya usaha yang kreatif itu diteruskan, agar bisa mengurangi pengangguran dan dapat menjadi contoh bahwa dengan kesungguhan dan ketekunan sebuah usaha kecil akhirnya bisa menjadi usaha besar yang cukup menakjubkan.

Secara demikian saya memang kaget ketika sebuah mingguan mengekspose betapa telah terjadi skandal yang luar biasa menghebohkan oleh pimpinan PT QSAR, dan yang lebih penting bahwa beribu-ribu orang telah menginvestasikan uangnya di PT QSAR itu. Betapa banyak orang telah terjerat dalam pusaran skandal PT QSAR itu, saya rasakan ketika beberapa teman dekat saya ternyata telah ikut menjadi korban. Sebagai misal, seorang teman dekat yang baru saja pensiun tergopoh-gopoh datang ke rumah, apakah kiranya saya dapat membantunya mengingat gambar saya pernah dimuat di jurnal PT QSAR. Teman saya itu telah menginvestasikan lebih dari Rp 1 miliar untuk, istilah dia, sangu pensiun dia dan keluarga.

Malah ada seorang saudara saya yang menjual rumahnya di Jakarta. Kemudian karena kehilangan pekerjaan, maka uang perolehan penjualan rumah itu dia investasikan ke PT QSAR dan dia sekarang termangu-mangu meratapi kesalahan langkahnya itu. Tentu masih banyak contoh lagi. Malah banyak orang yang stres, bahkan ada satu-dua berita orang meninggal dunia karena shock gara-gara skandal PT QSAR tersebut. Dalam kaitan ini ada banyak pelajaran yang dapat kita petik.

Pertama, ternyata masyarakat masih dapat dikecohi oleh usaha-usaha tidak masuk akal yang menjanjikan keuntungan yang juga tidak masuk akal. Ketika saya berada di PT QSAR, tidak pernah satu patah kata pun Ramli Araby mengemukakan keuntungan yang akan diperoleh kaum investor. Yang dijelaskan hanyalah ketekunan para karyawannya, kehebatan distribusi pekerjaannya, dan hasil-hasil sangat mengesankan yang telah diperoleh PT QSAR. Tidak pernah sekalipun dia menyebut persentase dan lain-lain, karena kalau dia menyebutnya tentu meskipun saya bukan seorang ekonom akan saya kejar dengan pertanyaan-pertanyaan kepadanya hal yang tidak masuk akal tersebut. PT QSAR bukan contoh terakhir. Sebelumnya pernah ada peristiwa Ongkowijoyo, di Palu juga pernah terjadi hal-hal seperti itu, dan di berbagai daerah lain sering kita dengar bagaimana seolah-olah ada kelompok orang yang bisa menggandakan uang dalam tempo singkat, dan banyak orang terkecoh karena iklan yang dahsyat itu.

Kedua, rapuhnya masyarakat kita yang begitu mudah mempercayai hal-hal yang tidak masuk akal itu barangkali disebabkan struktur mental kita yang masih belum rasional. Artinya, dalam struktur mental sebagian anggota masyarakat tidak dikenal hubungan positif antara kerja keras dengan hasil tinggi atau kerja malas dengan hasil rendah. Banyak di antara masyarakat yang mempercayai adanya jalan pintas untuk memperoleh rezeki besar, walaupun tidak sekonyol lotre atau undian. Namun sesungguhnya hal-hal yang tidak masuk akal itu diyakini sebagai satu kebenaran, karena dorongan mentalitas jalan pintas tersebut.

Ketiga, bahwa PT QSAR bisa bertengger di Sukabumi untuk waktu cukup lama bahkan pemda sendiri terkecoh, ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah tidak begitu awas tentang apa yang terjadi di daerahnya. Malah kalau tidak salah, beberapa pejabat teras di Pemda Sukabumi sendiri langsung atau tidak juga terkecoh dengan PT QSAR tersebut.

Keempat, saya yakin pimpinan PT QSAR memahami betul psikologi bangsa ini. Sadar atau tidak, bangsa ini percaya kepada semacam eskatologi atau datangnya ratu adil dalam berbagai bentuk untuk mengeluarkan masyarakat dari pusaran kesengsaraan. Dengan memanfaatkan mentalitas eskatologi itulah maka muncul penipu-penipu sosial dan ekonomi di Tanah Air kita. Demikian hebatnya penipuan itu, sehingga seorang tokoh partai yang mestinya cukup tangkas dan akurat memahami PT QSAR juga bisa ikut terjerembab bersama uang partai yang dititipkannya.

Tentu masih banyak pelajaran lain, tetapi sekarang ke depan harus diberitahukan kepada masyarakat seluas-luasnya, bahwa seperti ungkapan Jawa jerbasuki mawa bea, atau di dalam ungkapan asing there is no such thing as a free lunch. Artinya, untuk memperoleh hasil sekecil apapun, orang harus bekerja, orang harus sanggup memeras keringat, karena tidak ada rezeki gratis di dunia yang fana ini kecuali mendapatkan warisan atau hibah dan menang lotre atau undian. Di samping itu, setiap perolehan rezeki harus dicari dengan susah payah dan kerja keras.

PT QSAR telah menjadi isu cukup lama di media massa dan saatnya kita harus menarik pelajaran yang tegas supaya tidak pernah terulang lagi. Kalau bangsa kita masih saja percaya kepada hal-hal yang irasional termasuk perdukunan, klenik, wangsit, paranormal, dan juga usaha ala Ongkowijoyo dan Ramli Araby serta usaha-usaha yang sejenis, maka kita khawatir bangsa ini tidak pernah bisa besar dan tidak pernah akan menjadi bangsa yang menyukai kerja keras dan memegang teguh etos kerja.

Saya bisa bayangkan para pecundang PT QSAR sekarang hanya bisa meratapi hari-harinya yang akan datang. Solusi bahwa pemerintah mengambil alih PT QSAR seperti anjuran Hamzah Haz, barangkali juga hanya akan memperpanjang liku-liku masalah. Karena kita mengetahui, begitu pemerintah mengambil sebuah kasus skandalus maka biasanya kasus akan menjadi lenyap dan akan memperparah keadaan.

Menurut saya, asosiasi investor PT QSAR sekarang harus punya satu kata yaitu, bagaimana meminta pemerintah untuk melakukan penyitaan seluruh aset perusahaan maupun aset pribadi Ramli Araby seteliti-telitinya, kemudian ditotal seluruhnya dan dibagi habis kepada para investor dan kasusnya bisa dianggap selesai. Tetapi kalau kemudian kasus ini dibawa ke proses hukum yang bertele-tele, yakin dan percayalah makin hari akan semakin ruwet dan akhirnya seperti kasus-kasus besar lainnya akan hilang bersama perputaran zaman.

Namun para pembaca jangan salah paham, bukan berarti saya tidak percaya pada proses hukum. Akan tetapi untuk sementara ini sudah begitu jelas bahwa setiap proses hukum yang dikenakan untuk berbagai skandal ekonomi, tidak ada satu pun yang membawa hasil. Lihatlah skandal BLBI yang telah berjalan lebih lima tahun dan meliputi jumlah ratusan triliun, sampai sekarang juga sudah gone with the wind. Apalagi kasus PT QSAR yang melibatkan ribuan invesrtor, tentu akan lebih rumit lagi dan juga akan gone with the wind kalau dibawa ke proses hukum. Inilah tragedi kita yang perlu kita cermati dan jangan sampai terulang kembali di masa mendatang.

Print artikel | Kirim ke teman

comments powered by Disqus

Menyelesaikan Kasus Pak Harto | Inkonsistensi Pemerintahan Mega | Beranikah Mega Meloloskan PKPS? | Ada yang Hilang dalam Pemerintahan Sekarang | Di Mana Letak Kesalahan Kita? | Sekitar Proses Pembusukan Ekonomi | Tentang PKPS dan Buloggate II | Konsistensi dan Inkonsistensi | Kebusukan Terorisme | Masih Adakah Alasan Lain? | Amandemen UUD 1945 'Insya Allah' Sukses | Mengapa Harus Berangkat dari Kecurigaan? | Pelajaran dari Piala Dunia 2002 | 'It's Now or Never' | Hal-hal yang Mungkin Mengganggu ST-MPR 2002 | Menyambut Kehidupan Politik Baru | Tragedi TKI Kita | Aceh Menuntut Kesegeraan | Nasib Politik Akbar Tandjung | Belajar dari PT QSAR | Hadapi Terorisme dengan Cerdas | Bahaya Syahwat Kekuasaan

Arsip Kolom Amien Rais ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq