A | B | C | D | E | F | G | H | I | J | K | L | M | N | O | P | R | S | T | U | V | W | Y | Z

ABDULGANI




Nama :
ABDULGANI

Lahir :
Bukittinggi, Sumatera Barat, 14 Maret 1943

Agama :
Islam

Pendidikan :
- SD Bukittinggi (1956)
- SMP Jakarta (1959)
- SMEA di Jakarta (1962)
- Fakultas Ekonomi UI, Jakarta (lulus, 1969)
- The Stonier Graduate School of Banking, New Jersey, USA
- Job Training pada People National Bank of Washington, Seattle, AS (1966)


Karir :
:
- Pegawai Bank Ekspor dan Impor (1970-1972)
- Anggota Board of Directors Asean Finance Corporation di Singapura, Komisaris Utama Duta PCI Leasing di Jakarta
- Komisaris Utama Amro Duta Leasing di Jakarta
- Chairman Duta International Finance di Hong Kong
- Direktur Utama Bank Duta Ekonomi, sekarang Bank Duta, (1972- sekarang). Ketua Bidang Luar Negeri Perbanas di Jakarta
- Anggota Committee on Education Asean Banking Council
- Vice Chairman Indonesian Executive Circle
- Sekretaris Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia
- Ketua Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi UI
- Anggota Ceramic Society
- Wakil pemred majalah Forum Ekonomi
- pembina majalah Info Bank


Alamat Rumah :
Jalan Cidurian 6, Jakarta Pusat

Alamat Kantor :
Bank Duta Ekonomi Jalan Hasanuddin 47w48, Jakarta Selatan Telp: 733999

 

ABDULGANI


Pada akhir tahun 1971, Abdulgani yang masih pegawai Bank Ekspor Impor Indonesia waktu itu, dipinjam untuk melakukan penelitian pada Bank Dharma Ekonomi, suatu bank swasta nasional yang sedang dalam kondisi menurun.
Survei selesai, bank yang sudah berganti nama menjadi Bank Duta Ekonomi (BDE) itu sulit menemukan orang yang tepat untuk memimpinnya. Kembali Abdulgani, lulusan FE UI yang pernah mendapat latihan perbankan di Amerika, "dipinjam" untuk melakukan konsolidasi awal. Ketika orang yang tepat belum juga didapat, ia diminta menempati lowongan itu. Gani -- nama panggilan akrabnya -- pun bingung memilih, antara Bank Ekspor Impor, yang sudah mapan, dan BDE yang masa depannya tidak menentu.
Ia lalu menghadap Omar Abdalla, Direktur Utama Bank Dagang Negara (sekarang, Dirut Bank Bumi Daya), yang sudah dikenalnya baik. Omar menanyakan umur Gani, kemudian menganjurkannya menerima tawaran itu. "Dengan catatan dalam dua tahun kamu harus bisa menyimpulkan, berhasil atau gagal," kata Omar. Gani ketika itu 28 tahun.Resmi memimpin BDE sejak 1972, BDE -- kemudian berganti nama menjadi Bank Duta -- ia hanya mempertahankan delapan pegawai lama, karena tidak punya dana membayar gaji. Sedangkan, mencari tenaga baru yang baik juga tidak mudah. "Ada yang datang hanya satu atau sehari dua, lalu menghilang, karena belum melihat masa depan BDE yang baik," ujar sang dirut. Tetapi, kemudian, keadaan semakin baik. Pada 31 Desember 1984, dengan passiva Rp 392.173.052.000, BDE meraih laba sebelum dipotong pajak Rp 11.527.285.000.
Gani, anak bungsu dari delapan bersaudara, kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat, mengaku dari keluarga biasa. Ayahnya, Haji Sainan, hanya seorang pengusaha kecil. Ketua Senat FE UI, 1967-1969, ini aktif dalam perjuangan Orde Baru dengan caranya sendiri. Bersama Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), ia menyelenggarakan Seminar Ekonomi, Februari 1966. Dalam seminar itu berbicara antara lain: Frans Seda, Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Subroto, dan Emil Salim.
Dalam membina kariernya, lelaki bertubuh sedang (tinggi 165 cm, berat 59 kg) itu menerapkan prinsip "ahli di satu bidang", agar bisa berada sedikit di atas manusia rata-rata. "Kalau tidak," ujarnya dengan suara bariton, "kita akan sama dengan 160 juta rakyat Indonesia lainnya."
Olah raganya golf, selain ia menyenangi juga ukiran dan keramik. Menikah dengan Irama Sofia, adik kelasnya di FE UI, pada 1970, ia dikaruniai sepasang anak.


UPDATE:

Drs. Abdulgani, Ketua Perbanas yang
juga presdir Bank Duta,1989

Abdulgani, Direktur Utama Bank
Duta, yang kini sedang sibuk mempersiapkan pembukaan Sekolah
Tinggi Keuangan di Kalibata. Kampus yang megah dan terdiri atas
50 kelas itu nantinya akan menjadi tempat penggodokan elite
ekonomi Indonesia masa depan. 1988

Bekas Direktur Utama Bank Duta, Abdulgani
1991

pengunduran diri Abdulgani sebagai Ketua Pengurus Bank Bukopin, bisa
dianggap refleksi keruwetan finansial yang menggerogoti bank itu. Tapi untuk
tempat lowong yang ditinggalkan Abdulgani, Bustanil sudah punya calon kuat,
yaitu Bob Hasan. 1992


Jakarta, Kompas - Indra Setiawan (51) akhirnya dipilih dan dilantik sebagai Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia, Senin (6/5/2002), menggantikan Abdulgani yang telah mengundurkan diri sejak Februari 2002.

Dalam
kesempatan itu, jebolan (Master Degree-nya) dari University of
Colorado, Boulder, AS (1998) serta Diploma Program dari The Economics
Institute, Boulder, tahun yang sama, ini menyampaikan kepada
Laksamana bahwa tugasnya sudah selesai. Penegasan itu artinya,
komitmen untuk mengantar Garuda sudah selesai dan tetap akan mundur.



Pertaruhan Terakhir Dicky
Ia mulai dan juru ketik di Citibank, dan berakhir sebagai orang penting Bank
Duta. Hidup penuh dengan pertaruhan bagi Ahmad Sidik Mauladi. Tidak hanya di
kasino di Perth atau Darwin.

Banyak yang menduga, setelah kasus Bank Duta, karier Dicky sebagai bankir
praktis habis -- dalam umurnya yang masih 39 tahun. Sulit bagi publik untuk
mempercayai suatu bank yang akan memakai Dicky sebagai pemimpinnya nanti, kata
sementara kalangan bisnis. Ia dianggap telah menyalahgunakan kepercayaan. Juga
kepercayaan komisaris Bank Duta yang kini ikut diberhentikan, Bustanil Arifin,
yang menyatakan sangat kecewa terhadap Dicky, yang selama ini ia serahi tugas
bersama Direkur Utama Abdulgani.

Padahal, jenjang hidup Dicky pada mulanya licin berkilau. Di kalangan
perbankan, ia dikenal sebagai bankir yang gesit dalam memanfaatkan peluang
bisnis. Perlu dicatat bahwa ia meniti dari bawah.

Karena hanya dua tahun duduk di Fakultas Ekonomi Trisakti, Dicky tidak
keberatan menerima pekerjaan sebagai juru ketik di Citibank pada 1971. Dua
tahun kemudian ia sudah menduduki jabatan sebagai staf. Pada 1975, ia menanjak
jadi wakil manajer cabang Citibank di Jeddah.

Sejak itulah kariernya kian membaik, seiring dengan berbagai diploma kursus
yang diraihnya. Dicky, misalnya, berhasil meraih gelar Master of Business
Administration (M.B.A.) dari Golden Gate University di San Francisco. Walaupun
perguruan ini tak termasuk universitas top setaraf Yale atau Harvard, gelar
Dicky cukup menambah bobot dalam curriculum vitae-nya. Ia juga memperoleh
kesempatan mengikuti kursus di Singapura, Athena, Bahrain, Manila, dan
Honolulu.

Pada 1978, Dicky jadi vice president di Citibank, seperti umumnya manajer
Indonesia yang berprestasi. Tapi ia tak berminat melakoni jabatan itu. Ia
ingin terjun ke bank swasta nasional, katanya.

Keinginannya terlaksana ketika pada suatu hari, di saat cuti, ia berjumpa
Abdulgani. Agustus 1979 ia memutuskan pindah ke Bank Duta. Memang, jabatan
pertama yang diperolehnya, sebagai kepala divisi operasi, lebih rendah
ketimbang vice president. Bahkan, kata Dicky tahun lalu, gajinya jauh lebih
rendah dari yang diterimanya di Citibank. Tapi mau apa lagi? "Saya sudah jenuh
di Citibank," katanya.

Di sini kembali Dicky di jalur cepat. Dalam waktu dua tahun ia sudah
menduduki kursi yang "paling basah", yakni kepala divisi kredit. Setahun
kemudian, 1981, ia diangkat sebagai direktur kredit Bank Duta. Dicky meraih
puncak kariernya dua tahun lalu, ketika diangkat sebagai wakil direktur utama.

Sebenarnya ia akan jadi orang nomor satu, dan sudah siap untuk itu, sebab
Abdulgani dikabarkan akan pindah memimpin sebuah bank pemerintah yang besar,
konon Bank Exim. Tapi rencana ini batal, dan Abdulgani serta Dicky sama-sama
memimpin Bank Duta.

Sayang, entah sejak kapan, pria sukses yang waktu di SMA Bulungan, Jakarta,
pernah berdagang roti bakar dengan nama "Trouble Maker" ini juga punya
kebiasaan berjudi. Jangkauan taruhannya bisa luas: mulai dari tebak-tebakan
nomor di bungkus rokok Gudang Garam Filter (kretek kegemarannya), sampai
berangkat ke Australia, ke Burwood Casino di Perth atau Diamond Beach di
Darwin. Untuk kegemarannya pula di Jakarta, menurut sebuah sumber resmi, ia
pernah menyewa satu kamar di hotel bintang lima guna bertanding kartu atau
tebakan lain. Kemudian ada sebuah apartemen di Fark Royale yang beratap biru
itu, yang juga dipakainya bertaruh bersama teman-temannya.

Tak diketahui persis, berapa banyak uang yang dimainkannya rata-rata. Yang
jelas, untuk masuk ke Burwood, misalnya seorang pemain terlebih dahulu harus
mendepositokan uangnya 200.000 dolar Australia, atau sekitar Rp 300 juta.
Beberapa kali diketahui bahwa Dicky -- bersama beberapa temannya, eksekutif
muda Jakarta -- mencarter pesawat jet milik Astra ke Perth.

Tapi ada yang mengatakan bahwa di Perth itu ada anaknya yang sulung, yang
berumur 21 tahun, bersekolah. Dicky juga membeli rumah cukup bagus di sana.
Dan beberapa teman Dicky menyatakan, ia "tak mungkin melakukan manipulasi",
misalnya dengan memakai uang Bank Duta untuk bertaruh.

Tapi toh kebiasaan Dicky berjudi itu diduga jadi salah satu pendorongnya,
"untuk berani dalam bermain valas," kata seorang nasabah. Bermain valas
(valuta asing) memang mirip dengan perjudian. Itu "kasino 24 jam", kata
seorang bekas anggota dewan komisaris Bank Duta.

Yang belum pasti ialah: benarkah Dicky seorang yang bersalah dalam krisis
Bank Duta ini. Tak mungkin Abdulgani tidak tahu, kata seorang bankir. Beberapa
sumber mengatakan bahwa Abdulgani memang tahu ketika akibat permainan valas
itu mulai genting, sekitar April tahun ini, sebelum Bank Duta go public. Hanya
ia tak segera melaporkannya ke komisaris. Ia mungkin mau mengatasinya sendiri
bersama Dicky, sampai terjadinya suatu peristiwa yang menyebabkan Dicky harus
dipindah.

Peristiwa itu ialah perkawinan Dicky yang kedua dengan seorang janda muda
yang cantik, putri seorang yang punya sejarah dengan Bank Duta. Perkawinan ini
bahkan sudah membuahkan anak, yang belum lama ini lahir di Los Angeles, AS, ke
mana Dicky terbang menengok dan langsung setelah itu balik ke Jakarta.

Tak jelas, sudahkah istri Dicky yang pertama, Rita, memberikan persetujuan,
sesuai dengan undang-undang. Rita, yang dinikahi oleh Dicky ketika mereka baru
lulus SMA, oleh keluarga Dicky dikenal sebagai wanita yang penuh perhatian
kepada suaminya, bahkan dengan setia ikut merawat ayah Dicky yang beberapa
waktu lamanya sakit. Konon, dikabarkan bahwa Rita "sudah pasrah" dimadu. Rita
melahirkan tiga anak, yang terkecil berumur 10 tahun. Yang tinggal dan
bersekolah di Perth adalah si sulung.

Meskipun Rita setuju saja, tak berarti posisi Dicky sebagai orang penting di
Bank Duta jadi mudah karena perkawinannya yang kedua yang berlangsung kurang
dari setahun yang lalu itu. Ketika pemilik saham terbesar dilapori oleh
Komisaris Utama tentang kejadian ini, disarankan agar Dicky pindah saja dari
Bank Duta. Memang bisa dikhawatirkan akan adanya bentrokan kepentingan antara
Dicky sebagai orang Bank Duta dan Dicky sebagai suami seorang wanita yang
punya bisnis cukup besar.

Tahu bahwa Dicky segera pindah, Abdulgani pun ingin rekannya ini
menyelesaikan kegawatan akibat permainan valas itu. Ia melapor ke Komisaris
Utama. Bustanil Arifin sangat kaget, dan Abdulgani dipanggil ke Pak Harto.
Prosesnya kemudian berjalan cepat. Karier Dicky pun runtuh.

Tapi ia masih muda, dan masih bisa hidup cukup. Ia diketahui punya bisnis
dengan teman-temannya, seperti Chandra Basuki, Subagio, Tanri Abeng, dan juga
Arnie Arifin. Dicky, misalnya, duduk sebagai seorang komisaris di CSM (Citra
Sari Makmur), perusahaan yang bermodal dasar Rp 5 milyar dan berkantor di
Chase Building itu. Tentu soalnya lain bila kemudian ada tuntutan hukum
kepadanya.

Copyright PDAT 2004

comments powered by Disqus

 


A. MATTULADA | A. SULASIKIN MURPRATOMO | ABDOEL RAOEF SOEHOED | ABDUL AZIS LAMADJIDO | ABDUL DJALIL PIROUS | ABDUL GAFAR ABDULLAH (EBIET G. ADE) | ABDUL GAFUR TENGKU IDRIS | ABDUL KADIR | ABDUL KARIM OEY | ARBI SANIT | ARDIANSYAH | ANWAR NASUTION | ARIEF BUDIMAN | ARIFIN CHAIRIN NOER | ANTON SOEDJARWO | ARIFIN M. SIREGAR | AMRI YAHYA | ARISTIDES KATOPPO | AMIRMACHMUD | ARSWENDO ATMOWILOTO | AMIR MOERTONO | AWALUDDIN DJAMIN | AZWAR ANAS | ALI SADIKIN | AHMAD SYAFII MAARIF | AHMAD SADALI | ACHDIAT KARTA MIHARDJA | ABDULLAH PUTEH | ABDULGANI | ABDUL RACHMAN RAMLY | ABDUL QADIR DJAELANI | ABDUL LATIEF | A. Deni Daruri | A.T. Mahmud | Abdul Hakim Garuda Nusantara | Abdul Mun'im Idries | Abdullah Gymnastiar | Ade Armando | Ade Rai | Afan Gaffar | Agnes Monica | Agum Gumelar | Ahmad Syafi'i Ma'arif | Alfons Taryadi | Amir Syamsuddin | Amiruddin Zakaria | Amri Yahya | Amrozi | Anand Krishna | Ananda Sukarlan | Anang Supena | Andrianus Meliala | Andy F. Noya | Anton Bachrul Alam | Anton M. Moeliono | Apong Herlina | Arbi Sanit | Aria Kusumadewa | Arifin Panigoro | Aristides Katoppo | Arjatmo Tjokronegoro | Arswendo Atmowiloto | Arwin Rasyid | Asikin Hanafiah | Atmakusumah Astraatmadja | August Parengkuan | Ayu Azhari | Ayu Utami | Azyumardi Azra | Anwar Nasution | Arief Budiman | Abdul Rahman Saleh | Anton Apriyantono | Adyaksa Dault


Arsip Apa dan Siapa Tempo ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq