A | B | C | D | E | F | G | H | I | J | K | L | M | N | O | P | R | S | T | U | V | W | Y | Z

Endriartono Sutarto




Nama :
Endriartono Sutarto

Lahir :
Purworejo, Jawa Tengah, 29 April 1947

Agama :
Islam

Pendidikan :
SD (1960); SMP Bagian B (1964); SMA II Bandung (1967); Akabri (1971); Sekolah Tinggi Hukum Militer (2001)

Karir :
- Dantonban A/305 Kostrad (Maret 1972)
- Danton I A/305 Kostrad (1972)
- Danki B/328 Kostrad (Juli 1976)
- Kasbrigif Linud 17/I Kostrad (September 1989)
- Pabandya 2 Opsdika PBN V Konstrad (1991)
- Asops Kasdam Jaya (April 1993)
- Danrem 173/Dam VIII/Trikora (Mei 1994)
- Pamen Kodam Trikora (1995)
- Kepala Staf Divisi I Kostrad (1995)
- Wakil Asrenum Pangab (Februari 1996)
- Wakil Asisten Operasi KSAD ( Maret 1996)
- Dan Paspampres (Juni 1997)
- Asisten Operasi Kasum ABRI (September 1998)
- Dan Sesko TNI (November 1999)
- Wakasad (Maret 2000)
- Kasad (Oktober 2000)
- Panglima TNI (2002-sekarang)


Penghargaan :
- Satya Lencana Kesetiaan 25 Tahun - Tanda Jasa dari PBB - Bintang Kartika Eka Paksi Pratama - Bintang Yudha Dharma - Satya Lencana Wira Karya

Keluarga :
Ayah : Drs. Sutarto (almarhum) Ibu : Siti Sumarti (almarhum) Istri : Andi Widayati Anak : 1. Indra Gunawan S. 2. Ratri I. S. 3. M. Prasantyo S.

Alamat Rumah :
Kompleks Pati AD D-1, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan Telepon: 5203280

Alamat Kantor :
Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur

 

Endriartono Sutarto
Endriartono Sutarto

Gara-gara menuruti saran sang pacar, Endriartono mendaftar di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, selulus SMA. Namun ayahnya, Sutarto, seorang sarjana psikologi yang juga tentara, melihat Endriartono lebih berbakat jadi militer ketimbang kuliah di kedokteran. Apalagi, pria kelahiran Purworejo, Jawa Tengah, ini sudah akrab dengan lingkungan tentara. Selain ayahnya, saudara dari pihak ayah dan ibunya juga berasal dari kalangan tentara.

Tono – sapaan akrab Endriartono – sendiri cukup ingin menjadi tentara. Karena itulah, begitu tahu Tono diterima di Fakultas Kedokteran, sang ayah meluruskan pilihan anak keempat dari delapan bersaudara ini: “Dengan cara belajarmu yang seperti itu, kamu akan menempuh sekolah dokter dalam waktu yang panjang.” Maka, ketika ia dinyatakan diterima di Akabri, ia pun berangkat ke Magelang, tempat anak-anak muda Indonesia ditempa menjadi Anggota tentara, dan selesai pada 1971.

Awal karir selepas Akabri, menurut pengakuannya, tidak sangat lancar. Ia berprinsip, “Pangkat dan jabatan itu jangan pernah kita kejar,” katanya. Kalau dikejar, menurut Tono, “Barangkali kita menggunakan berbagai macam cara untuk mencapainya. Tapi anggap saja pangkat dan jabatan itu sesuatu yang diberikan kepada kita akibat sesuatu yang kita lakukan.” Perjalanan karir Tono sebenarnya sempat tersendat. Pangkat kapten dijalani selama enam tahun, dan letnan kolonel tujuh setengah tahun. Baru setelah kolonel, ia merasakan karirnya mulai lancar.

Setelah lama di Kostrad, antara lain Endriartono pernah mamangku jabatan Wakil Asrenum Pangab, Wakil Asisten Operasi KSAD. Ketika ditunjuk oleh Wiranto—Panglima TNI saat itu—untuk mengomandani Paspampres, ia merasa tidak pas menduduki posisi itu karena tidak bisa unggah-ungguh. Tapi, karena perintah atasan, ia pun mengembannya dan memetik hikmahnya. “Pada saat saya di sana, saya menekankan kepada prajurit saya supaya profesional. Saya ingatkan kepada mereka bahwa yang mereka jaga itu bukan pribadi, tapi institusi,” tuturnya. Karena itu, ketika terjadi pergantian presiden dari Soeharto ke Habibie, tidak ada guncangan dalam pasukan, sebab yang dijaga adalah institusi, bukan perseorangan. Siapa pun presidennya akan dijaga oleh pasukan pengawal presiden itu.

Dalam waktu tiga tahun, setelah menjabat Dan Paspampres, Tono menempati posisi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat. Terakhir sebelum dipercaya menempati posisi Panglima TNI pada 7 Juni 2002, Tono Kepala Staf Angkatan Darat, menggantikan Tyasno Sudarto.

Endriartono punya pandangan tersendiri mengenai demokrasi dan hubungan antara sipil dan militer. Menurut dia, kebijakan politik itu ada pada orang sipil dan TNI tidak boleh turut campur. Tapi soal teknis di lapangan dalam suatu operasi militer, sipil tidak boleh turut campur. “Sipil hanya menentukan apakah kita berperang atau tidak. TNI tidak boleh mencampuri dan menentukan keputusan apakah kita berperang atau tidak. Kalau hal itu bisa dipahami sama-sama, maka hal itu tidak perlu dipertentangkan,” ujar jenderal yang dikenal sebagai perwira operasi ini. Adapun militer yang ingin jadi politisi, termasuk jadi presiden, dalam pandangan Endriartono, harus melepas baju ketentaraan, lalu masuk partai politik. “Saat sipil menjadi presiden, memang hak sipil untuk mengatur kita, dan memang hal itu harus kita terima,” kata penyandang sejumlah tanda jasa ini.

Pengalaman tak terlupakan dalam hidupnya adalah todong-todongan senjata dengan anak buahnya sendiri di medan tempur Timor Timur. Ceritanya, ketika menemukan seorang gerilyawan Fretilin yang terluka dan meletakkan senjata, salah seorang anak buahnya hendak menembaknya. Baginya, musuh yang sudah terluka dan menyerah, dia bukan lagi musuh, tapi sudah menjadi manusia. Tapi, anak buahnya tetap nekat hendak menembak si Fretilin. Disaksikan Susilo Bambang Yudhoyono, yang kini Menko Polkam, Tono berkata, ”Kalau itu kamu yakini sebagai kebenaran, silakan kamu tembak dia. Tapi kamu juga akan saya tembak. Atau kamu tembak saya dulu, baru tembak dia.” Kemudian Tono meletakkan senjata. Anak buahnya pun akhirnya sadar.

Waktu SMA, olahraga Tono adalah basket. Dari lapangan basket itulah ia bertemu dengan calon istri, Andi Widayati, pebasket dari SMA lain. Waktu ada kompetisi bola basket antar-SMA, tim dari sekolah Tono bernama Sehatnya Manusia Asuhan Rasio (SMAR) jadi juara. “Sekolahnya saya ejek. Dari situ kok malah kenal. Setelah itu kami pacaran,” kisahnya.

Tapi tatkala Tono memilih masuk Akabri ketimbang kuliah di Fakultas Kedokteran Unpad, mereka sempat putus. Walau merasa patah hati, Tono tetap berangkat ke Magelang. Mungkin karena sudah jodoh, setiap pulang ke Bandung, Tono menyempatkan diri apel ke rumah si dia. Ternyata kunjungan-kunjungannya itu ada hasilnya. Suatu ketika Widayati bilang: “Kamu mau jadi tukang becak atau apa, pokoknya saya mau ikut kamu,” ujar Tono menirukan ucapan Widayati. “Ya, sudah, akhirnya kami balik pacaran lagi, dan menikah pada 1977,” tutur Tono.

Dalam tugas sebagai seorang prajurit, Tono siap meninggalkan keluarga dalam waktu lama. Bahkan ketika masih pengantin baru, ia terpaksa meninggalkan istrinya karena ditugaskan sebagai anggota Kontingen Garuda VIII di Mesir. Saat bertugas di Timur Tengah itulah, ia menerima surat dari istrinya, meminta agar si calon ayah memberi nama untuk anak pertama mereka yang akan lahir. Yang diingatnya nama komandannya, Gunawan Wibisono. Potongan nama “Gunawan” kemudian ditambah “Indra”, hingga menjadi Indra Gunawan.

Dari Timur Tengah, Tono kemudian ditugaskan ke Timor Timur, selanjutnya ditugaskan belajar ke Port Benning, Amerika Serikat. Karena sering jauh dari keluarga, sampai-sampai, “Anak pertama benar-benar tidak mengenal saya,” paparnya. “Waktu anak pertama itu, saya sempat syok juga, punya anak yang tidak tahu bapaknya,” tambah Tono. Pulang dari Port Benning, ia dipanggil “om” oleh si sulung.

Sekarang, setelah menjadi Panglima TNI, Endriartono tentu sangat sibuk. “Saya jarang ketemu anak, karena begitu saya pulang mereka sudah tidur dan saya berangkat mereka masih tidur.” Makanya, istrinya, yang bekerja sebagai dosen, tak ingin ketiga anaknya jadi tentara. Tapi, Tono memberi kebebasan kepada mereka untuk menentukan pilihannya. Kepada ketiga anaknya, Tono mengajarkan hidup hemat, antara lain dengan sengaja memberi uang jajan yang tidak cukup. “Dengan cara itu, saya berharap anak terbiasa hidup susah, sehingga ketika dewasa nanti tidak kaget dalam menjalani hidup,” ujarnya.

Kalau punya waktu luang di rumah, Sabtu dan Minggu, Tono biasa membersihkan kamar mandi dan menyabit rumput atau berkunjung ke rumah saudara agar hubungan keluarga tetap terjalin baik. Musik kesukaannya, selain lagu-lagunya Ebiet G. Ade, juga country seperti nyanyian John Denver. Kini olahraganya selain tenis, juga golf, walau awalnya tidak suka golf.

Tokoh di kalangan militer yang dikagumi adalah Jenderal MacArthur dan Jenderal Python, karena keberanian mereka membela suatu kebenaran. Juga, Panglima Sudirman, atas kesediaan berkorban walau dalam kondisi fisik sangat lemah. Dan John F. Kennedy, karena dia berani memperjuangkan persamaan ras waktu itu.

Walau sudah bintang empat dengan jabatan Panglima TNI, Tono merasa ada obsesi yang belum tercapai. “Saya merasa belum bisa memberikan sesuatu yang betul-betul bisa dirasakan langsung oleh masyarakat,” katanya. “Saya menginginkan orang menghargai saya bukan karena saya jenderal bintang empat, tapi karena saya punya suatu karya terbaik bagi bangsa ini. Dan saya merasa belum mampu membuat karya itu,” lanjutnya.

Di pengujung jabatan kepresidenan Megawati Soekarnoputri, Sutarto mengajukan surat pengunduran diri sebagai Panglima TNI. Dan, Megawati pun telah memutuskan pergantian Panglima TNI melalui surat yang dikirim kepada Ketua DPR pada 8 Oktober 2004. Masalah ini jadi memanas setelah Susilo Bambang Yudhoyono resmi dilantik jadi presiden, ia mencabut usulan pengangkatan Jenderal Ryamizard Ryacudu sebagai Panglima TNI. Beberapa anggota DPR pun menggagas hak interpelasi. Pada akhirnya Sutarto tetap menjabat sebagai Panglima TNI.

Ketika bencana gempa dan tsunami meluluhlantakkan Aceh, Sutarto mengundang tentara asing untuk tugas kemanusiaan. Walau kehadiran legiun asing--berikut peralatan dan profesionalismenya--itu dibutuhkan, tak urung merebak kontroversi. Sebagian kalangan mengkritik bahwa kehadiran tentara asing merendahkan martabat bangsa. Lantas apa katanya? "Kalau saya tidak segera menghubungi mereka, mungkin akan lebih banyak orang yang mati." Peralatan yang dimiliki TNI untuk melakukan evakuasi sangat terbatas, sementara jumlah korban tewas mencapai lebih dari 106 ribu dan ratusan ribu pengungsi harus segera mendapat bantuan. Sutarto mendahulukan keselamatan ribuan nyawa.



Copyright PDAT 2004

comments powered by Disqus

 


ED ZOELVERDI | EDDIE LEMBONG | EDDIE MARJUKI NALAPRAYA | EDHY HANDOKO | EDI KOWARA ADIWINATA | EDI SEDYAWATI | EDUARD KAREL MARKUS MASINAMBOW | EKA DARMAPUTERA ALIAS THE OEN HIEN | ELFA SECIORIA HASBULLAH | ELFIRA Rosa Nasution | ELLIAS PICAL | ELLISA MERIAM BELLINA MARIA BAMBOE | ELLY CHANDRA H.O.K TANZIL | ELVI SUKAESIH | EMHA AINUN NAJIB | EMIL SALIM | EMMA TAHAPARY | ENDANG ADI NUSANTARA SAIFUDDIN ANSHARI | ENDANG WIJAYA | ENGKIN ZAINAL MUTTAQIEN | ERIC F.H. SAMOLA | ERNA ANASTASIA WITOELAR | EUIS DARLIAH | EVA ARNAZ (Evayanthi Arnaz) | Eddie Widiono Suwondho | Edi Sedyawati | Edi Subekti | Eko Budihardjo | Elvyn G. Masassya | Emil Salim | Emmy Hafild | Endriartono Sutarto


Arsip Apa dan Siapa Tempo ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq