A | B | C | D | E | F | G | H | I | J | K | L | M | N | O | P | R | S | T | U | V | W | Y | Z

J.B. Kristiadi




Nama :
J.B. Kristiadi

Lahir :
Solo, Jwa Tengah, 4 Mei 1946

Agama :
Katolik

Pendidikan :
- SR di Blok Q, Jakarta
- SMP Tarakanita, Jakarta
- SMA 9 Sore, Jakarta
- Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan (sekarang FISIP), Universitas Indonesia (1971)
- Sorbonne University (PhD), Prancis (1979)


Karir :
- Direktur Pembinaan Kekayaan Negara Departemen Keuangan (1980-1987)
- Direktur Anggaran Departemen Keuangan (1987-1990)
- Ketua Lembaga Administrasi Negara RI (1990-1998)
- Asisten Menteri Wasbangpan (1998-2000)
- Deputi Menpan (2000-2002)
- Sekretaris Menteri Komunikasi dan Informasi (2002)


Kegiatan Lain :
- Ketua Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (Mappi)
- Ketua Umum Himpunan Pembina SDM Indonesia (Hipsmi)
- Pengajar di Universitas Indonesia dan Universitas Padjadjaran Bandung


Penghargaan :
Mahaputra Utama

Keluarga :
Ayah : B.S. Pudjosukanto Ibu : Theresia Istri : Fiona Anak : 1. Gerald Admiraldi 2. Raymod Laksmanadi 3. Edgar Kharismaraldi 4. Eldi Marshaldi

Alamat Rumah :
Jalan H. Agus Salim 104, Jakarta Pusat

Alamat Kantor :
Jalan Medan Merdeka Barat 9, Jakarta Pusat

 

J.B. Kristiadi


Namanya memang mirip dengan pengamat politik dari Center for Strategic and International Studies, J. Kristiadi. Bedanya, Kristiadi yang maksudkan di sini ada huruf €œB€ pada nama depannya -- dan profesinya bukan pengamat politik, melainkan pakar telematika. €œKalau saya Kristiadi beneran. JB ini yang beneran,€ canda ahli komunikasi dan informasi itu.

Anak keenam dari sembilan bersaudara itu hanya tiga tahun tinggal di kota kelahirannya, Solo. Setelah itu, ayahnya, B.S. Pudjosukanto, guru di sekolah Belanda di Solo, memboyong Kris ke Jakarta. Anak pemalu dan pendiam ini terkadang suka jahil, sering menyembunyikan tas temannya. Sebagai anak keluarga gedongan, ia satu-satunya yang bersepatu di SD-nya. Malu pakai sepatu sendirian, tuturnya, €œSetiap mau berangkat sekolah, dari rumah saya pakai sepatu. Lalu sesampai di sekolah saya copot, dan nyeker seperti teman-teman yang lain.€

Orangtuanya mendidiknya dengan cara Belanda. Sewaktu makan tidak boleh bicara, dan tiba saatnya semua harus kumpul di meja makan, misalnya. Sang ayah selalu menanamkan bahwa hidup harus menghasilkan suatu karya. Walau begitu, soal pilihan sekolah diserahkan pada anak-anaknya.

Cita-citanya waktu kecil ingin jadi pilot. Karena suka merakit radio dan bongkar-bongkar mesin, cita-citanya berubah, ingin jadi insinyur elektro. Mesin jahit ibunya dibongkar, tapi ternyata ia tak bisa memasangnya lagi. Saking sukanya pada ilmu eksakta, Kris sempat bersekolah rangkap: pagi di SMA jurusan ilmu alam, sore di SMA jurusan sosial-budaya. Tapi, itu hanya berlangsung satu tahun -- orangtuanya hanya mau membiayainya di satu sekolah saja. Lulus SMA, Kris kemudian masuk Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan (sekarang FISIP) Universitas Indonesia.

Pada 1966, Kris ikut demonstrasi menentang Orde Lama. Sewaktu Arief Rahman Hakim yang tertembak sampai tewas dalam salah-satu aksi demo, ia ikut menggotongnya. Namun kuliahnya berlangsung lancar. Malah semasih menyusun skripsi, ia sudah diterima jadi pegawai Departemen Keuangan. Menempuh pendidikan S3 di Sorbonne University pun lancar, sampai ia lulus dengan summa cum-laude.

Kris mengaku dirinya generalis. Sebelum menjabat Sekretaris Menteri Komunikasi dan Informasi, ia antara lain pernah menjabat Ketua Lembaga Administrasi Negara, Deputi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. Di Kementerian Komunikasi dan Informasi, ia menangani bidang telematika, meliputi kesenjangan digital, sumber daya manusianya, sistem informasi. Juga membenahi infrastruktur, Kris membangun voice over internet protocol (telepon menggunakan internet), dan lain-lain.

€œMinat masyarakat terhadap teknologi informasi cukup bagus, tapi kebanyakan anak-anak kota. Sementara anak-anak kampung baru pada game (playstation),€ komentar pakar telematika ini. Tapi Kris melihat bahwa keduanya positif. Paling tidak untuk melatih berpikir secara sistematis dan mengadu kecepatan berpikir.

Menikah adalah pengalamannya yang paling berkesan, 1976. Ketika mencari data untuk disertasinya tentang negara berkembang, Kris izin pulang ke Tanah Air selama tiga bulan. Sambil berenang minum air. Sambil cari data, sekalian mereguk nikmatnya perkawinan. Kembali ke Prancis, Kris sudah bawa istri.

Di waktu luang, Kris menyalurkan hobinya bermain musik€”ini kegemarannya sejak remaja. Musik apa saja ia suka: jazz, klasik, pop, rock. €œBiasanya waktu sore kalau lagi kumpul sama keluarga,€ ujar penggemar alunan musik Kenny G ini. Untuk olahraga, ia suka joging dan pencak silat.

Demokratis dalam mendidik anak, tapi ayah empat anak ini tetap menanamkan disiplin. €œSaya lebih memberi nasihat atau contoh dari akibat perbuatan negatif,€ ujar Kris. Soal prinsip hidup, ia berujar: €œBagi saya gagal itu adalah awal dari sukses. Hidup itu kita jalani dengan tekad kuat.€

Copyright PDAT 2004

comments powered by Disqus

 


JUWONO SUDARSONO | J. SADIMAN | JACKSON ARIEF | JAILANI Naro | JAKOB OETAMA | JAKOB SUMARDJO | JAMES DANANDJAJA | JAMES T. RIADY | JAMIEN A. TAHIR | JANTO WONOSANTOSO | JAYA SUPRANA | JENNY MERCELINA LALOAN (LA ROSE) | JENNY ROSYENI RACHMAN | J.H. HUTASOIT | JIM ABIYASA SUPANGKAT SILAEN | JITZACH ALEXANDER SEREH | JOHANA SUNARTI NASUTION | JOHANNA MASDANI | JOHANNES Adriaan Arnoldus Rumeser | JOHANNES Baptista Sumarlin | JOHANNES Chrisos Tomus Simorangkir | JOHNNY WIDJAJA | JONI P. SOEBANDONO | JOSEPHUS ADISUBRATA | JUDHI KRISTIANTHO SUNARJO | JULIUS TAHIJA | JUSUF PANGLAYKIM (J.E. PANGESTU) | J. Kristiadi | J.B. Kristiadi | Jacob Nuwa Wea | Ja'far Umar Thalib | Jajang C. Noer | JAYA SUPRANA | Jim Supangkat | Joe Kamdani | Johnson Panjaitan | Joko Pinurbo | Jos Luhukay | Juan Felix Tampubolon | Jujur Prananto | Jusuf Kalla | Juwono Sudarsono


Arsip Apa dan Siapa Tempo ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq