A | B | C | D | E | F | G | H | I | J | K | L | M | N | O | P | R | S | T | U | V | W | Y | Z

JAYA SUPRANA




Nama :
JAYA SUPRANA

Lahir :
Denpasar, Bali, 27 Januari 1949

Agama :
Protestan

Pendidikan :
1. SD Karangturi, Semarang (1961)
2. SMP Karangturi, Semarang (1964)
3. Hochschulreife (SMA), Jerman (1967)
4. Musikhocshchule Muenster, Jerman (1972)
5. Akademi Seni Rupa, Muenster, Jerman (1973)
6. Akademi Manajemen, Badharzburg, Jerman (1974)


Karir :
1. Tukang bubut, Firma Winkhaus, Telgte, Jerman (1968)
2. Tukang pasang ubin, Firma Dahlmann, Jerman (1969)
3. Tukang karcis, Volkeningsheim, Jerman (1970)
4. Guru Musikhoch Schule, Muenster, Jerman (1970-1972)
5. Guru Kepala Musikhoch Schule, Greven, Jerman (1972-1975)
6. Dosen tamu Paedagogische Hochschule, Muenster, Jerman (1974-1975)
7. Direktur Marketing PT Jamu Jago (1976-1983)
8. Presiden Direktur PT Jamu Jago (1983-€..)
9. Presiden Komisaris PT Jamu Jago

Kegiatan lain:
1. Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI), Muenster, Jerman (1975)
2. Presiden Rotary Club Semarang (1985-1986)
3. Pendiri/Ketua Perhimpunan Pencipta Humor (1981- sekarang)
4. Komite Pengarah Admen's Club (1978)
5. Penasihat Yayasan Musik Semarang (1978 €“ sekarang)
6. Ketua Yayasan Ginjal, Semarang (1983 €“ sekarang)
7. Pendiri/Ketua Museum Rekor Indonesia (Muri; 1990 - sekarang)


Kegiatan Lain :
1. Tukang bubut, Firma Winkhaus, Telgte, Jerman (1968)
2. Tukang pasang ubin, Firma Dahlmann, Jerman (1969)
3. Tukang karcis, Volkeningsheim, Jerman (1970)
4. Guru Musikhoch Schule, Muenster, Jerman (1970-1972)
5. Guru Kepala Musikhoch Schule, Greven, Jerman (1972-1975)
6. Dosen tamu Paedagogische Hochschule, Muenster, Jerman (1974-1975)
7. Direktur Marketing PT Jamu Jago (1976-1983)
8. Presiden Direktur PT Jamu Jago (1983-€..)
9. Presiden Komisaris PT Jamu Jago

Kegiatan lain:
1. Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI), Muenster, Jerman (1975)
2. Presiden Rotary Club Semarang (1985-1986)
3. Pendiri/Ketua Perhimpunan Pencipta Humor (1981- sekarang)
4. Komite Pengarah Admen's Club (1978)
5. Penasihat Yayasan Musik Semarang (1978 €“ sekarang)
6. Ketua Yayasan Ginjal, Semarang (1983 €“ sekarang)
7. Pendiri/Ketua Museum Rekor Indonesia (Muri; 1990 - sekarang)


Penghargaan :
1. Freundeskreis des Konservatoriums Muenster, Jerman (bidang seni musik) 2. Budaya Bhakti Upapradana (bidang kebudayaan) 3. Best in Personal Computing Award 1995 dari Apple Macintosh Inc. (bidang komputer) 4. The Best Executive Award 1998 (bidang industri-bisnis) 5. Trade Leader's Club, Madrid, Spanyol, dan Institute pour Selection de la Qualite, Belgia (prestasi perusahaan) 6. Sahwali Award 1997 (bidang lingkungan hidup) 7. Duta Kemanusiaan 1991-1992 Palang Merah Indonesia (bidang kemanusiaan) 8. Tokoh Humor Nasional 1996

Keluarga :
Ayah: Lambang Suprana Ibu: Lily Suprana (ibu) Istri: Yulia

Alamat Kantor :
PT Jamu Jago, Jl. Ki Mangunsarkoro 106, Semarang, Jawa Tengah. Tel. (024) 285533

 

JAYA SUPRANA


Jaya Suprana bikin €œrekor€ sendiri €“ khususnya dalam menguras air mata banyak pemirsa televisi Indonesia. Menghimpun 30 selebriti dalam €œPaduan Suara Indonesia Pusaka€, ia berhasil menggiring dari presiden, ketua MPR dan DPR hingga artis --bahkan tukang becak-- menyanyikan €œIndonesia Pusaka€, ciptaan Ismail Marzuki yang menjadi lagu favorit Bung Hatta. Mereka diminta menyanyi secara keroyokan €“ masing-masingnya satu potongan lagu. Kalau ada yang fals, itu tak soal.

Dalam menguras air mata, sang kelirumolog yang bos perusahaan Jamu Jago itu jelas berhasil. Banyak penonton televisi videoklip layanan masyarakat -- untuk memperingati 100 tahun Bung Hatta sekaligus HUT Proklamasi RI yang ke-57 tahun (2002) €“ itu dibuatnya menangis tersengguk-sengguk. Tak kecuali para penampilnya. Dalam keterpurukan ekonomi yang kian dalam dan kesengsaraan rakyat yang makin meningkat, sementara para pemimpin tak banyak berbuat, mereka terdorong iba akan nasib bangsanya. Kenangan pada Sang Proklamator, yang sederhana dan jujur, ikut memicu rasa haru. Akankah €œrekor€ ini akan masuk Musium Rekor Indonesia (Muri)?

Bertubuh tambun dan berkepala botak, Jaya Suprana sendiri sosok yang unik. Cara berpikir dan sudut pandangnya kerap melawan arus. Sesuatu yang oleh awam dianggap benar, baginya mungkin keliru. Bagi sang kelirumolog, dunia penuh dengan kekeliruan €“ yang lalu dihimpun dan disimpan dalam €œmusium kelirumologi€-nya.

Lewat kelirumologinya, ia mengajak orang mempelajari kekeliruan untuk mencari kebenaran. Sehingga dengannya akan tercipta kondisi hidup yang lebih baik, beradab, dan berbudaya. Menurut dia, kelirumologi adalah esensi dari sukma ilmu pengetahuan. Selama seseorang betul-betul menghayati ilmu pengetahuan, otomatis ia seorang kelirumolog.

Apa perlunya membedah kekeliruan? €œTujuannya untuk menelanjangi superioritas umat manusia. Bukan untuk berputus asa, tapi untuk bangkit kembali,€ jawabnya. Dengan membedah kekeliruan, Jaya ingin menohok ruang kesadaran manusia.

Jaya kemudian mencontohkan kekeliruan moto mens sana in corpore sano, yang selama kita anggap benar. €œDi dalam tubuh yang sehat, belum tentu hadir jiwa yang sehat,€ katanya. Ia menunjuk orang sakit jiwa, yang banyak di antara mereka bertubuh sehat, tapi jiwanya sakit. Atau para kriminal yang fisiknya rata-rata sehat dan bahkan kuat, namun jiwanya sakit.

Lahir di Denpasar, Bali, Jaya Suprana alias Poa Kok Tjiang juga dikenal sebagai pianis dan kartunis. Ia belajar main piano dan menggambar sejak kecil. Menempuh SD dan SMP di Semarang, pendidikan lanjutan ia jalani di Jerman. Pendidikan musik (1972) dan seni rupa (1973) ia ambil di Muenster, ditambah Akademi Manajemen di Badharzburg. Di Tanah Air, anak pertama dari dua bersaudara ini kemudian juga dikenal pula sebagai humoris, presenter, pengusaha jamu, budayawan, kolumnis, dan seminaris, dan tentu saja kelirumolog.

Sebagai kartunis, Jaya telah menggelar karyanya di Jerman, Norwegia, dan Indonesia sendiri. Sementara karya musiknya telah dipergelarkan di berbagai negara Eropa, Amerika, Aljazair, dan Selandia Baru, selain Indonesia sendiri. Sebagai presenter, ia mampu menggiring tokoh-tokoh puncak negeri ini ke hadapan pemirsa televisi, seperti Abdurrahman Wahid ketika masih menjadi presiden RI.

Bagi Jaya, humor tak sekadar agar orang tertawa. €œHumor melekat pada gerak batiniah saya. Humor adalah daya rasa dan pikir yang lentur, lincah, dan bugar,€ paparnya. Karena itu, di saat duka pun humor tetap eksis dalam batinnya. €œDengan humorlah saya masih bisa bertahan hidup. Tanpa humor sudah lama saya bunuh diri akibat tak tahan menghadapi kenyataan hidup yang berat!€

Upaya mendirikan Museum Rekor Indonesia (Muri) patut dicatat sebagai bagian dari visi ke depannya. Untuk menghimpun data-data superlatif dalam hal prestasi, keunikan, kelangkaan, dan kepeloporan dalam kehidupan bangsa. Meski realtif baru, berdiri pada 1990, museum yang selokasi dengan Museum Jamu Jago itu telah resmi menjadi obyek wisata resmi Kota Semarang.


Menurut Jaya, stres tak terelakkan. Sebab stres adalah anugerah Yang Mahakuasa sebagai energi. Tanpa stres, manusia menjadi loyo, pasif, apatis, tak berdaya. Makanya, semua seminar yang bermaksud menghilangkan stres ia anggap keliru. €œGila apa, masa stres mau dihilangkan. Kita justru harus mengelola stres menjadi stres positif (eustress), agar tak menjadi tertekan (distress),€ kata lelaki yang gemar guyon itu.

Dengan sederet predikat yang di sandangnya, Jaya belum bisa memahami sukses yang sejati. €œMungkin saya merasa sukses bisa berlari 100 meter dalam waktu sepuluh menit. Sementara bagi pelari cepat tingkat dunia €“ seperti Carl Lewis €“ pasti pencapaian itu sangat memalukan,€ tutur pria berkacama tebal ini. €œYang penting bukan merasa sukses, tapi mensyukuri hasil karya yang telah kita perjuangkan.€

Orang mungkin heran mengapa pemilik perusahaan sebesar Jamu Jago itu memilih tidak memiliki keturunan. Bersama istrinya, Yulia €“ teman SMA-nya di Jerman -- Jaya memilih hidup berduaan saja. Untuk meramaikan susana rumahnya yang tanpa tangis dan pekik anak-anak, mereka suka bermain piano secara berduet di saat senggang.

Jaya punya alasannya sendiri. Ia merasa tak sanggup melihat anaknya menderita, dan menjadi beban duania. €œApakah anak saya akan mampu hidup dan bertahan setelah dewasa nanti dan menjadi seseorang yang berarti? Itu memusingkan kepala saya,€ ujarnya. Ia lalu menyiapkan anak adiknya sebagai penerus perusahaannya.

Copyright PDAT 2004

comments powered by Disqus

 


JUWONO SUDARSONO | J. SADIMAN | JACKSON ARIEF | JAILANI Naro | JAKOB OETAMA | JAKOB SUMARDJO | JAMES DANANDJAJA | JAMES T. RIADY | JAMIEN A. TAHIR | JANTO WONOSANTOSO | JAYA SUPRANA | JENNY MERCELINA LALOAN (LA ROSE) | JENNY ROSYENI RACHMAN | J.H. HUTASOIT | JIM ABIYASA SUPANGKAT SILAEN | JITZACH ALEXANDER SEREH | JOHANA SUNARTI NASUTION | JOHANNA MASDANI | JOHANNES Adriaan Arnoldus Rumeser | JOHANNES Baptista Sumarlin | JOHANNES Chrisos Tomus Simorangkir | JOHNNY WIDJAJA | JONI P. SOEBANDONO | JOSEPHUS ADISUBRATA | JUDHI KRISTIANTHO SUNARJO | JULIUS TAHIJA | JUSUF PANGLAYKIM (J.E. PANGESTU) | J. Kristiadi | J.B. Kristiadi | Jacob Nuwa Wea | Ja'far Umar Thalib | Jajang C. Noer | JAYA SUPRANA | Jim Supangkat | Joe Kamdani | Johnson Panjaitan | Joko Pinurbo | Jos Luhukay | Juan Felix Tampubolon | Jujur Prananto | Jusuf Kalla | Juwono Sudarsono


Arsip Apa dan Siapa Tempo ini dipersembahkan oleh Ahmad Abdul Haq